BUOL- Bupati Buol Amiruddin Rauf bersikeras tidak mau melepas lahan seluas 10.000 hektar (ha) kepada perusahaan sawit PT Hardaya Inti Plantation (HIP). Kendati keinginan PT HIP itu sudah mendapat restu dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Saya menolak itu dengan alasan, itu melanggar aturan. PT Hardaya Inti Plantation sudah punya 22 ribu hektar. Minta lagi 10 ribu hektar, itu saya tolak,” ujarnya, seperti dikutip sultengnews.com, Selasa (12/12).
Selain melanggar aturan, kawasan 10 ribu hektar yang dimohonkan oleh PT HIP itu sudah direncanakan Bupati Buol sebagai kawasan Agropolitan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan serta pencadangannya. Termasuk menjadi objek Tanah Reforma Agraria (TORA) dan Tanah untuk Rakyat (TAURA).
Memang, setelah hampir 20 tahun menjalankan aktivitas perkebunan sawit di Kabupaten Buol, PT HIP tersandung banyak masalah. Mulai dari penyerebotan kawasan hutan, perampasan lahan milik masyarakat hingga dugaan suap.
Menanggapi sikap Bupati Buol itu, Wakil Koordinator Posko Nasional Menangkan Pancasila Alif Kamal menilai bahwa langkah yang dilakukan oleh Bupati tersebut wajib didukung seluruh komponen masyarakat. Pasalnya, apa yang ditempuh oleh Bupati Buol tersebut merupakan bentuk keberpihakan terhadap aturan Negara dan kepentingan masyarakat korban konflik agraria.
“Langkah yang dilakukan oleh Bupati ini harus didukung oleh seluruh masyarakat, ini bukti konsistensi kepala daerah terhadap aturan dan agenda reforma agraria,” kata Alif dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (13/12).
Menurut Alif, sangat jarang Kepala Daerah yang berani berhadapan dengan kepentingan korporasi yang hanya mengedepankan orientasi bisnis tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat, aturan yang berlaku, dan daya dukung lingkungan hidup.
“Bupati yang seperti ini tidak boleh dibiarkan berjuang sendirian, harus dibantu oleh gerakan rakyat,” katanya.
Alif mengungkapkan, semenjak menjadi Bupati, Amiruddin Rauf memang sering mempertanyakan kontribusi perusahaan sawit terhadap pembangunan daerahnya, khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Karena itu, sang Bupati sempat mewacanakan penghentian pemberian izin usaha kepada perusahaan sawit yang ingin berinvestasi di Kabupaten Buol.
Tidak hanya itu, lanjut Alif, untuk mendorong akses masyarakat luas terhadap tanah, Bupati punya program distribusi tanah kepada rakyat yang disebut Tanah untuk Rakyat (TAURA). Sasarannya adalah rumah tangga miskin yang tidak punya tanah.
Alif menegaskan bahwa Posko Menangkan Pancasila akan terus mengawal dan berada digaris depan dalam memperjuangan agenda reforma agraria tersebut.
“Kami juga sudah instruksikan struktur kami di Buol dan daerah-daerah lainnya untuk mendukung perjuangan tersebut,” tutupnya.
Kepada Bergelora.com dilaporkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanahan Negara Nomor : 34/HUG/1998 tanggal 16 juni
1998, PT. Hardaya Inti Plantation mendapat Hak Guna Usaha atas tanah seluas 22.780 Ha.
Faktanya, perusahaan sawit milik pengusaha Siti Hartati Murdaya beraktivitas hingga keluar dari HGU tersebut. Bahkan menerobos kawasan Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Konversi (HPK) dan Areal Penggunaan Lain (APL).
Belakangan, PT HIP menuntut pelepasan kawasan hutan seluas 10.028 ha. Tuntuntan tersebut diamini oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melalui SK Nomor : 5.794/MENLHK-PKTL/KUH/2015 yang ditandatangani oleh Prof. Ir. San Afri Awang, M. Sc Dirjend Planologi dan Tata Lingkungan.
Selanjutnya, terbit Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melalui surat Nomor : SK. 323/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/2/2017 yang membentuk panitia tata batas kawasan hutan Kabupaten/Kota Lingkup Provinsi Sulawesi Tengah.
Terkait keinginan PT HIP yang disokong oleh KLHK tersebut, Bupati Buol Amiruddin Rauf bergeming. Dia enggan melepas 10.000 ha kawasan hutan itu kepada PT HIP karena melanggar ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.25/Menhut-II/2014.
Menurut Bupati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI sudah beberapa kali menyurat untuk meminta agar melepas lahan 10 ribu hektar tersebut untuk perkebunan sawit. Namun bupati tetap bersikeras untuk tidak melepas lahan itu ke perkebunan sawit. (Hendrik Kurniawan)