JAKARTA- Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2/2017 Tentang Ormas Anti Pancasila pada 10 Juli 2017 untuk menjawab persoalan mendesak bangsa Indonesia. Perppu ini diterbitkan karena ada situasi darurat yang mengancam eksistensi bangsa akibat adanya ormas yang anti Pancasila dan meresahkan masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/7).
“Perppu No 2/2017 diterbitkan karena Undang-Undang Ormas No 17/2013 sudah tidak dapat mengatasi ormas-ormas anti Pancasila. Perppu ini diterbitkan agar pemerintah dapat lebih leluasa dan membina ormas-ormas yang ada,” tegas Wiranto.
Menko Polhukam menjelaskan bahwa ada azas contrario active, yaitu lembaga yang yang memberikan ijin dan pengesahan ormas, maka lembaga itu dapat mencabut ijin pada saat ormas yang bersangkutan sudah dianggap melanggar ketentuan tertentu.
“Dengan terbitnya Perppu ini pemerintah berharap masyarakat tenang dan menerima dengan pikiran jernih dan matang,” katanya.
Ia menegaskan Perppu ini tidak sama sekali membatasi kegiatan ormas dan nyata memberikan manfaat. Perppu No 2/2017 Tentang Ormas Anti Pancasila juga bukan merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah, tapi semata-mata untuk merawat kesatuan dan persatuan bangsa dan menjaga eksistensi bangsa dan negara Republik Indonesia yang sedang membangun dalam persaingan global yang sangat ketat.
“Jadi bukan kesewengan-wenangan dan bukan juga untuk mengancam kebebasan ormas untuk berekspresi tapi untuk menjaga kesatuan dan persatuan eksistensi Republik Indonesia,” tegasnya.
Perppu ini juga menurut Wiranto tidak bermaksud untuk mendeskreditkan ormas Islam dan tidak sama sekali untuk menciderai keberadaan ormas Islam, tetapi untuk kebaikan umat Islam.
“Jangan sampai nanti ada tuduhan Perppu ini memisahkan pemerintah dengan Islam atau menghadapkan pemerintah dengan ormas Islam. Perppu ini kami tegaskan sekali lagi adalah untuk merawat persatuan dan kesatuan bangsa,” tegasnya lagi.
Perppu ini menurutnya adalah sandaran hukum untuk menindak dan mencabut ijin keberadaan ormas-ormas yang anti Pancasila.
“Selama ini jikaada 100 dari 3.000 ormas yang anti Pancasila dan pemerintah tidak memiliki Undang-Undang untuk menjamin keselamatan bangsa. Kalau keadaan ini dibiarkan maka, kita akan kacau balau. Maka kita bikin Perppu agar lembaga-lembaga penegakan hukum dari negara ini dapat mensikapi dan menindak ormas-ormas anti Pancasila itu,” tegasnya.
Bukan Satu Ormas Saja
Sebelumnya kepada Bergelora.com dilaporkan secara terpisah, Menkum HAM Yasonna Laoly menegaskan Perppu No 2/2017 Tentang Ormas Anti Pancasila tersebut tidak menyasar hanya satu ormas saja.
“Ndak lah, masa hanya satu ormas HTI saja,” kata Menkum HAM Yasonna Laoly di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12/7).
Yasonna enggan menjelaskan detail isi Perppu tersebut. Menurutnya detail Perppu dapat ditanyakan ke Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto.
Secara terpisah, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan setiap organisasi masyarakat (ormas) diperbolehkan hidup di negara Indonesia. Namun harus menaati peraturan untuk bernegara.
“Setiap organisasi masyarakat boleh hidup di Indonesia. Tapi harus taat kepada Undang-undang negara,” ujar Tjahjo.
Tjahjo juga menyampaikan bahwa banyak ormas yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hal ini tentu harus memenuhi 4 unsur seperti taat kepada UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, serta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Bagi ormas yang bermasyarakat intinya harus taat kepada Undang-undang, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, serta NKRI harga mati,” sambungnya.
Sedangkan saat ditanya seperti apa kriteria ormas yang bermanfaat, Tjahjo hanya menjawab contohnya adalah PWI. PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) ialah salah satu organisasi wartawan yang berada di Indonesia.
“Ormas yang bermanfaat contohnya ormas PWI, itu memberikan manfaat pendidikan politik, pemahaman informasi yang baik kepada masyarakat. Itu ormas yang bermanfaat, kalau yang tidak bermanfaat anda cari sendiri,” tutupnya.
Pemerintah Lamban
Pemerintah sebelumnya dinilai terlalu lama dalam menindaklanjuti pembubaran dan pelarangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui mekanisme hukum. Lambannya pemerintah dalam mengeksekusi langkah hukum membuat HTI tetap melakukan aktivitas kegiatannya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengkritik sikap pemerintah yang terkesan membiarkan masalah krusial ini. Menurut Yaqut, sejak diumumkan pembubaran HTI pada 8 Mei lalu, hingga kini tidak ada perkembangan signifikan terkait dengan langkah hukum yang harus ditempuh pemerintah pasca-pembubaran HTI.
“Pemerintah sepertinya cuek saja. Sampai hari ini, kita tidak mendengar langkah pemerintah menindaklanjuti dengan proses hukum selanjutnya. Masyarakat di bawah bertanya-tanya, sebenarnya pemerintah itu niat tidak membubarkan HTI yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” tegas Yaqut yang akrab disebut Gus Yaqut dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (7/7) lalu. (Calvin G. Eben-Haezer)
Nah Lo..! Pemerintah Terbitkan Perppu No 2/2017 Untuk Bubarkan Ormas Anti Pancasila
JAKARTA- Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2/2017 Tentang Ormas Anti Pancasila pada 10 Juli 2017 untuk menjawab persoalan mendesak bangsa Indonesia. Perppu ini diterbitkan karena ada situasi darurat yang mengancam eksistensi bangsa akibat adanya ormas yang anti Pancasila dan meresahkan masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/7).
“Perppu No 2/2017 diterbitkan karena Undang-Undang Ormas No 17/2013 sudah tidak dapat mengatasi ormas-ormas anti Pancasila. Perppu ini diterbitkan agar pemerintah dapat lebih leluasa dan membina ormas-ormas yang ada,” tegas Wiranto.
Menko Polhukam menjelaskan bahwa ada azas contrario active, yaitu lembaga yang yang memberikan ijin dan pengesahan ormas, maka lembaga itu dapat mencabut ijin pada saat ormas yang bersangkutan sudah dianggap melanggar ketentuan tertentu.
“Dengan terbitnya Perppu ini pemerintah berharap masyarakat tenang dan menerima dengan pikiran jernih dan matang,” katanya.
Ia menegaskan Perppu ini tidak sama sekali membatasi kegiatan ormas dan nyata memberikan manfaat. Perppu No 2/2017 Tentang Ormas Anti Pancasila juga bukan merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah, tapi semata-mata untuk merawat kesatuan dan persatuan bangsa dan menjaga eksistensi bangsa dan negara Republik Indonesia yang sedang membangun dalam persaingan global yang sangat ketat.
“Jadi bukan kesewengan-wenangan dan bukan juga untuk mengancam kebebasan ormas untuk berekspresi tapi untuk menjaga kesatuan dan persatuan eksistensi Republik Indonesia,” tegasnya.
Perppu ini juga menurut Wiranto tidak bermaksud untuk mendeskreditkan ormas Islam dan tidak sama sekali untuk menciderai keberadaan ormas Islam, tetapi untuk kebaikan umat Islam.
“Jangan sampai nanti ada tuduhan Perppu ini memisahkan pemerintah dengan Islam atau menghadapkan pemerintah dengan ormas Islam. Perppu ini kami tegaskan sekali lagi adalah untuk merawat persatuan dan kesatuan bangsa,” tegasnya lagi.
Perppu ini menurutnya adalah sandaran hukum untuk menindak dan mencabut ijin keberadaan ormas-ormas yang anti Pancasila.
“Selama ini jikaada 100 dari 3.000 ormas yang anti Pancasila dan pemerintah tidak memiliki Undang-Undang untuk menjamin keselamatan bangsa. Kalau keadaan ini dibiarkan maka, kita akan kacau balau. Maka kita bikin Perppu agar lembaga-lembaga penegakan hukum dari negara ini dapat mensikapi dan menindak ormas-ormas anti Pancasila itu,” tegasnya.
Bukan Satu Ormas Saja
Sebelumnya kepada Bergelora.com dilaporkan secara terpisah, Menkum HAM Yasonna Laoly menegaskan Perppu No 2/2017 Tentang Ormas Anti Pancasila tersebut tidak menyasar hanya satu ormas saja.
“Ndak lah, masa hanya satu ormas HTI saja,” kata Menkum HAM Yasonna Laoly di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12/7).
Yasonna enggan menjelaskan detail isi Perppu tersebut. Menurutnya detail Perppu dapat ditanyakan ke Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto.
Secara terpisah, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan setiap organisasi masyarakat (ormas) diperbolehkan hidup di negara Indonesia. Namun harus menaati peraturan untuk bernegara.
“Setiap organisasi masyarakat boleh hidup di Indonesia. Tapi harus taat kepada Undang-undang negara,” ujar Tjahjo.
Tjahjo juga menyampaikan bahwa banyak ormas yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hal ini tentu harus memenuhi 4 unsur seperti taat kepada UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, serta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Bagi ormas yang bermasyarakat intinya harus taat kepada Undang-undang, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, serta NKRI harga mati,” sambungnya.
Sedangkan saat ditanya seperti apa kriteria ormas yang bermanfaat, Tjahjo hanya menjawab contohnya adalah PWI. PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) ialah salah satu organisasi wartawan yang berada di Indonesia.
“Ormas yang bermanfaat contohnya ormas PWI, itu memberikan manfaat pendidikan politik, pemahaman informasi yang baik kepada masyarakat. Itu ormas yang bermanfaat, kalau yang tidak bermanfaat anda cari sendiri,” tutupnya.
Pemerintah Lamban
Pemerintah sebelumnya dinilai terlalu lama dalam menindaklanjuti pembubaran dan pelarangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui mekanisme hukum. Lambannya pemerintah dalam mengeksekusi langkah hukum membuat HTI tetap melakukan aktivitas kegiatannya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengkritik sikap pemerintah yang terkesan membiarkan masalah krusial ini. Menurut Yaqut, sejak diumumkan pembubaran HTI pada 8 Mei lalu, hingga kini tidak ada perkembangan signifikan terkait dengan langkah hukum yang harus ditempuh pemerintah pasca-pembubaran HTI.
“Pemerintah sepertinya cuek saja. Sampai hari ini, kita tidak mendengar langkah pemerintah menindaklanjuti dengan proses hukum selanjutnya. Masyarakat di bawah bertanya-tanya, sebenarnya pemerintah itu niat tidak membubarkan HTI yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” tegas Yaqut yang akrab disebut Gus Yaqut dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (7/7) lalu. (Calvin G. Eben-Haezer)