Jumat, 29 Maret 2024

Kepala Sekolah Bikin Toilet Pribadi, Gaji Guru Honor Telat Dibayar, Setelah Itu Dipecat

Ibu Guru Herlina Harahap. (Ist)

Sial banget jadi guru honor saat ini. Walaupun pemerintah menjanjikan perbaikan nasib guru honor, pada kenyataan banyak yang mengalami intimidasi dan kehilangan haknya,– dirampas atasannya yang korup. Herlina Harahap, seorang guru honor menceritakan nasib yang menimpanya kepada Bergelora.com, setelah upaya hukumpun tidak memberikan jalan keluar. (Redaksi)

Oleh: Herlina Harahap, A.Md
 
SAYA sudah 10 tahun 5 bulan bekerja sebagai guru honor olahraga di SD Negeri 84 Pekanbaru, Riau dengan NUPTK: 0235759661300053. Pada tanggal 14 Maret 2020 saya di telpon oleh ibu Dr. Tuti Khairani H , mengatakan selaku Dosen yang sedang melakukan penelitian tentang Pandemi Covid 19 dan Kondisi Masyarakat serta Guru Honor yang memperoleh Gaji dari Dana BOS. Ibu Tuti juga ketua saya di organisasi Forum Komunitas bela Nusantara Indonesia (FKBNI), Beliau menanyakan mengenai gaji saya sebagai guru honor sekolah selama pandemi COVID 19 . 
 
Ibu Tuti menanyakan bagaimana gaji guru honor selama pandemi. Saya menjawab bahwa gaji kami belum di bagikan karena belum waktu gajian. Karena gaji kami di berikan setiap tanggal di akhir bulan.
 
Tanggal 10 April 2020 saya dipanggil oleh atasan saya dan bendahara saya ke ruang kepala sekolah. Saya di beritahu bahwa gaji saya bulan Maret tidak bisa diberikan karena saya belum S-1 dan surat keterangan kuliah saya belum ada. Jadi tidak bisa dimasukan nama saya ke dalam laporan BOS. Bendahara mengatakan ini berdasarkan juknis BOS. 
 
Saat itu saya bertanya kepada atasan saya mengenai teman–teman saya yang tidak mempunyai NUPTK, apakah gaji mereka bisa diberikan gaji? Atasan saya menjawab tidak boleh juga diberikan. Padahal bendahara telah memberikan gaji mereka diakhir bulan Maret . Gaji saya saja yang di tahan. Saya merasa ketidak adilan saat pembagian gaji yang dilakukan terhadap saya.
 
Tanggal 7 Mei 2020 Ibu Dr. Tuti Khairani H, datang ke sekolah dan meminta izin kepada kepala sekolah untuk mewawancarainya dan guru terutama guru honor karena sebelumnya kepala sekolah sudah juga ditelepon oleh Bu Tuti untuk melakukan wawancara terkait penelitian yang sedang dilakukannya. Saat itu, Kepala Sekolah memberikan izin serta meminta  kami guru honor dan guru PNS untuk berkumpul di ruang majelis guru. Kami mendiskusikan tentang Dana BOS dan juga gaji kami guru honor. 
 
Pertanyaan demi pertanyaan ditanyakan olej ibu Tuti kepada atasan saya dan guru yang ada di ruangan tersebut. Ibu Tuti menanyakan tentang toilet baru dan asal usul pembiayaannya. Kepala sekolah menjelaskan bahwa boleh dibangun toilet baru di ruang kerja kepala sekolah berdasarkan arahan tim BOS dari pejabat dinas yang yang bernama pak Sukri dan ibu Dian.
 
Semua pertanyaan tentang gaji dan tentang kegunaan dana BOS itu lebih banyak di jawab oleh rekan kerja saya, pak Hayat Baidillah Zikri. Ketika bu Tuti bertanya, apakah bapak ibu gajinya telah dibagikan semua? Saya menjawab bahwa gaji saya belum di bayar dari bulan Maret sampai April. Sebelumnya gaji saya bulan Februari pun telat saya terima yaitu pada minggu kedua bulan Maret .
 
Kemudian pada Selasa pagi, 12 Mei 2020 saya dipanggil oleh kepala sekolah dan bendahara untuk menerima pembagian gaji bulan April dan insentif bulan Januari. Saat itu saya mendapat perlakuan intimidasi dan ancaman pemecatan oleh atasan dan bendahara. Hal ini dikarenakan saya mempertanyakan keterlambatan pembayaran gaji saya bulan Maret. Mereka menjelaskan saya tidak bisa dibayar karena saya belum S-1 dan tidak ada surat keterangan kuliah. Padahal teman saya yang tidak memiliki NUPTK telah menerim gaji bulan Maret. Sebelumnya, kepala sekolah menjelaskan pada saya bahwa teman saya itu juga tidak boleh juga diberikan. 
 
Senin, 18 Mei 2020 saya kembali diintimidasi oleh atasan. Hape saya dirampas dan di paksa untuk menghapus bukti rekaman kejadian yang saya alami saat itu. Bendahara langsung menelpon pengacaranya setelah merampas hape saya .
Saat itu bendahara Bendahara melihat saya merekam pertemuan kami dan kepala sekolah membiarkan. 
 
“Biar saja. Kita pun merekam juga buat kita,” kata kepala sekolah kepada Bendahara. Tapi ternyata Bendahara tidak melakukan merekam.
 
Kepala Sekolah menelpon bu Dian salah satu tim Dana BOS  dari Dinas Pendidikan Kota, kemudian memberikan teleponnya kepada saya untuk berbicara kepada langsung dengan bu Dian. Dalam pembicaraan, bu Dian berkata kepada saya, “Jika ada masalah kenapa tidak melapor ke dinas? Kenapa harus mengadu ke luar,” katanya.
 
Atasan kemudian membuat penawaran kepada saya untuk memilih, apakah saya memilih organisasi saya atau sekolah. Pada akhir pembicaraan ia selalu menyudutkan saya. Akhirnya hape saya dikembalikan. Ia memaksa saya untuk menghapus rekaman itu. 
 
Dengan rasa terpaksa saya menghapus rekaman itu karena saya diapit oleh kepala sekolah di sebelah kanan dan bendahara di sebelah kiri. Saya disuruh oleh kepala sekolah untuk datang ke kantor Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, padahal saya tidak menerima surat undangan dari dinas yang mengatakan agar saya datang ke kantor dinas.
 
Pada hari Selasa, 19 Mei 2020, saya tidak pergi ke kantor dinas kota karena saya sakit dan merasa tidak menerima surat panggilan maupun surat undangan dari dinas.
 
Kemudian pada hari Senin 8 Juni 2020, saya di panggil ke ruang kepala sekolah untuk mengambil uang insentif bulan Februari. Saat itu juga saya mendapat intimidasi dari kepala sekolah karena saya tidak mau menanda tangani surat yang berisi  bahwa saya telah dibina oleh bapak pengawas sekolah dan tidak akan pernah lagi berbicara tentang apapun masalah sekolah kepada pihak luar  yaitu LSM. Dalam surat yang harus saya tanda tangani menyebutkan bahwa saya mengadu ke pihak luar. Padahal yang terjadi saya tidak mengadu ke luar.
 
Keesokan harinya saya di suruh menceritakan persoalan yang saya alami di depan semua guru-guru dan kepala sekolah mengenai gaji saya yang di tahan oleh Bendahara. Saya dituduh mengadu ke LSM karena gaji saya ditahan. Saya tidak tahan dengan intimidasi itu sampai perut mual dan muntah.
 
Tanggal 10 Juni 2020  saya melaporkan Atasan dan Bendahara saya ke pihak polisi untuk meminta perlindungan sebagai Guru Honor dan Warga Negara yang terancam di tempat saya bekerja.
 
Besoknya saya dipanggil ke ruang kepala sekolah karena ada wartawan bernama Romi dari media bernama Nusa Persada meminta saya untuk menceritakan kasus saya. Saya diminta mengakui bahwa telah mengadukan pada pihak luar tentang penahanan gaji saya oleh bendahara. Saya masih juga merasakan intimidasi dan dipaksa untuk berbicara.
 
Kemudian pada 17 Juni saya dipanggil menemui Kepala Sekolah, wakilnya dan bendahara koperasi. Saya diminta istirahat dulu  di rumah dan tidak dibagi tugas untuk mengajar. Kepala Sekolah mengatakan, Bendahara merasa tak nyaman berada di sekolah ini kalau saya masih di sekolah ini. Saat di ruang rapat saya juga diminta keluar karena kepala Sekolah merasa tidak nyaman ada saya diruang rapat. 
 
Pada 20 Juni 2020 saya datang ke sekolah dan meminta surat pemberhentian diri saya. Namun atasan saya tidak memberikan surat itu. Menurutnya surat itu tidak bisa dia berikan bulan Juni. Karena kalau diberikan di bulan Juni maka gaji saya bulan Juni tidak bisa diberikan. Atasan saya mengatakan surat pemecatan itu akan diberikan tanggal 1 Juli. Namun sampai saat ini saya belum diberikan surat pemecatan saya. Sedangkan gaji saya bulan Juni telah diberikan pada tanggal 29 Juni kemarin. 
 
Lapor Polisi
 
Akhirnya, pada 4 Juni 2020, saya melaporkan kepala sekolah dan bendahara ke Polsek Tenayan Raya atas ancaman pemecatan, perampasan hape dan penghilangan bukti dan, intimidasi yang dilakukan. 
 
Oleh polisi, malah saya di suruh untuk berdamai tapi saya tidak mau. Saya ingin meminta hukum ditegakkan dan ingin mendapatkan keadilan. Pada 4 Juli Polsek Tenayan Raya memberikan surat SP2HP dari. Saat saya menerima surat SP2HP saya telah di pecat oleh kepala sekolah dan wakilnya. Hal ini saya sampaikan ke petugas polisi. Namun petugas menjawab bahwa pemecatan itu bukan urusan kepolisian.
 
Pada  9 Juli 2020, saya menerima telpon dari Polsek Tenayan Raya meminta saya datang besoknya, Jumat 10 Juli 2020 ke Polsek Tenayan Raya. Saya bertanya untuk apa saya diminta datang ke Polsek Tenayan Raya dan dijawab untuk bertemu dengan kepala sekolah dan bendaharanya. 
 
Saya bertanya lagi, apakah mereka telah di panggil ? Polisi menjawab bahwa mereka telah dipanggil pada tanggal 8 Juli dan 9 Juli. Padahal pada tanggal 8 Juli 2020 Kepala Sekolah dan semua majelis guru pergi jalan-jalan merayakan kemenangan. 
 
Saya juga belum menerima SP2HP lanjutan tentang pemanggilan saksi terlapor dan saksi lainnya serta  langkah selanjutnya tentang perkara yang saya laporkan, apakah diadakan gelar perkaranya. Penyidik di Polsek kembali menghubungi saya 10 Juli 2020 meminta saya datang. Saya tidak bisa datang karena kondisi saya sedang sakit.

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru