JAKARTA- Ekonomi dunia terpuruk akibat pandemic virus Corona. Indonesia termasuk relatif bagus,– nomor 3 terbagus dalam performance ekononi (GDP) tahun 2020 setelah Korea Selatan dan China,– ditengah amukan pandemi virus Corona. Akibat lock down mayoritas negara-negara di dunia mengalami kemerosotan ekonomi dengan GDP yang parah. Semua akibat lock down versi WHO yang menutup mati semua episentrum ekonomi termasuk transportasi. Hal ini ditegaskan oleh pakar Energi, Dr. Kurtubi kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (29/6).
“Ternyata Indonesia masih mending. Meski ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),– lock down versi Indobesia banyak daerah yang tidak mau menutup mati episentrum ekononinya seperti lock down nya WHO, sehingga ekononi kita relatif lebih bagus,” ujarnya.
Kurtubi berterima kasih kepada pemerintah karena tidak mengikuti kemauan WHO untuk melakukan lock down yang berpotensi menghancurkan ekonomi seperti negara-negara lainnya.
“Thanks kepada pemerintah yang menegaskan PSBB bukan lock down meski banyak dikecam oleh pihak-pihak yang kepengen menutup mati semua episentrum ekonomi dan transportasi di seluruh Indonesia, karena ketakutan dan kepanikan yang berlebihan,” ujarnya.
Kurtubi juga memuji sikap Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Victor Laiskodat yang sejak awal menolak agenda WHO untuk memaksakan lock down di Indonesia.
“Kita mencatat hanya Gubernur NTT yang terang-terangan mengkritisi resep standar lock down nya WHO yang diwajibkan sama pada semua negara. Gubernur Voctor Laiskodat menegaskan, “lebih baik saya mati karena virus corona daripada rakyat NTT mati kelaparan karena harus di rumah tidak boleh bekerja cari nafkah!” ujar Kurtubi mengutip Laiskodat.
Pakar energi, alumnus Colorado School of Mines Amerika Serikat dan Ecole Nationale Superieure du Peterole et des Moteurs – IFP, Perancis ini menjelaskan bahwa logikanya sederhana.
“Pertama, semakin banyak dan semakin lama episentrum ekonomi yang dimatikan, semakin hancur ekononi suatu negara,” ujarnya.
Kedua menurutnya, virus Corona harus diakui punya daya tular yang cepat, sehingga protokol kesehatan harus menjadi kewajiban dan kebiasaan sehari-hari.
“Ketiga, namun kita juga harus tahu bahwa virus Corona tetaplah virus, bukanlah sesuatu yang harus ditakuti secara berlebihan. Daya bunuhnya relatif sangat kecil,” ujarnya.
Kurtubi mengingatkan bahwa walaupun belum ditemukan obat yang pasti, namun pasien yang sembuh karena peningkatan daya tahan tubuh lebih banyak dari pada yang meninggal.
“Hingga hari ini, belum ditemukan obat ces pleng yang telah lulus uji klinis. Artinya, semua pasien dirawat yang terpapar corona yang dinyatakan sembuh, yang jumlahnya jaauuuh lebih banyak dari yang meninggal,” ujarnya,
Pasien yang sembuh semata-mata karena daya tahan tubuhnya meningkat. Peningkatan daya tahan tubuh dilakukan dengan cara perawatan yang tepat di rumah sakit pada pasien positif Corona.
“Karena selama dirawat diberikan vitamin, suplemen, buah, sayur dan makanan standar rumah sakit. Adapun pasien yang meninggal, mohoon maaf sebagian besar,– kalau bukan semuanya,– punya penyakit lain sebelum tertular Corona. Atau karena sudah sepuh,” katanya.
Sebaiknya menurutnya, progres dari upaya para ahli disetiap negara untuk menemukan vaksin dan obat Corona, agar juga disiarkan setiap hari.
“Kita jangan hanya disuguhkan jumlah tambahan baru orang yang terpapar, yang meninggal dan yang sembuh. Sehingga ada pemberitaan yang seimbang antara berita yang mendorong ketakutan dan yang mendorong harapan dan optimism,” tegasnya. (Web Warouw)