JAKARTA- Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman meragukan kasus pengemplangan pajak yang menyeret Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Hadi Poernomo akan sampai membongkar pengemplangan pajak oleh perusahan migas dan tambang asing.
“O, KPK belum berani sentuh perusahaan-perusahaan asing itu. Walaupun KPK sendiri menyebut kerugian negara Rp 15-20 triliun per tahun,” ” ujarnya kepada Bergelora.com, di Jakarta, Senin (28/4).
KPK menjadikan sektor migas dan tambang sebagai fokus renstra tahun ini, namun ia menilai kinerja yang ada, belum ada ke arah penindakan serius.
Padahal menurutnya, pada tahun 2010-2011 kerugian negara mencapai sebesar USD 752 Juta atau Rp 6,77 Triliun (pada kurs nilai tukar Dollar AS saat itu Rp 9.000) dari sektor Minerba yaitu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dalam bentuk royalti dan iuran tetap yang tidak dibayarkan.
Pada tahun 2010-2012, dari 5 produksi mineral utama terbesar yaitu nikel, bijih besi, mangan, bauksit dan timbal kerugian negara sebesar USD 24,6 juta atau Rp 246 milyar dengan nilai tukar dolar AS saat itu Rp 10.000.
Ia melanjutkan, pada tahun 2010-2012, potensi kerugian negara dari royalti sebesar USD 1,22 miliar atau Rp 12 triliun.
“Ini semua data resmi dari dari Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN) BPKP RI. Tapi sampai saat ini KPK belum berani sentuh ini,” ujarnya lagi.
Menurutnya kerugian negara per tahunnya bisa mencapai USD 99 juta atau Rp 1 triliun dengan nilai tukar dolar AS saat ini Rp 11.000.
“Jika mau diukur kinerja penegakan hukum soal pajak sektor tambang-migas ini, KPK kita tantang mulai dari korporasi transnasional seperti Freeport, Newmont, Vale, Total juga Chevron,” tegasnya. (Web Warouw)