Tidak banyak anggota legislatif bisa menulis. Salah satunya adalah Muhamad Masykur, SP, Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Sulawesi Tengah. Sebelum menjadi anggota DPR Masykur dikenal sebagai salah seorang aktivis melawan Orde Baru di Sulawesi Tengah. Ini tulisannya tentang Danau Lindu yang diterima Bergelora.com (Redaksi)
Oleh: Muhamad Masykur,SP
DANAU Lindu berada di bagian Selatan Wilayah Kabupaten Sigi, tepatnya di Kecamatan Lindu. Dari Kota Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah berjarak sekitar 100 kilometer.
Danau Lindu ini berada di ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Letaknya di daerah ketinggian.
Bagi warga masyarakat Sulawesi Tengah terutama yang berdomisili di Wilayah Lembah Palu, hampir tidak ada yang asing dengan nama Danau Lindu, termasuk bagi mereka yang dari luar pernah atau sering melancong ke wilayah Sulawesi Tengah.
Namun tidak semua orang yang pernah datang menginjakkan kaki melihat dan menikmati kesejukan Kecamatan Lindu, khususnya keindahan pesona Danau Lindu.
Selain faktor jarak juga lebih dikarenakan akses menuju ke wilayah tersebut terbilang menantang, apalagi jika menggunakan kendaraan roda empat. Dulu alat transportasi menggunakan kuda.
Lalu berkembang menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi utama mobilitas warga dengan pengembangan dan perbaikan daya dukung utama infrastruktur, kini Kecamatan Lindu dapat diakses dengan kendaraan roda empat.
Sebuah catatan perkembangan yang membanggakan khususnya warga Lindu. Jika intensitas hujan rendah tidak ada hambatan keluar masuk wilayah ini.
Perkembangan pembangunan tentunya sangat patut disyukuri. Karena memang sudah sepatutnya kewajiban konstitusional penyelenggaran negara menginterkoneksikan semua wilayah tanpa terkecuali, termasuk Kecamatan Lindu, yang bisa disebut puluhan tahun sulit diakses.
Waktu tempuh pun sudah cukup pendek, hanya 30 menit dari Desa Sedaunta Kecamatan Kulawi kita sudah sampai di wilayah Lindu.
Kini, di jaman now, Danau Lindu sudah semestinya di tata dan dikembangkan. Sebagai salah satu kawasan wisata maju dari aspek instruktur dan dipadu dengan nilai kearifan lokalnya. Layaknya daerah kawasan wisata modern seperti daerah lainnya.
Danau Lindu sebagai mutiara terselubung akan menjadi berkah bagi semua jika wilayah ini dijadikan kawasan utama pariwisata sebagai salah satu unggulan daerah Sulawesi Tengah.
Warga masyarakat Kecamatan Lindu sangat mafhum terkait keberadaan dan posisi wilayah hunian mereka. Cukup banyak diantara warga Kecamatan Lindu yang sudah melakukan study singkat di daerah wisata lain. Adalah Ketua Majelis Adat Kecamatan Lindu, Nurdin Yabo, satu diantara tokoh masyarakat yang terus berjuang membuka Lindu.
Menurutnya Keindahan alam Danau Lindu tidak kalah indahnya dengan daerah lain. Dan ini diakui oleh banyak kalangan luar. Kuncinya hari ini ada di Pemerintah Daerah.
Namun yang kurang menurutnya, “disini belum disiapkan secara lebih terintegrasi dan serius, sehingga nampak tidak ada persiapan yang matang, sebut Nurdin.
Kita berharap, Pemerintah Daerah bisa memacu pengembangan kawan pariwisata Danau Lindu. Pemerintah Daerah menyiapkan regulasinya diserta dukungan program dengan membangun pola kemitraan antar pihak. Sembari menyiapkan kemampuan sumber daya warga menuju ke sana. Blue print kawasan wisata Danau Lindu.
Panca Kebutuhan Dasar Danau Lindu
Danau Lindu sebagaimana tergambar dalam sejarah pembentukannya yang bisa diakses, baik melalui versi cerita rakyat maupun dalam tinjauan ilmu pengetahuan, dikategorikan dalam kelas danau tektonik, nampak mengkonfirmasi kepada kita betapa keberadaan danau ini begitu memiliki nilai eksotisme.
Dikelilingi oleh gunung dan hutan, berbentuk seperti mangkok besar dengan luasan sekitar 3.600 hektar dengan kedalaman kurang lebih 200 meter. Merupakan danau terbesar ke dua di wilayah Sulawesi Tengah setelah Danau Poso yang ada di Kabupaten Poso. Letak Danau Lindu berada di jantung Pulau Sulawesi, dengan ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut.
Sejak dulu Danau Lindu dijadikan sebagai salah satu kawasan destinasi wisata di Sulawesi Tengah karena memang sejatinya mengharuskan seperti itu. Untuk selanjutnya syarat-syaratnya yang harus dipenuhi. Di antaranya, pembenahan infrastruktur seperti jalan, listrik, sarana dan prasarana dan kesiapan penunjang koneksi daerah lainnya di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan di Kecamatan Lindu sendiri.
Di saat yang sama mempersiapkan kesiapan sumber daya manusia, khusus warga masyarakat Kecamatan Lindu sebagai pihak yang terkait langsung.
Dari semua kaitan itu nampak belum tersedia secara utuh dan terintegrasi satu sama lain.
Pertama, belum ada suplai jaringan listrik di wilayah Kecamatan Lindu dimana Desa Puro, Langko, Tomado, dan Desa Anca masih gelap. Alat penerangan yang tersedia hanya seadanya, yakni genset.
Kedua, infrastruktur jalan. Infrastruktur yang satu ini, sejak daerah ini dihuni menjadi impian mendasar warga. Sebelum jalan dibuka seperti saat ini, alat transportasi utama menggunakan kuda. Kini jalan sudah terbuka namun masih belum memuaskan. Apalagi jalan-jalan dalam perkampungan yang menghubungkan antar desa sampai menuju wilayah danau.
Dulu, bagi wisatawan memiliki tantangan karena kendaraan roda empat hanya sampai di Desa Sadaunta Kecamatan Kulawi sebagai tempat pemberhentian terakhir sebelum menuju ke Kecamatan Lindu.
Ketiga, tata desain kawasan dan bangunan di sekitar danau. Kini ada beberapa bangunan cottage yang disediakan dan dermaga yang nampak belum ditata baik. Ironisnya, masih nampak sisa-sisa dermaga lapuk yang dibiarkan jadi puing disekitar bibir danau. Yang pasti ini menjadi pemandangan lain dari kelaziman sebagai kawasan destinasi.
Keempat, daya dukung sarana pendidikan kepariwisataan. Belum ada kesiapan dalam perspektif jangka panjang sektor pendidikan khusus, sebagaimana daya dukung sektor pendidikan yang sudah diterapkan di provinsi lain. Sehingga nampak program pengembangan pariwisata hanya sebatas karitatif.
Kelima, integrasi program pemerintah daerah, Kabupaten Kota dan Provinsi sangat menentukan dalam mendorong percepatan pengembangan pariwisata sebagai salah satu program alternatif unggulan.
Integrasi program kawasan destinasi di pesisir Teluk Palu, Penyiapan Kota Palu dan Danau Lindu akan memiliki multiplier effect secara ekonomi, sosial dan budaya khususnya bagi warga.
Paling tidak, lima kebutuhan itu yang sepatutnya tersedia jika daerah ini konsisten menempatkan pariwisata sebagai program unggulan masa depan.
Kita berharap cepat atau lambat hal ini akan terlaksana. Agar keberadaan Danau Lindu terkesan tidak dicampakkan sebagaimana anggapan publik selama ini.