Kamis, 3 Juli 2025

Wah…! Gizi Buruk & Campak Di Papua, 100 Orang Korban Jiwa, TNI Evakuasi Pasien

Tim Gabungan Satgas Kesehatan TNI sedang mengevakuasi pasien dari pedalaman Asmat ke RSUD Agats, Asmat, Papua (Ist)

ASMAT-  Wabah campak dan gizi buruk di Papua ternyata tidak hanya terjadi di Kabupaten Asmat, tapi juga di wilayah Pegunungan Bintang yang berjarak 286 km dari Agats, ibukota Asmat. Sementara jumlah korban terus meningkat. Hampir 100 orang meninggal di dua kabupaten tersebut, kebanyakan anak-anak.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bintang, Provinsi Papua menyebutkan sebanyak 28 orang dilaporkan meninggal dunia di Kampung Pedam, Distrik Okbab, Kabupaten Bintang, lantaran mengalami dehidrasi berat akibat diare, campak dan gizi buruk atau kelaparan.

Setidaknya 68 orang di Kabupaten Asmat, dan 28 orang di Kabupaten Pegunungan Bintang, meninggal karena gizi buruk dan terserang penyakit campak. Data terakhir mencatat jumlah korban meninggal di Kabupaten Asmat mencapai 68 orang. Satu orang di antaranya meninggal Senin hari ini akibat campak ,kata Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat.

Sementara 67 lain sudah meninggal sebelumnya, semuanya anak-anak: 64 anak meninggal akibat campak dan 3 anak meninggal karena gizi buruk.

Sementara itu, personel Tim Gabungan Satgas Kesehatan TNI Kejadian Luar Biasa (KLB) terus melaksanakan pengobatan terhadap anak-anak yang terkena campak dan gizi buruk. Mereka  dirawat di Puskemas yang tersebar di beberapa Distrik Kabupaten Asmat. Sementara itu, pasien yang kondisinya parah dan harus mendapatkan penanganan serius di evakuasi menuju RSUD Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, Senin (22/1).

Berdasarkan data laporan Tim Gabungan Satgas Kesehatan TNI KLB menerangkan bahwa terdapat 51 orang anak yang dirawat inap di RSUD Agats dan 42 orang anak rawat inap di Aula GPI Betlehem yang berada di belakang rumah sakit. Pada hari ini berhasil di evakuasi 4 orang anak yang berasal dari Distrik  Kopay Safan dan Distrik Sawaerma.

Para dokter spesialis dan paramedis tergabung dalam Tim Gabungan Satgas Kesehatan TNI KLB terus melakukan upaya evakuasi ke RSUD Agats guna mendapatkan penanganan intensif. Sementara itu di beberapa tempat lainnya, Tim Gabungan Satgas Kesehatan TNI KLB terus melakukan vakasinasi pengobatan dan pendataan pasien.

Namun upaya evakuasi tidaklah mudah dan membutuhkan waktu lama. Hal ini dikarenakan letak Distrik yang berjauhan dan sulit dijangkau. “Permasalahan utama yang menjadi kendala dalam pergerakan personel Tim Gabungan Satgas Kesehatan TNI adalah masalah transportasi, karena jarak kampung-kampung pedalaman Asmat cukup jauh, demikian juga keterbatasan signal telekomunikasi sebagai sarana untuk melakukan koordinasi,” ucap Kapuskes TNI Mayjen TNI dr Ben Yura Rimba.

Disamping pengobatan dan evakuasi pasien, Tim Gabungan Satgas Kesehatan TNI KLB juga membantu pendistribusian sembako dan ditambah T2ABC/FD3/TB2 sebanyak 162 paket ke beberapa kampung meliputi Kampung Yagamit, Kampung Saramit, Kampung Sarmafo, Kampung Esseif, Kampung Bawor, Kampung Sampai, Kampung Kagas, Kampung Mapane, Kampung Wiyar, dan Kampung Ainam Sato.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, data sementara campak dan gizi buruk terhitung mulai tanggal 17 sampai.d. 22 Januari 2018 wabah penyakit yang sudah mendapat pelayanan medis dari Tim Gabungan Satgas Kesehatan TNI terjadi di Kabupaten Asmat berjumlah 6.552 orang yang  terdiri dari, campak 463 orang,  gizi buruk 142 orang, malaria 5 orang, TBC 4 orang, Dyapepsia/lambung 5 orang, imunisasi 5.368 orang, meninggal dunia 46 orang dan lain-lain 519 orang.

Bencana Rawan Pangan

Dari laporan tim kesehatan, sepanjang Oktober – Desember 2017 terdapat 28 orang meninggal di pedalaman Papua tersebut, 22 di antaranya adalah anak-anak.

Rincian anak-anak yang meninggal yakni laki-laki sebanyak 12 anak dan perempuan sebanyak 10 anak. Sementara, korban jiwa dewasa terdiri dari dua orang laki-laki dewasa dan empat korban perempuan dewasa.

“Kami sudah dapat laporan yang dari Pegunungan Bintang. Tapi dari sisi kementerian sosial, aspek kemanusiaan terutama. Kalau suatu komunitas ada gizi buruk ada kemungkinan kejadian rawan pangan atau bahkan ketiadaan persediaan pangan dalam jangka waktu yang lama,” jelas Harry.

Harry menyebut, berdasarkan pengamatan kelangkaan pangan di Asmat adalah akibat dari kurangnya buruan mereka.

Sebagian masyarakat Papua memang masih hidup dari berburu, berladang berpindah. Sebagian yang hidup di pedalaman sepenuhnya merupakan masyarakat peramu, dan tidak memiliki keahlian berladang.

“Jadi mereka mencabut, atau mengambil tanaman yang secara alami tumbuh,” jelas Harry.

Perkembangan baru membuat mereka semakin sulit mencari buruan binatang dan makanan yang mengandung protein dan karbohidrat.

“Pada kejadian sebelumya, wabah banyak terjadi di wilayah pantai dan sungai, sekarang bergeser ke pedalaman di pegunungan,” kata dia.

Lebih lanjut, Harry menuturkan saat ini tim Kementerian Sosial sedang menindaklanjuti laporan keadaan di Pegunungan Bintang.

“Memang jangkauannya lebih sulit daripada Asmat. Ada jalan darat yang harus ditempuh sangat panjang. Informasi dari Dinsos setempat memang daerah itu sering terjadi rawan pangan.” Jelas Harry. (Web Warouw/Kolonel Inf Bedali Harefa, S.H.)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru