Jumat, 29 Maret 2024

Setara Institute: Penyuapan Hakim MK, Berdaya Rusak Luar Biasa

 

JAKARTA- Tertangkapnya Patrialis Akbar, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan prahara kedua setelah sebelumnya Ketua MK, M. Akil Mochtar pada 2013 juga tertangkap tangan oleh KPK. Demikian Ismail Hasani, Direktur Riset Setara Institute kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (27/1)

“Praktik suap yang diduga ditukar dengan putusan hakim Konstitusi memiliki daya rusak lebih serius dibanding suap biasa. Kewenangan Mahkamah Konstitusi memutus konstitusionalitas sebuah norma dalam Undang-Undang, yang merupakan produk kerja DPR dan Presiden, adalah kewenangan yang sangat besar dan memiliki daya ikat luar biasa,” tegasnya.

Putusan MK menurutnya adalah erga omnes, berlaku bagi semua orang, meski sebuah norma UU hanya dipersoalkan oleh satu orang. Putusan MK juga, jika sebuah permohonan judicial review dikabulkan, berarti membatalkan produk kerja 550 anggota DPR dan presiden yang bersifat final and binding.

“Atas dasar kewenangannya yang sangat besar, maka dugaan memperdagangkan putusan, sebagaimana dipraktikkan oleh Patrialis Akbar, memiliki daya rusak luar biasa yang bisa mendelegitimasi banyak putusan MK dan kelembagaan MK,” ujarnya.

Menurutnya, tertangkapnya seorang hakim MK memiliki dampak serius dan dampak ikutan pada produk kerja lembaga pengawal Konstitusi ini. Karena hakim MK adalah pejabat negara kelas negarawan, yang seharusnya tidak memiliki interest apapun dalam bekerja kecuali mengawal konstitusi dan menjaga paham konstitusionalisme ujarnya.

Bos Suap

Nama Basuki Hariman (BHR) atau pihak yang diduga menyuap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar ternyata sudah tak asing. Ternyata, Basuki pernah diperiksa KPK terkait kasus suap pengatur impor daging sapi yang menjerat eks Presiden PKS, Lutfhi Hasan Ishaq dan koleganya Ahmad Fathanah. Basuki dketahui merupakan seorang pengusaha yang memiliki 20 perusahaan yang bergerak di bidang impor daging. Diantaranya PT Impexindo Pratama dan Sumber Laut Perkasa.

“Pemberi (suap) ini memang pernah diperiksa KPK berhubungan dengan penyidikan suap impor daging sapi yang dilakukan KPK,” ucap Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di kantornya, Jakarta, Kamis (26/1).

Hasil penelusuran, Basuki melalui perusahaan impor dagingnya selalu mendapat jatah kuota sampai 30 ribu ton dari Kementan yang saat itu digawangi Menteri Anton Apriyanto maupun Suswono. Jatah itu diberikan bukan tanpa sebab. Pasalnya, Basuki memiliki kedekatan dengan Suripto, orang yang turut mendirikan dan membesarkan PKS.

Pernah berurusan dengan KPK, Basuki justru tak kapok. Kini dia malah menyuap salah satu hakim MK. Padahal, KPK sebelumnya telah mewanti-wanti Basuki.

“Sudah diperingatkan bahkan sudah pernah diperiksa kok malah masih melakukan hal seperti ini,” ujar Laode heran.

Menanggapi pemeriksaan KPK Patrialis Akbar membantah menerima suap. “Saya tidak pernah saya terima uang satu rupiah pun dari orang yang namanya Basuki, apalagi Basuki bukan orang yang berperkara di MK, tidak ada kaitannya dengan perkara itu. Dia bukan pihak yang berperkara,” kata Patrialis seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta Kamis (26/1) malam.

Patrialis menyampaikan kepada Ketua MK, Wakil Ketua MK, para hakim MK, dan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa dirinya merasa dizolimi atas penetapan dirinya sebagai tersangka tersebut.

“Demi Allah, saya betul-betul dizolimi, ya nanti kalian bisa tanya sama Basuki, bicara uang saja saya tidak pernah,” ucap mantan Menteri Hukum dan HAM periode 2009-2011 itu. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru