JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah meminta seluruh pemerintah daerah untuk memantau warga negara Indonesia (WNI) yang kembali dari Suriah.
Permintaan ini sekaligus menindaklanjuti harapan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Polisi Suhardi Alius kepada pemda agar membantu mengoptimalkan pencegahan aksi-aksi terorisme di daerah.
“Terkait yang disampaikan Kepala BNPT tentang permohonan kepada kepala daerah untuk melakukan pembinaan terhadap WNI dari Suriah, Kemendagri sudah membuat radiogram, sudah tiga kali, dan mengirimkannya kepada bupati dan wali kota,” ujar Tjahjo di Jakarta, Senin (3/7) malam.
Menurut Tjahjo Kumolo, dalam pesan tertulis resmi yang dikirimkan melalui radio tersebut, Kemendagri telah meminta kepada kepala daerah dan jajaran pemda, yakni Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), untuk ikut memantau serta mendata warga yang baru kembali dari negara tempat kelompok radikal ISIS bermarkas tersebut.
Mendagri juga berpesan kepada pemda untuk mengoordinasikan permintaan pengawasan tersebut dalam forum koordinasi pimpinan daerah (Forkompimda) tingkat kabupaten dan kota.
“Sebagaimana kasus Gafatar dulu, saat akan dipulangkan ke daerah dan dikumpulkan di Cibubur, Kemendagri mengundang kepala daerah menjemput warganya. Dengan demikian mereka tahu warganya tinggal dimana setelah dikembalikan ke daerah asal, yang dapat mempermudah memantau warganya,” ujarnya.
Program Deradikalisasi
Sebelumnya, kepada Bergelora.com dilaporkan, Kepala BNPT Suhardi Alius mengatakan hingga kini pihaknya mencatat sudah ada ratusan WNI yang kembali dari Suriah, yang telah menyebar di seluruh Indonesia. Terkait dengan itu, Suhardi menambahkan, WNI tersebut perlu mengikuti program deradikalisasi terlebih dahulu, sebelum dikembalikan ke tempat tinggal masing-masing.
“Siapa yang menjamin mereka tidak radikal? Sebagai pencegahan, kami kasih pencerahan dan diberikan program deradikalisasi,” ujar dia di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (3/7)
Menurut Suhardi, sebelum mengikuti program deradikaliasi, para WNI itu lebih dulu menjalani sistem verifikasi dari BNPT. “Kami verifikasi, lalu kami kasih pencerahan di Bambu Apus selama satu bulan, baru kami antar mereka sampai ke rumah masing-masing,” katanya.
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, penegak hukum di Indonesia tengah mewaspadai 1.000 Warga Negara Indonesia yang akan kembali ke Indonesia dari Timur Tengah, termasuk Suriah. Sebab, bisa saja di antara mereka adalah kombatan ISIS (Islamis State of Iraq and Syria) yang melakukan divergensi.
Kekhawatiran itu sendiri didasari beberapa hal. Selain dikarenakan masih banyaknya aksi teror di Indonesia, juga dikarenakan mulai melemahnya kekuatan ISIS di Suriah. Biasanya, jika posisi sebuah organisasi teroris melemah di pusatnya, maka organisasi tersebut akan memecah dirinya, mengirimkan sejumlah anggotanya ke daerah asal untuk melanjutkan aksinya.
Kendala yang dihadapi BNPT saat ini adalah tidak ada aturan yang bisa digunakan untuk memilah orang-orang yang dicurigai sebagai alumnus ISIS alias kombatan teroris.
“Kami kan belum punya undang-undang yang mendukung,” ujar Suhardi.
Namun demikian, BNPT tetap berupaya melakukan antisipasi masuknya penumpang gelap dalam rombongan WNI dari Timur Tengah. Salah satunya dengan memperkuat kerjasama pengawasan bersama pemerintah Turki. Sebab selama ini WNI yang masuk ke Suriah kerap melalui Turki.
“Kami berharap pemerintah Turki memberikan informasi lebih awal (perihal WNI yang akan pulang dari Suriah via Turki),” katanya. (Web Warouw)