JAKARTA – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan kritik tajam terhadap dampak pembangunan masif yang terjadi di Jakarta dan Tangerang. Dalam Rapat Gubernur Forum Kerja Sama Daerah Mitra Praja Utama (FKD MPU) yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (17/6/2025), Dedi menyoroti kondisi infrastruktur di Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, yang ia sebut rusak parah akibat distribusi material bangunan ke kota-kota besar.
“Tumbuhlah hotel-hotel, area perumahan mewah yang itu memberikan multiplier effect ekonomi bagi lingkungan, meningkatkan pendapatan pajak daerah. Tetapi Parung Panjang-nya mengalami problem,” ujar Dedi.
Parung Panjang selama ini dikenal sebagai daerah hulu yang memasok material konstruksi untuk proyek-proyek besar di Jakarta dan Tangerang. Aktivitas distribusi material ini dilakukan menggunakan truk-truk tambang berkapasitas besar yang lalu-lalang setiap hari di jalan-jalan kampung, menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur jalan. Tak hanya itu, polusi debu yang dihasilkan dari aktivitas tersebut turut memicu peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di kalangan warga.
“Infrastrukturnya hancur total, masyarakatnya kena ISPA,” kata Dedi.
Menurut Dedi, dibutuhkan dana hingga Rp 1,2 triliun untuk membangun infrastruktur yang layak di Parung Panjang. Namun, ia menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak dapat menanggung beban tersebut sendirian, mengingat wilayah Jawa Barat terdiri atas lebih dari 600 kecamatan.
“Baru tahun ini pemerintah provinsinya turun tangan menangani. Kalau dibuat jalan bermutu itu memerlukan Rp 1,2 triliun. Tetapi tidak mungkin Jawa Barat Rp 1,2 triliun untuk recovery satu kecamatan,” jelasnya.
Haruskah Jakarta dan Banten Ikut Bertanggung Jawab?
Dedi menilai bahwa harus ada kesadaran kolektif dari daerah-daerah yang mendapat manfaat pembangunan, seperti Jakarta dan Banten.
Ia menekankan perlunya kolaborasi antar-pemerintah daerah untuk mengatasi dampak negatif yang ditanggung oleh wilayah hulu seperti Parung Panjang.
“Harus ada yang dibicarakan dengan Tangerang dan DKI. Pertumbuhan pembangunan yang terjadi di Jakarta yang melahirkan multiplier effect dan lahirnya orang-orang kaya baru di bidang properti, itu melahirkan kemiskinan dan residu pembangunan penderitaan bagi rakyat Jabar. Harus ada recovery yang dilakukan secara bersama,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama.
“Pokoknya kalau kolaborasi, Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dengan siapa saja siap,” ujar Pramono.
Sementara itu, Bupati Bogor, Rudy Susmanto, menyatakan bahwa pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran dan memulai tahapan perbaikan infrastruktur.
Beberapa proyek jalan di Parung Panjang sedang dalam tahap lelang dan ditargetkan selesai pada 2025.
“Yang kita lakukan adalah tahapan-tahapan realokasi anggaran. Salah satunya adalah proses lelang untuk beberapa pemeliharaan dan pembangunan jalan di wilayah Parung Panjang,” kata Rudy.
Perbaikan telah dimulai pada tujuh ruas jalan strategis, di antaranya: Jalan Pingku – Kampung Asem Kuda (2,5 km) Jalan Caringin – Cilaketan – Parung Panjang (2,32 km) Jalan Lumpang – Cikuda (2,98 km) Jalan Prumpung – Gunung Sindur – Cicangkal (2,80 km) Jalan Cicangkal – Maloko (2,01 km) Jalan Kampung Sawah – Janala, Rumpin (2,73 km) Jalan Janala – Lebakwangi, Cigudeg (7,80 km).
Rudy berharap seluruh proyek tersebut dapat selesai tepat waktu dan meningkatkan kenyamanan serta keselamatan warga Parung Panjang.
“Tugas masyarakat adalah mengawasi bersama-sama dan tentunya program yang baik kita dukung bersama-sama,” tutupnya.
213 Orang Tewas
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, aktivitas truk tambang di wilayah Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kembali menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Hal ini terjadi setelah sejumlah kecelakaan lalu lintas terus berulang di jalur utama yang padat oleh kendaraan berat.
Data menunjukkan bahwa antara tahun 2018 hingga 2025, sedikitnya 213 orang kehilangan nyawa akibat kecelakaan lalu lintas di jalur Parung Panjang.
Insiden terbaru terjadi pada Sabtu (31/5/2025) malam, ketika seorang pria tewas setelah terlindas ban truk tambang di Jalan Moh Toha, Kecamatan Parung Panjang.
Minimnya pengawasan terhadap aktivitas tambang serta buruknya kondisi infrastruktur jalan menjadi faktor utama yang memicu jatuhnya korban jiwa.
Ketua Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) Kabupaten Bogor, Junaedi Adhi Putera, menilai insiden-insiden tersebut mencerminkan kelalaian pemerintah dalam melindungi keselamatan warganya.
“Peristiwa seperti ini akan terus terjadi selama pokok persoalannya tidak diselesaikan oleh pemerintah. Baik pusat, provinsi, maupun kabupaten telah abai terhadap keselamatan masyarakat,” ujar Junaedi, Jumat (6/6/2025).
Menurut Junaedi, warga yang tinggal dan beraktivitas di sepanjang jalur Parung Panjang terpaksa berhadapan dengan lalu lintas padat truk tambang setiap hari.
Kondisi ini tidak hanya menurunkan kualitas hidup masyarakat, tetapi juga sering berujung pada kecelakaan lalu lintas.
Tambang Timbulkan Penyakit ISPA
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa banyak warga sekitar yang mengalami gangguan kesehatan, seperti penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), akibat polusi debu dan asap dari truk tronton yang berlalu-lalang setiap harinya.
“Selama bertahun-tahun, warga menghirup debu dan asap kendaraan,” kata Junaedi.
“Saat ini, masyarakat harus berjibaku dengan aktivitas truk tambang di jalan raya, yang mengakibatkan kecelakaan berulang dan korban terus berjatuhan,” tegasnya.
Junaedi juga menilai pemerintah hanya setengah hati dalam menangani persoalan ini. Ia mengingatkan bahwa solusi telah tersedia dalam kerangka hukum yang ada.
“Bila mau serius, tinggal implementasikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Itu sudah mengatur segala aspek terkait lalu lintas dan pengguna jalan. Tapi sayangnya, tidak dijalankan secara maksimal,” ujarnya.
Selain itu, Junaedi menyoroti keberadaan Peraturan Bupati (Perbup) Bogor Nomor 56 Tahun 2023 tentang pembatasan jam operasional truk tambang.
“Perbup ini juga sama saja, hanya menjadi hiasan kebijakan. Di lapangan tidak ada penegakan, truk-truk tetap bebas melintas di luar jam operasional,” ucapnya.
AGJT mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah nyata, termasuk penertiban kendaraan tambang yang tidak sesuai ketentuan serta peningkatan pengawasan di lapangan.
“Kalau pemerintah serius, ini bukan hal yang sulit. Tapi faktanya, keselamatan warga masih dikorbankan. Sampai kapan ini akan terus dibiarkan?” pungkasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)