TUBAN- Kilang Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban, Jawa Timur, disebut-sebut memiliki teknologi paling modern di Indonesia. Komisi VII DPR RI berharap TPPI Tuban menjadi industri petrokimia nomor satu di Indonesia, bahkan di Asia.
Harapan tersebut diungkapkan Anggota Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman setelah pertemuan antara Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM, Direksi PT. Pertamina, Direksi PT. Tuban Petrochemical Industries serta Direksi PT. TPPI, di Tuban, Jatim, Jumat (24/8) lalu.
“Ini cita-cita besar dari TPPI, yaitu membangun industri petrokimia yang sebenarnya. Artinya masih ada pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah saat ini untuk men-support TPPI, agar betul-betul bisa merealisasikan target strategis. Sehingga menjadi industri petrokomia nomor satu di Indonesia, bahkan mungkin di Asia,” terang Maman.
Politisi Partai Golkar ini mengingatkan sangat penting bagi pemerintah untuk terus memberikan dukungannya kepada TPPI Tuban. Karena sampai saat ini skema operasional yang yang diberlakukan di TPPI Tuban adalah dengan sistem calling atau sistem pesanan. Sesuai dengan permintaan pemerintah, saat ini TPPI Tuban memproduksi sedang memproduksi Pertamax.
“Kita harus mengapresiasi kepada rekan-rekan kita yang ada di TPPI. Sampai hari ini kita harus mengatakan TPPI kondisinya masih memprihatinkan. Artinya tidak ada kata mundur bagi pemerintah,” tegas Maman.
Menurut politisi dapil Kalbar itu, dengan segala fasilitas dan teknologi yang dimiliki TPPI Tuban, serta memenuhi kriteria untuk dihidupkan kembali, Komisi VII DPR RI akan terus memantau dan mengawasi serta mendukung penuh upaya pemerintah untuk kembali memajukan TPPI Tuban.
Berinvestasi Maksimal
Sementara itu kepada Bergelora.com dilaporkan juga, anggota Komisi VII DPR RI Dony Maryadi Oekon mendorong pemerintah dan juga PT. Pertamina (persero) untuk berinvestasi secara maksimal dalam rangka menghidupkan lagi Kilang PT. Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur. Harapannya, TPPI Tuban bisa menghasilkan produk yang ditugaskan pemerintah.
“Pihak TPPI membutuhkan dana setidaknya 3-5 billion dolar AS untuk pengembangan, hingga menghasilkan produk seperti yang diharapkan pemerintah,” ujar Dony saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi VII DPR RI ke Kilang TPPI Tuban.
Dikatakan Dony, saat ini pemerintah baru berinvestasi pada sektor biaya produksi saja. Dimana perputaran dari dana yang dikucurkan tersebut tidak cukup untuk membayar investasi pemerintah, melainkan hanya cukup untuk membayar gaji dari pegawai TPPI Tuban yang berjumlah sekitar 700 orang.
“Kalau melihat situasi saat ini, TPPI Tuban hanya memproduksi atau bisa dikatakan pemanfaatan sesaat dan sementara. TPPI menghasilkan premium dan pertamax, tergantung dari pesanannya. Tetapi yang saya lihat di sini, concern TPPI sendiri bukan kedua produk tersebut,” terang legislator Fraksi PDI-Perjuangan ini.
“Jadi memang masih harus dilakukan konstruksi lagi, pengembangan lagi untuk menjadi hasil produk yang sebetulnya ditunggu dan diharapkan. TPPI sendiri ke depan merencanakan akan memproduksi aromatic (paraxylene) agar memperkuat industri petrokimia dalam negeri, agar dapat mengurangi ketergantungan kita terhadap impor,” tambah legislator dapil Jawa Barat ini.
Sebagai gambaran, TPPI Tuban yang didirikan sejak tahun 1995 oleh Tirtamas, merupakan anak perusahaan dari PT. Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro). TPPI sendiri saat itu memiliki teknologi paling modern di Indonesia. Namun krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998, memaksa perusahaan tersebut diserahkan oleh pemiliknya kepada pemerintah.
Kemudian Tuban Petro dibentuk pada tahun 2001 sebagai sebuah holding untuk penyelesaian utang PT. Tirtamas Majutama. Tuban Petro dibentuk oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai upaya penyelesaian utang Rp3,2 triliun dari Grup Tirtamas Majutama kepada sejumlah bank. (Ardiansyah Mahari)