Jumat, 29 Maret 2024

NGERIII….! ‘Desa-desa Hantu’, Dari Penyelewengan Sampai Gerakan Tutup Mulut

Mobil Camat Mentarang saat tiba kawasan calon Desa Long Liku, ‘desa hantu’ yang baru akan didirikan pada 12 November 2019. Padahal sudah menerima dana desa sejak tahun 2015-2019 total sebesar Rp 4,2 Miliar. (Ist)

MALINAU- Tim Bergelora.com dan SH.Net terus menelusuri dugaan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang ‘Desa-desa hantu’ di Kabupaten Malinau, Kalimatan Utara yang menelan Dana Desa sejak 2015 sampai saat ini dan latar belakang kepentingannya. Karena kemungkinan besar hal yang sama terjadi di daerah lain, namun belum ada laporan dan ekspose media massa.

Dengan terbitnya Undang-undang No 6 tahun 2014 yang memiliki kewenangan absolut untuk dilaksanakan dan mensyaratkan jumlah penduduk minimal 1.500 jiwa atau 300 KK untuk setiap desa, seharusnya semua Kepala Daerah atau Bupati  menyesuaikan jumlah desa yang ada berdasarkan ketentuan Undang-Undang tersebut.

Dugaan pertama yang muncul adalah strategi dalam mengkapitalisasi dana desa dengan cara memperbanyak jumlah desa secara illegal agar alokasi dana desa dari pusat mengalir lebih banyak ke Kabupatennya.

Walaupun desa mempunyai hak untuk mengelola kewenangannya, namun demikian desa tetap merupakan bagian dari Kabupaten atau Kota bukan merupakan daerah otonomi tersendiri. Posisi inilah yang memberikan peluang dan diduga dimanfaatkan oleh Kepala Daerah untuk mengatur pencairan dana desa di setiap desa yang ada.

Kemungkinan lain adalah dengan banyaknya desa diduga sebagian besar Dana Desa  dimanfaatkan untuk kepentingan menaikkan elektabilitas partai pengusung kepala daerah, terutama dalam pemilihan legislatif 17 April 2019 yang lalu. Kerap kali dalam setiap kampanye masyarakat diancam akan dihentikan Dana Desa nya lewat pengurangan jumlah desa apabila tidak memilih calon dari partai tertentu dalam kontestasi tersebut.

Gambar akan semakin kontras jika membandingkan antara penduduk satu desa di wilayah Jawa yang minimal 6.000 jiwa per desa, wilayah Bali dengan minimal 5.000 jiwa setiap desa, wilayah Sumatera 4.000 jiwa per desa, dengan desa yang ada di Kabupaten Malinau yang hanya berpenduduk rata-rata 97 jiwa setiap desa, tapi  memperoleh dana desa yang sama besarnya.

Dana Desa langsung masuk ke rekening desa, dan yang berhak mencairkannya adalah Kepala Desa atau Sekretaris Desa, sangat rawan untuk disalahgunakan seperti yang terjadi di Desa Long Liku. 

Laporan masyarakat seperti ini perlu ditindak lanjuti dan diusut tuntas oleh pihak yang berwenang agar oknum-oknum yang terlibat didalam penggelembungan desa serta penggunaan Dana Desa di Kabupaten Malinau dapat diseret ke  pengadilan. Sehingga tidak terjadi lagi ditempat lain khususnya di Malinau. 

Diduga modus kejahatan ini dilakukan secara terstruktur dan melibatkan Aparat Sipil Negara (ASN) serta aparat desa,–termasuk pejabat di Kabupaten Malinau sendiri turut berperan didalamnya. 

Data Desa Semamu (92 jiwa), Desa Long Simau (128 jiwa), Desa Long Pala (109 jiwa), Desa Long Mekatip (65 jiwa), Desa Long Kebinu (99 jiwa) dan Desa Long Sulit (66 jiwa) di Kecamatan Mentarang Hulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. (Ist)

Gerakan Tutup Mulut

Modus penyelewengan Dana Desa di Malinau diduga terjadi di hampir semua desa yang ada, terutama desa-desa kecil di pedalaman dan perbatasan.  Karena pada umumnya kepala desa serta aparat desanya belum memiliki kemampuan yang memadai untuk membuat administrasi perencanaan pembangunan dan pertanggung jawaban keuangan.  Selama ini administrasi pertanggung jawaban keuangan Dana Desa masih dibuatkan oleh oknum ASN (Bagian Keuangan) baik yang ada di kantor Kecamatan maupun kantor Bupati,  dengan imbalan yang lebih dari cukup dari pencairan Dana Desa tersebut.

Dari hasil investigasi yang dilakukan terhadap beberapa desa yang ada di Kabupaten Malinau terutama disekitar kota Malinau pada umumnya para aparat desa termasuk Kepala Desa dan Sekretaris desa sama-sama sepakat untuk tutup mulut tidak membuka berapa besar Dana Desa yang mereka terima dan digunakan untuk membangun desa mereka sejak tahun 2015. 

Diduga gerakan tutup mulut ini atas perintah dari pejabat daerah dan oknum ASN serta termasuk pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Malinau.  Gerakan tutup mulut ini mereka lakukan karena para aparat Desa diduga mendapat intimidasi apabila membuka rahasia Dana Desa ini.

Keberadaan desa-desa di Kabupaten Malinau harus ditata kembali agar tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 sebagai dasar penganggaran Dana Desa.

Kelalaian dan kesengajaan yang mengakibatkan kerugian negara seperti yang tergambar diatas adalah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang dirubah menjadi UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi. 

Selain Dana Desa, patut juga diduga bahwa anggaran lain seperti Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan  yang berbasis Desa Tahun 2014 sampai 2019 kemungkinan besar  dimanipulasi karena dasar penetapannya berbasis desa. 

Kalau dibiarkan maka tindakan penyelewengan seperti yang terjadi pada Dana Desa bisa berindikasi sengaja ingin menggagalkan  Program Nawa Cita yang sedang dilaksanakan dan pembangkangan terhadap Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa. (TIM)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru