JAKARTA- Presiden RI Joko Widodo melakukan pertemuan dengan Ketua partai politik di Istana Negara, bertepatan dengan hari anak nasional, 23 Juli 2018. Sontak saja, hanya dalam hitungan detik, foto perjamuan dengan suguhan menu gurame bakar itu menyebar ke linimasa medsos.
Bingkai foto para pemimpin yang tengah bersiap makan siang ini, tentu telah menjadi sejarah. Ada banyak kisah yang bisa diceritakan ulang oleh para pemimpin parpol. Seperti biasanya.
Peristiwa biasa, makan bersama-sama apalagi dilakukan Presiden RI, Joko Widodo bersama pembantunya, bersama bupati/walikota hingga acara makan bersama rakyat biasa tentu tak bisa berlangsung lancar, kala menu makanan belum disiapkan oleh koki oleh juru masak istana.
Pastilah, urusan lapar, dahaga bukan jadi berita di media massa, sorotan publik karena bisa bikin geger. Apalagi jika ada yang menuliskan begini, “…. setelah makan bersama Presiden RI, seluruh Ketua Partai kekenyangan, tandaslah itu gurame bakar dan hilanglah lapar serta dahaga…,”
Kalau memang ada yang menulis begitu, alam pikiran jurnalis pasti perlu di cek lagi, waras atau tidak, eh kenyang apa tidak.
“Logika gak jalan kalau perut lapar,” begitu guyonan di warung kopi.
Ada beda memang isi berita media dengan obrolan, gunjingan hingga kabar via medsos. Begitulah yang terjadi di abad kring, abad gadget alias abad WAG. Ada dunia baru yang tercipta dan diciptakan. Produksi informasi, video, gambar, foto dan cerita begitu berlimpahnya.
Jadi, jika merasa bekerja dengan cara jadul, merasa percaya budaya berkomunikasi dengan pola lama, ada ewuh pakewuh maupun kesadaran etis untuk berbicara, berkabar dengan benar, apa adanya dan jujur bisa jadi sorotan buruk menghampiri. Hanya pikiran bebas, orang-orang yang merdeka saja yang bisa begini. Bicara jujur, bekerja dengan baik dan mau berbagi harapan serta peran untuk kehidupan bersama.
Siapa mereka ini, adakah mereka itu elit negeri ini, para pembesar dan pemimpin negeri, menteri, hakim, jaksa, panitera, komisioner, pimpinan parpol, pejabat publik, kepala daerah, direktur perusahaan, kepala desa, pemimpin adat, nahkoda, artis, komedian, tukang sulap, tukang insinyur hingga tukang tambal ban, pedagang pasar, kyai, pendeta, biksu hingga ketua RT/RW memiliki sikap jujur?
Iya, sebentar lagi, tak lama lagi bangsa Indonesia masuk bulan Agustus. Ada banyak peristiwa peringatan baik lomba hingga refleksi guna memberi makna Kemerdekaan RI.
Semua pasti masih ingat soal hangatnya isu publik, bahwa kini publik tengah menunggu, siapa sosok yang terpilih atau maju sebagai calon pemimpin negeri. Publik yang ingin tahu juga memiliki kesamaan pertanyaan kepada Joko Widodo.
“Mbok Sabar,” ini jawaban singkat Joko Widodo yang lagi-lagi menjadi viral dan melahirkan banyak spekulasi publik beberapa waktu. Harus bersabar sampai kapan, untuk mendapatkan kabar kepastian, siapa yang pantas dan pas menjadi calon Wakil Presiden RI guna mendampingi sosok asal Kota Solo maju dalam Pilpres 2019.
“Siapa yang tepat wakilnya, wakil yang siap dipilih di dapilmu kawan? Apakah rakyat kenal, rakyat merasakan hadirnya wakil yang terpilih? Pemimpin yang dipilih rakyat saat coblosan pemilu, pilpres mendatang?”
Meski tak sempat berfoto bersama, kok kebetulan pilihan menu yang dipesan sama, saat mampir di warung pinggir jalan di Kotabumi. Gurame bakar dengan sambal pedas. Selain pedas, ada rasa manis dan gurih dari ikan gurame hangat yang siap santap.
Di atas meja makan, tersaji menu lezat beraneka rasa. Sayuran segar, tempe tahu goreng, jus mangga dan alpukat juga es teh tawar menggugah selera.
Soal makanan enak, makan pagi, makan siang dan makan malam kok jadi terngiang pesan petani kopi dari pelosok di Pekon Sinar Jaya, Air Hitam Lampung Barat.
“Kalau minum kopi enak, saat minum kopi enak jangan lupakan petaninya,” kata Mang Encak.
Lhaa kok petani kopi? Iya, Mang Encak ingatkan siapa saja, mewakili suara petani, yang menjadi penopang ketahanan pangan, pokoknya kalau makan enak, lezat dan minuman segar tersedia di meja makan, ingatlah ada banyak keluarga yang bekerja untuk menanam, merawat, memanen hingga mendistribusikan ke pengepul, ke pasar tradisional ke pasar modern, ke warung atau pondok makan juga ke dapur keluarga.
Mereka, anak-anak bangsa yang bekerja, jelas punya harapan, ada cita-cita dan keinginan hidup bahagia dan sejahtera.
Ada kanak-kanak yang tersenyum riang, bergembira sebab gizi tercukupi dari makanan sehat yang dikonsumsi. Ituh! (Much Fatchurachman)