JAKARTA- Perkembangan situasi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua menunjukkan pemerintahan berjalan tidak efektif karena DPRD belum juga diaktifkan oleh Gubernur sesuai amar putusan Mahkamah Agung (MA). Hal ini disampaikan Mendagri, Tjahjo Kumolo kepada Bergelora.com Minggu (13/8) menanggapi konflik elit yang sedang terjadi antara Bupati dan DPRD di Mimika, Papua.
“Kemendagri segera menurunkan Tim Kemendagri pada 13 Agustus malam untuk NPHD Pilkada Papua dan Mimika serta pendampingan untuk revitalisasi kelembagaan DPRD dan jalannya pemerintahan di Kabupaten Mimika,” katanya.
Tjahjo Kumolo menjelaskan, Bupati Mimika belum diusulkan pemberhentiannya oleh Gubernur ke Mendagri setelah beberapa kali sudah disurati Kemendagri.
“Untuk menyelesaikan masalah ini Kemendagri sudah mengundang tiga kali tapi tidak mau hadir, kecuali DPRD-nya,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Mendagri, dua langkah yang perlu dilakukan adalah mendorong Gubernur,– atau Kemendagri akan mengambil alih untuk mengaktifkan DPRD Mimika.
“Kemudian mempercepat pemberhentian Bupati Mimika, sesuai keputusan MA, tanpa harus menunggu usulan Gubernur Papua,” tegasnya.
Kemendagri segera menurunkan Tim Kemendagri pada 13 Agustus malam untuk NPHD Pilkada Papua dan Mimika serta pendampingan untuk revitalisasi kelembagaan DPRD dan jalannya pemerintahan di Kabupaten Mimika.
“Tim juga memastikan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus bisa tetap berlangsung dengan baik di Kabupaten Mimika,” jelasnya.
Mendagri juga memastikan memonitor secara intensif perkembangan politik lokal Papua menjelang Pilkada, yang mulai memanas.
Tolak Pengibaran Merah Putih
Sebelumnya Sepuluh fraksi di DPRD Mimika Papua menyatakan tidak akan mengibarkan bendera Merah Putih pada 17 Agustus nanti. Aspirasi itu diungkapkan oleh puluhan anggota dewan. Pasalnya, mereka kecewa karena proses pengaktifan DPRD Mimika masih kandas, padahal sudah hampir setahun terakhir vakum.
Puluhan politisi ini mempertanyakan kandasnya proses pengaktifan DPRD Mimika, yang kini ada di tangan Gubernur Papua.
Pada kunjungan terakhir Gubernur Provinsi Papua Juni lalu, dia sudah berjanji untuk mempercepat proses SK DPRD Mimika pasca pleno pada 18 Mei 2017 lalu.
Namun hingga kini tak kunjung ada realisasi, bahkan setelah disusul oleh surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang juga sudah diterima oleh gubernur.
Para anggota dewan pun merasa hak-hak masyarakat Kabupaten Mimika terkekang. Mereka merasa masih terjajah oleh para pucuk pimpinan di negeri ini, baik bupati, gubernur hingga Mendagri.
Mathius Uwe Yanengga anggota DPRD dari dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Theo Dekme dari Partai Bulan Bintang (PBB), di Kantor DPRD Mimika menegaskan bahwa pihaknya akan mengajak seluruh konstituennya, serta keluarganya untuk tidak mengibarkan bendera Merah Putih yang menandai kemerdekaan negara ini.
“Kami mengajak massa pendukung kami, keluarga kami termasuk kami juga tidak akan mengikuti upacara 17 Agustus. Untuk apa kalau kami belum merdeka,” katanya, seperti dikutip dari Radar Timika.
Yanengga mengatakan, masalah DPRD yang notabene adalah kepentingan masyarakat, tidak pernah mendapat perhatian dari negara. Theo Dekme menambahkan, bahwa negara ini telah membuat perwakilan masyarakat yang ada saat ini menjadi bingung.
Padahal lanjutnya, semua menyadari bahwa jelang Pemilukada saat ini penting sekali untuk ada DPRD. Karena itu, dia juga memastikan bahwa imbauan untuk menaikkan bendera di rumah masing-masing itu tidak akan terjadi, selagi gubernur masih menahan kebebasan DPRD Mimika.
“Pengibaran bendera di halaman masing-masing, itu tidak akan terjadi,“ tegasnya.
Pembiaran Pusat
Sebelumya, diberitakan Mei lalu, Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang SE MSi menilai pemerintah pusat (Pempus) dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) melakukan pembiaran terhadap permasalahan yang terjadi antara Bupati Mimika dan DPRD Mimika.
Pempus yang sudah jelas mengetahui masalah tersebut, namun tidak mau turun tangan untuk menyelesaikannya. Akhirnya permasalahan terus berlarut-larut yang mengakibatkan APBD 2017 belum ditetapkan hingga kini.
“Untuk masalah bupati dan legislatif ini, saya rasa ada pembiaran dari pusat. Saya sebut bupati ya, bukan eksekutif, karena yang punya masalah bupati. Saya pernah sampaikan ke pusat dan pusat bilang kami tidak mampu, itu kan aneh. Sedangkan masalah ini pusat sudah tahu dan seharusnya mereka turun tangan untuk menyelesaikannya,” kata Bassang saat ditemui wartawan di ruang kerjanya,Sentra Pemerintahan Sp 3 , Timika, Papua,Selasa (2/5).
Wabup Bassang menjelaskan konflik antara Bupati Mimika dan DPRD dikarenkan oleh ulah Gubernur Papua dan seharusnya pempus menindaklanjutinya guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
“Waktu PTUN masalah keanggotaan DPRD dan menang, lalu banding ke Makassar, seharusnya tidak usah dicabut. Tapi pertanyaan saya, kenapa dicabut bandingnya gubernur, ini ada apa? Sekarang gubernur tidak tanggung jawab dan malah diam saja. Pusat jelas-jelas tahu, tapi tidak turun tangan,” ungkapnya.
Wabup Bassang mengaku sudah berkomunikasi dengan pempus. Namun pempus sama sekali tidak meresponnya. Wabup menilai, adanya kunjungan dari pempus ke Timika, sama sekali tidak ada guna. Pasalnya, masalah yang terjadi sampai sekarang tidak terselesaikan.
“Saya sudah bicara keras dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kemudian saya komunikasi dengan teman-teman di pusat serta staf dari pusat datang ke Timika berkali-kali dan sudah saya ceritakan panjang lebar. Sudah sekitar empat bulan mereka pulang dari sini, tetapi mana ada respon. Itu kan namanya pembiaran kan? Kalau bukan pembiaran, jelas-jelas staf pusat datang dan tahu, tetapi tidak ada tindak lanjut, ini ada apa,” tanya Bassang.
“Jika tidak ada solusi terhadap masalah yang terjadi, berarti memang ada pembiaran. Ada apa di balik semua ini dan kenapa dibiarkan terus? Seharusnyakan satu bulan dari kunjungan ke sini, kan ada solusi seperti harus memanggil bupati, gubernur dan DPRD, kemudian duduk satu meja untuk cari solusi terbaik,” jelasnya.
Wabup Basang mengkritisi pihak pempus yang hanya melihat untuk mengetahui saja permasalahan di Mimika, namun tidak mengambil langkah-langkah penyelesaian. “Saya berharap pemerintah pusat harus peduli dengan masalah yang terjadi di derah ini. Kasihan masyarakat apabila APBD tidak segera ditetapkan,” kata Wabup Bassang.
Pembekuan DPRD
Sebelumnya Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, SE membekukan DPRD setempat. Bupati menolak memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) dengan alasan keberadaan anggota DPRD saat ini tidak jelas pasca putusan PTUN.
“LKPJ seharusnya sudah saya laporkan. Tapi keberadaan PTUN tergantung PTUN di Jayapura. Untuk apa serahkan LKPJ kalau statusnya gak jelas,” katanya 13 Juni 2016 lalu sesudah pembekuan DPRD.
Kata Omaleng, berdasarkan putusan PTUN, 35 anggota DPRD saat ini sudah tidak bisa lagi beraktifitas. Karena mereka tidak memilik landasan yang kuat untuk beraktifitas sebagai legislator lagi. (Web Warouw/Wirya Supriyadi)