JAKARTA- Penyakit Ebola di Kongo Afrika pada tahun 1976, bermula di daerah Boende. Walaupun kini wabahnya berada di Sierra Leonne, Guinea, Liberia dan juga belakangan Nigeria. Dalam beberapa hari ini, dipublikasikan bahwa di Kongo di daerah Boende juga ditemukan penyakit yang disebut Ebola-like illness.
“Pasien penyakit ini juga mengalami demam, perdarahan dari telinga dan hidung dan diare, hampir sama seperti gejala Ebola. Sampai kemarin ada 592 kasus penyakit ini, 70 diantaranya meninggal dunia, termasuk seorang dokter dan 4 petugas kesehatan lainnya,” demikian Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama kepada Bergelora.com Di Jakarta Selasa (26/8).
Hari Jumat kemarin sampel dari kasus sudah sampai ke laboratorium Kementerian Kesehatan Congo untuk dianalisa. Menteri Kesehatan dan Kepala CDC Congo serta team WHO sudah langsung turun langsung ke lokasi. Sejauh ini dugaannya bukan Ebola, tapi masih harus menunggu konfirmasi laboratorium.
“Dalam kaitan internasional maka kita terus mengamati berita ini. Potensi penularan perlu diwaspadai karena Kongo relatif lebih besar dan banyak kontak ke dunia internasional,” ujarnya
Lebih lanjut ia mengingatkan untuk jamaah haji agar menjadikan MERS CoV tetap sebagai kewaspadaan utama. Ebola perlu diperhatikan.Walaupun ada lima alasan yang membuat kemungkinan penularan Ebola ke daerah Haji memang terbatas.
“Adanya penyakit baru Ebola-like illness ini, namun yang sejauh ini belum ada pembatasan perjalanan ke Arab Saudi,” jelasnya.
Obat Dari Tembakau
Sebelumnya ia menjelaskan bahwa obat untuk Ebola yang bernama ZMapp berisi 3 jenis antibodi monoklonal yang di proses di tanaman, antara lain Nicotiana benthamania. Tanaman ini adalah suatu jenis khusus daun tembakau yang digunakan untuk penelitian agroinfiltration, dimana rekombinan agrobacterium digunakan untuk memasukkan bahan genetik baru ke dalam tanaman. ZMapp juga merupakan koktail kombinasi antara beberapa obat lain, yaitu MB-003 dan ZMab.
“Mekanisme kerjanya belum sepenuhnya diketahui, mungkin menghambat virus memperbanyak diri, atau melakukan neutralisasi virus itu,” ujarnya.
Menurut Tjandra Yoga, untuk dapat kemudian diakui khasiat dan keamanannya serta digunakan secara luas, maka obat ini masih memerlukan proses penelitian, yaitu uji klinik fase 1, fase 2 dan fase 3.
“Tentang hasil pengobatan yang sementara ini cukup baik pada ke dua pasien Amerika , maka masih ada 2 kemungkinan. Pertama, memang obat eksperimen ini memberi hasil, atau kedua, memang pasien2 ini tergolong dalam 40% pasien Ebola yang sembuh. Seperti diketahui maka sekitar 60% pasien Ebola sekarang meninggal dunia, artinya sekitar 40% lainnya memang sembuh. Jawaban pastinya masih membutuhkan penelitian yang seksama. Di sisi lain ada juga pertanyaan, bahwa kenapa obat ini diberikan ke petugas Amerika Serikat dan tidak diberikan ke penduduk Afrika yang sakit Ebola,” ujarnya. (Calvin G. Eben-Haezer)