JAKARTA- Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Jalil mengemukakan, jumlah kasus sengketa tanah yang ada di BPN tidak banyak, Cuma 8.900 kasus. Detilnya yang tercatat ada 8.959 kasus. Di antara kasus-kasus tersebut ada yang sudah selesai, dan juga ada yang baru masuk.
“Dari 8.959 kasus 56% sengketa antar masyarakat, antara tetangga dengan tetangga, sengketa batas. Kemudian 15% orang dengan badan hukum, sengketa antara masyarakat perorangan dengan badan hukum: dengan PT, dengan HGU (Hak Guna Usaha), dengan pemilik HGU, dengan BUMN (Badan Usaha Milik Negara),” kata Sofyan kepada wartawan usai mengikuti rapat terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/5) siang.
Kemudian 0,1% bahkan tidak sampai 1% itu, lanjut Menteri ATR/Kepala BPN itu badan hukum dengan badan hukum yang lebih mudah diselesaikan, jadi PT dengan PT sengketa. Kemudian sengketa masyarakat dengan pemerintah ini menyangkut masyarakat dengan TNI, masyarakat dengan PT kereta api dan lain-lain.
Yang sekarang perlu diselesaikan dan perlu tindakan khusus, menurut Menteri ATR/Kepala BPN, yaitu penyelesaian nanti waktu berhadapan antara masyarakat dengan pemerintah. Karena undang-undang admistrasi, undang-undang keuangan negara aset negara tidak bisa dieksekusi.
“Selama aset negara tidak bisa dieksekusi akhirnya kita tidak bisa mampu menyelesaikan. Nah, termasuk misalnya sengketa antara masyarakat dengan TNI. Nah ini perlu penyelesaian tersendiri nanti,” jelas Sofyan.
Kalau yang masyarakat dengan masyarakat, orang dengan orang, lanjut Sofyan, relatif mudah. Kalau bisa diselesaikan, dipanggil, dimediasi. Kemudian bahkan di beberapa daerah juga digerakkan kembali masyarakat peradilan adat untuk mereka selesaikan.
“Kalau mereka tidak bisa selesai di mediasi, maka lewat pengadilan. Nanti siapa yang menang kita eksekusi, siapa yang kalah kita ini,” ujar Sofyan.
Nah orang-orang badan hukum ini yang menurut Menteri ATR/Kepala BPN juga banyak masalah. Misalnya orang-orang badan hukum ada kampung tua dengan konsesi HPL, ada kampung tua dengan kawasan kehutanan. “Ini sekarang sudah ada mekanisme, percepatan pelepasan kawasan hutan misalnya,” ungkapnya.
Kemudian kalau badan hukum dengan badan hukum itu praktis lebih mudah karena mereka itu biasanya sengketanya kalau tidak bisa dimediasi mereka pergi ke Mahkamah Agung. Sampai ke Mahkamah Agung kasusnya sangat kecil.
Soal konsesi swasta juga seperti itu. Menurut Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Jalil itu di kawasan hutan, harus diselesaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi mekanismanya sudah ada, yaitu sudah ada Perpres percepatan pelepasan tanah dalam kawasan hutan.
“Jadi tanah kampung tua itu akan di enclave, dilepaskan, sehingga tidak masuk ke dalam konsesi. Dan banyak perusahaan-perusahaan konsesi sudah melepaskan,” terang Sofyan.
Hak Rakyat
Kepada Bergelora.com dilaporkan sebelumnya, terkait dengan sengketa tanah antara sengketa masyarakat desa atau masyarakat adat Sinama Nenek, nama sebuah desa di Kabupaten Kampar, Riau, dengan PT Perkebunan Negara (PTPN) V yang sudah berlangsung selama 22 tahun, pemerintah memutuskan untuk melepaskan 2.800 hektar tanah yang diklaim oleh masyarakat ulayat Sinama Nenek.
“PTPN melepaskan, ya, kemudian nanti akan diberikan haknya kepada masyarakat tersebut,” kata Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Jalil dalam konperensi pers usai rapat terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/5) siang.
Sofyan menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan diprioritaskan sengketa yang terjadi antara masyarakat misalnya dengan dengan BUMN, dengan perkebunan. Nah, untuk hari ini secara spesifik diputuskan, yaitu pertama sengketa masyarakat desa atau masyarakat adat Sinama Nenek, nama sebuah desa di Kampar, dengan PTP, selesai. 2.800 hektar tanah yang terjadi klaim oleh masyarakat ulayat Sinama Nenek sudah diselesaikan.
Dengan pemberian hak ini, pemerintah meminta kepada Pemda untuk menulis siapa yang berhak menerima supaya jelas siapa yang akan menerima nanti. Kalau misalnya berapa luas, menurut Sofyan, tergantung nanti berapa banyak penerima.
Yang kedua, tentang kampung-kampung tua di Pulau Batam. Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Jalil menyampaikan, bahwa seluruh tanah di Batam, karena dulu Peraturan Presiden menyatakan seluruh Pulau Batam adalah wilayah otorita Batam, maka seluruh tanah di Pulau Batam diklaim sebagai HPL (Hak Penguasaan Lahan) Otorita Batam.
Padahal, lanjut Sofyan, di situ banyak kampung-kampung tua, kampung yang sudah ada sebelum Otorita Batam dibentuk. “Ini kita lepaskan, diberikan kepada yang berhak, diberikan kepada masyarakat,”jelas Sofyan.
Selain itu, tentang tanah masyarakat di dalam HPL Otorita Batam, menurut Menteri ATR/Kepala BPN itu, sampai dengan 200 meter itu nanti akan diberikan hak kepada masyarakat.
“Nah ini dua hal yang konkrit pada hari ini. Yang lain prioritasnya yaitu bagaimana kita menyelesaikan sengketa-sengketa kampung-kampung tua yang masuk dalam konsesi, kampung-kampung tua yang masuk dalam hutan, ya, itu semua diselesaikan,” ujar Sofyan seraya menambahkan, diharapkan suatu saat nanti seluruh sengketa lahan dapat diselesaikan secara tuntas. (ZKA Warouw)