Jumat, 19 April 2024

Inovasi Teknologi Dorong Harga EBT Terjangkau

JAKARTA – Sumber daya Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia masih berlimpah dan tersebar di seluruh wilayah tanah air. Potensi EBT lebih dari 400 Giga Watt (GW) dan baru dimanfaatkan sekitar 8,8 GW atau 2%. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), prioritas pengembangan energi nasional didasarkan pada prinsip memaksimalkan energi terbarukan dengan memperhatikan tingkat keekonomian.

Pada tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengalokasikan anggaran lebih dari Rp. 1 triliun untuk pengembangan EBT antara lain pembangunan Pembangit Listrik Tenaga Suryat (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan penyediaan energi skala kecil di daerah. Target di sektor EBT tahun 2017 ini diantaranya penambahan 215 MW dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan 314 MW dari PLT Bioenergi (PLTB), PLT Surya (PLTS) dan PLT Mikro Hidro (PLTMH) serta peningkatan target produksi BBN menjadi 4,6 juta Kilo Liter (KL).

Menteri ESDM, Ignasius Jonan menyatakan EBT tidak hanya harus masif dikembangkan tetapi harus menghasilkan listrik dengan tarif terjangkau. “Menciptakan sesuatu itu tidak hanya harus bagus, tetapi juga harus efisien sehingga terjangkau, affordable. Maka harus ada inovasi,” ujar Menteri Jonan.

Inovasi melalui peningkatan teknologi sudah terbukti dapat menurunkan harga suatu produk sehingga semakin terjangkau daya beli masyarakat. Kita masih ingat di awal tahun 1990-an, harga sebuah telepon seluler hampir setara dengan harga sebuah mobil niaga. Siapa yang menyangka, dengan kemajuan teknologi, harga telepon genggam menjadi sangat murah seperti sekarang ini.

Kecenderungan tersebut juga merambah industri energi khususnya yang berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti energi bayu dan surya. Sebut saja misalkan harga listrik yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di belahan Eropa berkisar USD 6 sen per kWh. Yang juga tak kalah mencengangkan adalah harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mulai dari sekitar USD 3 sen per kWh di Persatuan Emirat Arab, sebesar USD 6 sen per kWh di Peru hingga sebesar USD 9 sen per kWh di Kamboja yang dekat dengan Indonesia.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman dalam diskusi di Jakarta, Jumat (3/2) menyatakan bahwa harga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kamboja USD 6 sen per kWh lebih murah ketimbang Indonesia yang bisa mencapai 15 sen per kWh.

“Saya kaget juga. PLTS berkapasitas 10 MW itu dibangun oleh Kamboja di daerah perbatasan dengan Vietnam. Lokasinya terpencil dan infrastrukturnya belum begitu bagus. Tapi listrik dari PLTS tetap bisa murah. Masak kita tidak bisa”, ujar Jarman.

Melibatkan Swasta

Kementerian ESDM sebagai lembaga Negara yang menaungi pelaksanaan teknis sektor Energi, termasuk EBT pun tidak tinggal diam. Kementerian baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Regulasi ini menjadi peluang mendorong terciptanya teknologi-teknologi baru dari para pengembang swasta EBT dalam pemanfaatan sumber EBT. Regulasi ini juga mendorong PT PLN (Persero) dan Independent Power Producer (IPP) untuk meningkatkan efisiensi agar bisa memproduksi listrik dengan harga rendah yang ujungnya tidak membebani rakyat.

Permen ESDM No. 12 tahun 2017 juga mengatur patokan harga maksimum untuk listrik dari sumber EBT seperti tenaga matahari, angin, air, biomassa, biogas, sampah, dan panas bumi. Sebagi contoh, harga listrik dari PLTB dan PLTS ditetapkan paling tinggi 85% dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan di daerah tempat beroperasinya pembangkit listrik, jika BPP Pembangkitan daerah setempat lebih besar dari rata-rata BPP Pembangkit nasional, atau 100% dari BPP Pembangkitan setempat bila kurang dari atau sama dengan rata-rata BPP Pembangkit nasional.

Kepada Bergelora.com dilaporkan produksi listrik dengan biaya lebih rendah akan pula menurunkan BPP. Kementerian ESDM berharap Permen 12/2017 dapat mendorong pengembangan teknologi listrik EBT sekaligus menurunkan harga listrik EBT dan penurunan BPP di Indonesia, sehingga harga listrik menjadi lebih berkeadilan. (Sujatmiko)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru