Jumat, 29 Maret 2024

Demokrasi Dalam Pilgub Papua Makin Mantap

Pasangan petahana Lukas Enembe (kanan) dan Klemen Tinal (kiri) dalam Pilkada serentak di Papua 2018. (Ist)

Pilkada serentak 2018 di Papua telah usai. Dibawah ini Pares L. Wenda, seorang pemerhati sosial politik di Papua, tinggal di Jayapura menyampaikan laporannya kepada pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh : Pares L. Wenda

MASYARAKAT Papua di 28 Kabupetan dan 1 Kota telah menyalurkan hak politiknya dengan memilih Gubernur Papua secara demokratis. Hak politik mereka disalurkan dengan sangat baik, termasuk Pilkada di 6 kabupaten lainnya (Kabupaten Puncak, Mamberamo Tengah, Jayawijaya, Timika, Dogiyai, dan Biak) minus 1 yang ditunda yaitu Kabupaten Paniai. Pada 27 Juni 2018 tanpa ada gangguan keamanan yang cukup berarti seperti prediksi sebelumnya oleh aparat keamanan dari Pusat kendali keamanan di Jakarta dan di Provinsi Papua.

Pemetaan kerawanan konflik yang dilakukan oleh aparat keamanan itu dianggap wajar karena pilkada dari tahun 2005-2010 telah mewarnai konflik pilkada di Papua yang cukup menguras energi aparat keamanan, pemerintah daerah, dan masyarakat Papua.

Sebelum pilkada Kabupaten dan Pilgub 2018 beberapa daerah sempat mewarnai konflik-konflik yang merusak fasilitas umum dan melukai beberapa warga serta material. Dalam proses dan pasca pilkada juga terjadi aksi kekerasan yang dilakukan oleh OTK seperti di Distrik Torere Kabupaten Puncak Jaya yang mengorbankan seorang anggota kepolisian.

Namun, terhadap proses pilgub dan pilkada kabupaten itu sendiri berjalan aman dan tertip. Beberapa media online terutama media KPU sempat membuat kegaduhan di masyarakat tetapi portal resmi KPU RI itu pada akhirnya ditutup dengan alasan diretas oleh orang tak bertanggungjawab. Terutama terhadap hasil Pilgub Papua. Pilgub akhirnya dimenangkan oleh pasangan petahana Lukas Enembe dan Klemen Tinal. Dari hasil rekapitulasi hasil dari 1 Kota dan 28 Kabupaten dimana Lukmen mengantongi suara signifikan yaitu 1.939.539 (67,54%) suara, Pasangan No.Urut 2 memperoleh 932.008 (32,45%) suara, Total suara sah 2.871.547.

Menurut predikdi Tim Lukmen Jilid II kemungkinan sangat kecil Pasangan Jhosua membawah masalah Pilgub Papua ke MK, namun faktanya pasangan Jhosua membawah masalah Pilgub Papua ke MK dengan Nomor Registrasi Perkara 59/1/PAN.MK/2018 tampak di dalam laman Resmi MK.

Tidak Ada Kecurangan

Sebagai seorang pemerhati Pilkada di Provinsi Papua sejak 2013, penulis melihat bahwa pemilihan umum Pilgub dan Pilkada di 7 Kabupaten berjalan aman dan tertib. Melihat hasil pemilihan dan penghitungan suara dari TPS, ke PPD, ke KPU masing-masing Kabupaten/Kota berjalan lancar, tertib, dan tidak ada kecurangan yang terjadi.

Misalnya pelaksanaan penghitungan suara di 39 TPS di kelurahan Waena Kota Jayapura. Penulis melakukan pengamatan langsung, dalam proses penghitungan suara berjalan cukup baik. Penulis pun mengamati penghitungan suara di PPD Distrik Heram penghitungan C1 yang saksi PPD dari pasangan calon pegang ditangan dan hasil penghitungan c1 Hologram dari TPS tidak ada yang berubah walau satu angka pun. Penulis juga melakukan pengamatan langsung ke KPU Kota di Grand Abe Hotel saat Pleno KPU Kota Jayapura berlangsung sehari dari jadwal. Sebelumnya dua hari penulis melihat tidak ada perubahan yang terjadi, perolehan suara masing-masing kandidat.

Penyelenggara melaksanakan tugas dengan sangat baik, professional dan ini merupakan bagian dari edukasi politik, demokrasi dan hukum yang ditujukan oleh penyelenggara dari tingkat TPS sampai pada KPU. Penulis sesungguhnya berharap agar penyelenggara di tingkat KPPS, PPD dan KPU di beberapa daerah yang berhasil perlu diberi penghargaan tanda jasa mereka di dalam perjuangan mereka mendorong pembangunan demokrasi di Papua. Terutama rekan-rekan kerja di wilayah Distrik Heram di Kota Jayapura ini.

Kota Jayapura menjadi barometer pembangunan politik, demokrasi di Papua, terhadap petugas pelaksana di lapangan baik pemerintah daerah, panitia pelaksana sudah melakukan tugas dan fungsinya dengan baik. Yang kurangnya, penulis melihat partisipasi warga yang kurang disebabkan beberapa hal. Pertama kurang sosialisasi kepada mereka baik dari penyelengara maupun tim sukses, mengapa pentingnya pilkada dari sisi penyelenggara dan mengapa harus memilih kandidat 01 atau 02 oleh tim sukses.

Kedua, seorang pengamat mengatakan bahwa kurangnya warga ke TPS atau mereka ke TPS dan menentukan pilihan mereka kepada kandidat 01 dan/atau 02 juga ditentukan oleh faktor motivasi. Motivasinya ini banyak hal, salah satunya adalah mungkin saya kenal paslon 01 atau 02 jadi pilihan saya kepada dia. Atau paslon A dari daerah A dan paslon B dari daerah B, sehingga kami memilih mereka ini dari sisi orang Papua.

Dari sisi orang pendatang saya akan dapat apa dari si paslon A, atau saya sudah pernah dapat apa dari paslon B! Ini adalah asumsi dasar yang menjadi motivasi pemilih menentukan pilihan mereka atau juga tidak datang ke TPS menyalurkan aspirasi mereka.

Pengamatan penulis terhadap warga pendatang setiap TPS beragam, tetapi umumnya yang ada di wilayah mereka perolehan suara sangat rendah dari DPT yang ada di setiap TPS, angkanya antara 50-80 suara yang disalurkan kepada kandidat 01 maupun kandidat 02. Rata-rata pemilih pada TPS-TPS yang didominasi oleh mereka, mereka memenangkan paslon 02. Sementara TPS di OAP fifty-fifty. Ada yang memenangkan Lukmen di setiap TPS secara mutlak, ada juga yang memenangkan pasangan Jhosua secara masif. Artinya bahwa memang animo OAP terhadap pemilihan Gubernur sangat tinggi, tetapi ada juga OAP yang malas tahu, tidak mau memilih keduanya, menurut mereka sama saja. Setiap orang punya hak politik.

Tentu data seperti ini belum bisa dijadikan tolak ukur atau diterima karena pemantauan yang penulis lakukan secara independen tidak mewakili siapapun, atau lembaga manapun. Kita berharap terhadap hasil pilgub Papua maupun pilkada kabupaten di Provinsi Papua ada lembaga pemantau yang telah ditugaskan oleh KPU dapat merilis hasil pemantauan mereka. Namun beberapa catatan yang dimunculkan disini juga diduga akan menjadi atensi mereka dengan data yang valid, dengan analisa yang akurat.

Berharap sekali Pilkada tahun-tahun mendatang setiap warga negara di Provinsi Papua menyalurkan hak pilihnya. Artinya pembangunan demokrasi di Papua menjadi tanggungjawab bersama baik rakyat, pemerintah dan penyelenggara.

Terhadap hasil saat ini, opini publik yang berkembang adalah pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota, dikembalikan ke DPRD sudah tidak relavan lagi. Karena yang perlu dilakukan adalah pemantapan regulasi, pemilihan petugas yang kredibel baik panitia pelaksana di KPPS, PPD dan KPU demikian juga pada Panwas sebagai lembaga yang melaksanakan pengawasan. Tidak berbangga juga, namun pengawalan pembangunan demokrasi yang dilakukan oleh setiap orang termasuk penulis sedikit demi sedikit mulai ada hasil di Provinsi Papua ini.

Siapapun yang terpilih nanti menjadi Gubernur Papua lima tahun ke depan mari rangkul lawan politik ke dalam pelaksanaan pembangunan. Kita ingin melihat apa yang dilakukan Samuel Tabuni sebagai salah satu kandidat Bupati Nduga yang kalah, namun menyampaikan selamat kepada Bupati terpilih dan tidak membawa pelanggaran Pilkada ke ranah hukum di MK menjadi motivasi bagi kandidat yang nantinya kalah di dalam pilkada kali ini.

Kondisi ini harus terjadi dalam Pilgub Papua sekarang dan pilkada kabupaten di 7 daerah lainnya. Sehingga wajah demokrasi betul-betul kita tunjukan kepada Republik ini dari Papua.

Kedua, kita harus lawan budaya “Lawan Kotak Kosong”, budaya ini di satu sisi aturan memberikan jaminan, atau garansi, tetapi disisi yang lain mematikan hak politik dan hak demokrasi itu sendiri. Kader terbaik lain tidak mendapat ruang sedikitpun untuk berpartisipasi dalam proses Pilkada. Warga masyarakat tidak bisa menyalurkan hak pilih mereka terhadap kandidat yang ingin dipilihnya.

Hal lain adalah sistem noken harus dihilangkan dengan alasan apapun di wilayah Lapago dalam jangka panjang. Rakyat terus maju, infrastruktur darat dan udara terus membuka akses isolasi daerah sebagai konsekwensi dari pemekaran daerah otonom baru dan pelaksanaan pembangunan daerah di wilayah-wilayah itu. Karena sistem ini tidak lahir dari budaya lokal. Kiranya tulisan ini bisa memberikan nilai tambah bagi pembangunan demokrasi di Papua. Semoga.

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru