Kamis, 18 April 2024

Nah..! Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo : Negara Perlu Minta Maaf Pada Korban, Bukan Pada PKI

Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) (Ist)

JAKARTA- Permintaan maaf oleh negara atas tragedi 1965 perlu disampaikan secara umum kepada semua korban dari berbagai pihak yang ada di seluruh Indonesia,– bukan minta maaf kepada Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini ditegaskan Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), di penghujung acara Indonesia Lawyers Club di TVOne, Jakarta, Selasa (19/9) malam yang dipandu Karni Ilyas dan dikutip Bergelora.com.

“Sekali lagi saya perlu luruskan, minta maaf bukan kepada PKI. Negara perlu minta maaf pada korban yang ada dimana-mana. Bukan pada PKI. Buat saya, negara tidak mampu melindungi orang tua saya. Buat pak Bedjo Untung adalah atas perlakuan terhadap dirinya yang tidak pernah diadili tapi dikirim ke Pulau Buru,” jelas putra dari pahlawan Revolusi, almarhum Jenderal Soetojo yang gugur setelah diculik Cakrabirawa, pasukan pengawal presiden pada dini hari 1 Oktober 1965.

Sebelumnya ia juga menjelaskan bahwa tanpa keterlibatan negara dan pemerintah, sulit untuk melakukan rekonsiliasi nasional untuk melepaskan trauma atas tragedi 1965.

“Lepaskan diri kita. Mari melihat Tragedi 1965 dari Indonesia 2017 saat ini. Capek kalau begini terus. Bangsa ini capek dan kehilangan waktu dan ketinggalan oleh bangsa lain. Dan paling parah kita menunjukkan betapa rendahnya peradaban kita, tidak mampu mengkoreksi masa lalu untuk menjadi lebih baik dan tidak mampu mewarisi yang baik pada generasi berikut,” katanya.

Agus Widjojo mengatakan, sebetulnya setelah Simposium yang dilaksanakan oleh Lemhanas di Aryaduta 2016 lalu, diadakan lagi Simposium lain di Balai Kartini yang banyak kelemahan.

“Anda (peserta kedua simposium-red) sebetulnya punya kemampuan moral. Setelah Simposium seharusnya datang ke Presiden Jokowi. Sampaikan kedua belah pihak masing-masing punya tanggung jawab untuk rekonsiliasi. Satukan semua kebenaran dari kedua pihak kemudian buang. Terimalah hal-hal yang disampaikan oleh pihak lain untuk menuju rekonsiliasi nasional,” jelasnya.

Ia mengingatkan, rekonsiliasi nasional hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bisa menyelesaikan dirinya sendiri.

“Kalau medioker saja gak bisa. Kalau hanya bisa mengatakan saya tidak bersalah, maka jangan coba-coba rekonsiliasi. Kalau seperti sekarang ini, masih berada seperti tahun 1965. Indonesia belum 2017. Ini sangat berat,” katanya.

Menurutnya, saat ini masyarakat belum siap melakukan rekonsiliasi. Ia menyesali betapa berat peradaban Indonesia untuk membuka dirinya memikirkan generasi masa depan.

“Saya ingatkan rekonsiliasi bukan untuk kita, tapi untuk anak cucu kita. Kalau kita tetap bertahan seperti sekarang, maka sampai anak cucu kita akan diperlakukan tidak adil. Kalau sekarang sudah bisa rekonsiliasi, maka anak cucu kita tidak akan mengalami diskriminasi seperti kita,” ujarnya. 

Agus Widjojo mengajak agar bangsa ini segera mencari dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang selama ini sudah terjadi, agar generasi mendatang  tidak mengalami hal yang sama di masa depan.

“Saya tidak bicara hukum. Sebetulnya bisa (rekonsiliasi-red) kalau kita mau. Kita refleksi dan melepaskan beban 1965. Setiap perdebatan adalah healing proses. Dari marah kemudian tertawa bersama. Untuk truth seeking (menemukan kebenaran-red),” jelasnya. (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru