Oleh : Saiful Bahri
Masih banyak orang berusaha menutupi dan abai terhadap keberadaan ISIS di Indonesia. Padahal sudah ada ancaman terhadap Pancasila dan NKRI. Sudah ada demonstrasi terbuka, teror bom sampai pelatihan perang gerilya dan pertempuran bersenjata di Sulawesi Tengah. Pengambilalihan kota Marawi di Filipina Selatan secara tiba-tiba membuka mata setiap orang,–tentang bahaya mengabaikan keberadaannya di Indonesia. Seorang pengamat sosial politik, Syaiful Bahri yang juga mendalami gerakan Islam di Indonesia,– membedah keberadaan ISIS dalam 3 tulisan bersambungnya di akun Facebook-nya (Redaksi)
Menjawab pertanyaan pertama saya dari tulisan sebelumnya, yakni apakah ISIS dan jaringannya memang nyata ataukah hanya isapan jempol semata? Ataukah organisasi tsb hanya sebuah ciptaan dan boneka dari negara-negara superpower? Di medsos pun bertebaran analisis tentang ISIS yang sesungguhnya ciptaan politik invasi militer AS beserta sekutunya.
Teori konspirasi memang paling menarik untuk digunakan menganalisis fenomena politik baik di tingkat nasional maupun internasional. Bahkan teori konspirasi sudah menjadi candu bagi para analis politik kontemporer. Karena kajiannya yang penuh misteri dan kontroversial dengan opini umum masyarakat awam. Sehingga punya daya tarik sendiri untuk disajikan dan dikonsumsi oleh media dan publik. Saya tidak mau berpanjang lebar mempersoalkan keabsahan atau keilmiahan teori konspirasi ini dalam analisis politik. Karena dalam dunia sosial-politik memang tidak ada yang bisa kita pastikan kevalidan kebenarannya.
Jika ada pengamat menyampaikan pendapatnya tentang ISIS sesungguhnya adalah boneka dari politik luar negeri AS beserta sekutunya. Analisis semacam itu terlalu menyederhanakan persoalan dan realitas yang terjadi di lapangan. Karena fenomena politik tidak bersifat tunggal dan berdiri hanya pada suatu peristiwa. Fenomena politik bersifat jamak dan kompleks.
Terkadang satu fenomena dengan fenomena lainnya dalam periode waktu saling berhubungan namun di lain waktu tidak ada hubungannya atau saling bertentangan. Jadi kalo ada pengamat politik yang baru melihat satu fenomena atau rentetan fenomena lantas mengambil kesimpulan bahwa ISIS itu adalah rekayasa atau boneka dari kepentingan politik negara adidaya maka menurut saya terlalu “gegabah”. Sama halnya ketika bom bunuh diri kampung Melayu terjadi banyak juga komentar atau sok2an menganalisis itu sebenarnya kerjaan intelijen, maka ini salah satu contoh penggunaan teori konspirasi yang paling bodoh. Tetapi sayangnya masyarakat sosmed kita sangat senang dengan analisis2 teori konspirasi untuk menjelaskan suatu fakta dan peristiwa.
Kembali kepada pertanyaan semula. ISIS dan gerakannya mengandung beberapa fenomena: ada ideologi, ada politik identitas, ada pola dan struktur gerakan, ada pilihan taktik perjuangan, ada aspek sejarah yang melatarbelakanginya, ada kepentingan banyak pihak yang terlibat dan mengambil keuntungan, dan masih banyak lagi faktor dan aspek yang harus dikaji dan dianalisis mengenai eksistensi ISIS tersebut. Sehingga kita tidak bisa memahami hanya dengan mengandalkan teori konspirasi semata, apalagi analisis konspirasi yang ngawur, hanya mengandalkan foto, penggalan ucapan/percakapan tokoh-tokoh politik.
Jika kita runut latar belakang sejarah, pola gerakan, perjalanan politik ideologi dan identitas, dll. Jelas ISIS sebagai sebuah organisasi dan gerakan perlawanannya ada dan nyata. Dia memiliki eksistensinya sendiri. ISIS bukan barang mati yang dibuat, dipakai dan dibuang jika tidak diperlukan lagi. Dia itu organ perjuangan yang hidup dan memiliki dinamikanya sendiri.
Persoalan dalam perjalanan perjuangannya ada saling menunggangi kepentingan antara ISIS dengan negara-negara adidaya seperti AS dan sekutunya. Itu pasti ada dan pasti terjadi. Misal, kepentingan perdagangan senjata baik oleh AS, Rusia, Inggris, dll. Atau kepentingan perebutan sumberdaya alam seperti migas, pasti ada. Kalau tidak terjadi bagaimana mungkin ISIS mempunyai persenjataan yang canggih dan pasukan yang terlatih untuk menghadapi kekuatan militer negara-negara yang mereka ingin jatuhkan. Semua itu pasti ada transaksi kepentingan khususnya dalam perdagangan senjata.
Pertanyaannya, apakah karena ISIS mendapat pasokan senjata dari negara-negara AS atau Rusia terus bisa kita simpulkan ideologi “Khalifah/khilafah” tidak ada?? Apakah cita-cita mereka untuk mewujudkan tatanan dunia dan masyarakat baru yang sesuai dengan ideologi dan ajaran mereka tidak ada?? Apakah militansi mereka sampai menebar bom bunuh diri dan melakukan perjuangan bersenjata hanya merupakan mainan saja sebagai boneka AS dan Rusia?? Apakah para analis atau teoritkus konspirasi pernah menyelami pikiran, ajaran, keyakinan dan mimpi-mimpi mereka tentang sebuah dunia baru yang mereka cita-citakan?
Jadi sekali lagi tidak sederhana hanya mengatakan ISIS adalah bagian dari konspirasi dan permainan politik AS dan sekutunya. Kalau kita terlalu naif percaya dengan politik konspirasi maka seluruh peristiwa dan fenomena yang terjadi saat ini hanyalah sebuah “game” semata. Dan anehnya masyarakat kita paling suka mengkosumsi analisis-analisis yang spekulatif dan konspiratif. Sementara realitas sosial politik memiliki jalan sejarahnya sendiri di luar dari pikiran kita.

