Jumat, 29 Maret 2024

Trade War: Kebodohan Trump Menguntungkan Berbagai Negara

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (Ist)

Trade War Trump tidak saja menguntungkan China tetapi juga negara lainnya. Ini tulisan ketiga dari Ivan Sharon, seorang Indonesia, pengamat perang dagang AS-China, di Washington DC, Amerika Serikat. Ia mengirim tulisannya khusus untuk pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh : Ivan Sharon

INI lanjutan cerita kebodohan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Pertanyaan yang ingin kita jawab, apakah perusahaan-perusahaan high-tech dan semikonduktor yang ingin ‘dilindungi’ Trump suka pada kebijakan Trump? Jawabnya singkat: sama sekali tidak!

Bukan hanya perusahaan supplier industri hilir high-tech seperti Intel, Qualcomm, Micron dan sebagainya yang mengalami masalah dari Trade War Trump melawan China. Perusahaan saingan Huawei di Amerika, seperti Cisco yang memproduksi peralatan networking juga khawatir dengan Trump. Ini terlihat dari berita yang dimuat di dalam https://www.cnbc.com/amp/2019/05/16/cisco-anticipated-trump-china-tariff-hike-but-anything-more-worrisome.html?__

Produk-produk Cisco diproduksi di China, dan juga dijual di China. Kalau rantai ini diputus, Cisco juga dalam masalah besar. Apple mengalami kemunduran di China, padahal Apple mencanangkan China sebagai ujung tombak perkembangan Apple di masa mendatang. Semua rencana itu jadi berantakan.

Kalau melihat siapa yang menghantam lebih dahsyat, terlihat Amerika lebih unggul. Tetapi apakah benar? Beberapa pengamat dan akademisi sudah melihat, China memenangkan perang dagang ini.

kenapa mereka mengatakan demikian? Itu karena dunia semakin melihat Amerika tidak lagi bisa diandalkan dan cenderung melakukan serangan unilateral. Ini saya setuju.

Hanya saja, kemenangan China itu lebih bukan karena keunggulan taktik China, tetapi karena kebodohan Trump sendiri. Ini bisa dibacara dalam link berita dibawah ini, http://fortune.com/2019/05/17/china-trump-trade-war-2/

Menanggapi serangan Trump pada Huawei, pimpinan negara-pimpinan Eropa, seperti Jerman, Perancis dan Belanda menyatakan tidak akan mengikuti langkah Trump. Artinya, kredibilitas Amerika semakin dipertanyakan. Sekutu Amerika semakin membuat jarak dengan Amerika. Media massa menyorotinya, https://amp.dw.com/cda/en/eu-leaders-we-wont-follow-trumps-huawei-ban/a-48768000?__

Ditinggal Sekutunya

Kanselir Merkel mengatakan, Eropa harus menempuh jalan sendiri, menghadapi ancaman dari Amerika, Russia dan China. Itu artinya, Eropa melihat diri sebagai kutub kekuatan tersendiri,– terlepas dari Amerika Serikat yang dianggap sebagai sumber ancaman juga. Hal ini disoroti dalam berita,–Germany distances itself from US blacklisting of Huawei – https://sc.mp/3mo0

Kuatir dengan menjauhnya sekutu disaat sengketa dengan China memuncak, Trump membuat langkah menenangkan mereka dengan menunda tarif terhadap impor mobil selama 1/2 tahun.

Ini memang membuat Eropa, Jepang, dan sebagainya senang, tetapi kerusakan citra sudah terjadi. Hal ini dilaporkan dalam berita,– Trump postpones tariff decision on car imports – https://www.aljazeera.com/news/2019/05/trump-postpones-tariff-decision-car-imports-190517160749435.html

Jika perang dagang dengan China berkelanjutan, Amerika tidak akan mampu lama berbaik-baik dengan Eropa dan Jepang dan lainnya. Karena produk-produk agrikultur Amerika yang gak terjual menumpuk dan Trump pasti akan mendesak negara-negara tersebut untuk membeli. Dia sudah mulai mendesak Jepang  dan Korea untuk membeli produk tersebut.

Artinya, perang dagang berkelanjutan dengan China membuat posisi Amerika semakin terpojok dihadapan negara-negara lain. Posisi China terpojok hanya menghadapi Amerika, tetapi hubungan dengan negara-negara lain semakin baik.

Para CEO Amerika sangat kuatir dengan kelanjutan perang dagang sinting ini. Efek jangka panjang permainan Trump ini, dunia akan semakin menuju ke arah hubungan internasional multipolar. Globalisasi memang terpukul oleh Trump, tetapi jika China, Jepang dan Eropa bisa mulai sepakat, maka Globalisasi versi 2.0 bisa terjadi diluar sistem order yang dibuat Amerika Serikat.

Sementara pimpinan Huawei, Ren Zhengfei, dalam wawancara dengan media Jepang kemarin, dengan tenang mengatakan jika Huawei tidak diperkenankan membeli chips dari Amerika Serikat, Huawei gak masalah. Mereka sudah mempersiapkan diri bertahun-bertahun silam. Hal ini dilaporkan dalam https://asia.nikkei.com/Economy/Trade-war/Huawei-does-not-need-US-chips-CEO-on-Trump-export-ban

Ternyata Amerika menuntut untuk memonitor kegiatan Huawei dan mengubah susunan management Huawei. ZTE melakukannya ketika diancam Amerika Serikat, tapi Huawei gak bersedia melakukan hal itu. Gila juga, pemerintah Amerika bahkan gak ada hak untuk merubah susunan manajemen perusahaan di Amerika!

Efek Jangka Panjang

Tulisan ini mengevaluasi efek jangka panjang hantaman terakhir Trump pada Huawei, yaitu melarang perusahaan-perusahaan Amerika melakukan bisnis dengan Huawei untuk menghancurkan Huawei dengan mengeluarkan Executive Order terkait larangan mensupply Huawei.

Ini mengerikan,– gak ada kata Huawei di dalamnya. Artinya, pemerintah Amerika boleh semena-mena melarang perusahaan-perusahaan Amerika mensupply kepada perusahaan yang dicurigai menjadi resiko bagi Amerika. https://www.whitehouse.gov/presidential-actions/executive-order-securing-information-communications-technology-services-supply-chain/

Tanpa disadarinya, perintah diatas ikut memukul keras industri semikonduktor Amerika. Dengan demikian seluruh dunia selain Amerika akan mencoba tidak tergantung pada Amerika. Sewaktu-waktu pemerintah Amerika Serikat bisa merusak supply chain industri semacam ini. Mengerikan !

Dari laporan industri, China 2018 mengkonsumsi lebih dari 58% komponen semikonduktor dunia. Perusahaan-perusahaan di China saat ini berusaha untuk mencari supplier lain selain Amerika, atau membangun industri hulu semikonduktor sendiri.

Adakah presiden Amerika Serikat yang lain yang sebodoh Trump? Trump berpikir industri semikonduktor di Amerika gak bisa tergantikan. Dia gak tahu di Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan China juga penuh dengan industri hulu semikonduktor. Huawei saja membuat chip CPU sendiri untuk produk-produk mutakhirnya. Ini benar-bener kebodohan sepanjang sejarah pemerintah Amerika Serikat.

Trump pasti juga gak tahu kalau perusahaan Amerika Qualcomm sama sekali gak punya pabrik. Processor Qualcomm dibuat di luar Amerika, terutama oleh TSMC di Taiwan. Jadi Qualcomm itu fabless, design chip, tetapi tidak memproduksi secara fisik. Trump perlu diberitahu tentang hal ini. Dia pasti kaget.

NDIVIA yang memproduksi processor grafik (GPU), banyak dipakai juga dalam super computer, membuat produk-produknya di Taiwan. Karena itu barusan NDIVIA bilang dia gak kuatir dengan Trump, karena mereka sudah keluar dari Amarika.

Pembuat chip seperti Marvell yang didirikan oleh 2 bersaudara dari Indonesia dan istri dari China, malah sekarang headquarternya secara resmi ada di Bahama atau pulau-pulau kecil itu sekitar.

Mereka yang sudah keluar dari Amerika sekarang beruntung, gak kena pengaruh Presiden sinting. Saya harap Trump mempertahankan berlakunya Executive Order ini selama masa kepresidenannya. Agar cukup waktu untuk industri-industri di luar Amerika terutama di China tergopoh-gopoh mencari-cari supplyer lain, atau menambah industri hulu sendiri. Kebijakan Trump ini mempercepat proses ini.

Padahal dari dulu, industri-industri semikonduktor takut sekali kalau perusahaan China berhasil meningkatkan teknologi pembuatan semikonduktor. Kenapa? Karena mereka cenderung over-supply. Over-supply ini bagus buat konsumen,– harga-harga pada turun. Bagus toh?

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru