Jumat, 14 November 2025

Hormat Kamrade !

Kelik Ismunanto. (Ist)

Dibalik suka-duka perlawanan terhadap Orde Baru Soeharto, banyak kisah romantika yang tak pernah terlupakan. Maruly Hendra Utama, Mantan Ketua PRD (Partai Rakyat Demokratik) Jawa Barat menuliskannya untuk melengkapi sejarah Perlawanan terhadap Orde Baru. Kali ini ia menulis tentang bagaiman membangun aliansi perjuangan antara mahasiswa dan buruh di Jawa Barat untuk melawan Soeharto. Kisah ini diambil bergelora dari akun FB Maruly Reborn yang diupload Minggu, 12 Mei 2019 lalu dan dimuat Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Maruly Hendra Utama

BANDUNG adalah kota gerakan. Kesan itu kutangkap kuat saat awal kuliah. Keliling kampus di Bandung sama artinya dengan belajar memetakan kantong-kantong perlawanan terhadap regim. Dari taktik berlawan yang paling moderat sampai yang paling radikal ada di Bandung. Awal 90an isu yang menguat adalah membangun Forkom. Banyak Forkom yang terbentuk lalu bubar, bangun lagi dan bubar lagi. Kelompok Cipayung begitu mendominasi dalam setiap kampus, tapi mereka juga gak mampu untuk mempersatukan gerakan karena energy banyak terkuras untuk menyelesaikan konflik internal, persoalan utamanya adalah eksistensi. Beberapa lama aku larut dalam problem itu. Tarik-menarik kepentingan menyeretku kesana kemari dalam menentukan sikap politik.

Aku tidak pernah mau dikoordinasikan untuk masuk lembaga formal seperti kelompok Cipayung. Aku tidak mau diribetkan oleh aturan-aturan formal yang berpotensi menyeretku menjadi feodal dan sektarian. Selain aku sangat jarang orang yang berpikiran seperti itu, tapi ada! Salah satunya yang masih kuingat adalah Budi Cahyono, mahasiswa Unas yang dekat dengan berbagai kelompok aksi di Jakarta. Awal tahun 90 dia pindah ke Bandung. Bersama Budi aku membangun jaringan kelompok diskusi melalui Eka di IAIN.

Dalam sebuah persiapan aksi di Jakarta tahun 1994 – 1995, aku mengenal Petrus Hariyanto pengurus SMID Nasional. Petrus mahasiswa Undip Semarang berbadan bongsor yang selalu bertelanjang dada di sekretariat, Jakarta panas katanya. Selama di Bandung, belum pernah aku bertemu aktivis mahasiswa secerdas Petrus. Aliansi itu terminologi kiri. Lebih tepat digunakan dalam membangun aliansi buruh tani, bukan aliansi mahasiswa jelasnya. Lalu dia bercerita panjang tentang perjuangan buruh tani, dia terus menerus mengagitasi agar aksi mahasiswa jangan sectarian, nampaknya dia paham betul problem gerakan mahasiswa saat itu.

Pertemuan pertama dengan Petrus membuatku begitu terpesona. Aku juga ingin belajar seperti Petrus. Mengenal Petrus juga mempengaruhi bacaan ku. Indonesia Dibawah Sepatu Lars tidak kuselesaikan membacanya, hanya cerita heroik mahasiswa seperti membaca komik Gundala Putra Petir.

Saat pulang ke Bandung, aku bareng Jayadi mahasiswa Yogya pacarnya Evi Bendahara PPBI. Jayadi yang pertamakali mengajak ke Kahatex untuk mengorganisir buruh di Cicalengka. Jayadi tidak begitu respek dengan mahasiswa Bandung walaupun aku tahu banyak teman-temannya di kampus Unpad dan ITB. Jika kita berhasil mengorganisir buruh Kahatex dan membawanya ke gedung sate yang lain pasti keseret kata Jayadi meyakinkanku. Dihari pemogokan itu sekaligus kita deklarasi SMID dan PPBI coy kata nya sambil menepuk pundakku

Aksi SMID bersama PPBI di Bandung tidak pernah terealisasi karena gerakan diinterupsi 27 Juli 1996. Tapi pengorganisiran Kahatex tetap dilakukan oleh Jayadi bahkan pasca crackdown dia bersama Evi tinggal di perkampungan buruh. Ada persoalan psikologis isteri Jayadi pasca crackdown, Evi mengalami trauma berkepanjangan disebabkan mobil ambulan yg ditumpanginya dihancurkan oleh tentara saat bersama mbak Ning, sekarang DPR RI F-PDIP.

Evi selalu menghindar dan tidak mau bertemu dgn kawan2. Apalagi utk dikoordinasikan. Rapat2 dalam mempersiapkan pemogokan bersama Jayadi juga menjadi terbatas. Selain dituntut utk waspada krn masih terus diburu, Jayadi juga harus melindungi Evi, yg sudah menjadi isterinya.

Aku dan kingkong pernah mengunjungi kontrakan Jayadi disalah satu wilayah perkampungan buruh Kahatex. Saat mengetuk pintu, Evi berteriak histeris seperti ketakutan lalu berlari melompat keluar rumah melalui jendela. Tentara Orde Baru yang membuat Evi menjadi seperti itu! Sedih aku melihat kawan Evi, kecewa thdp kawan2 lain yg tdk bisa melindungi dan marah terhadap Regim yg represif.

Beberapa bulan setelah crackdown 27 Juli 1996, buruh Kahatex mogok. Ini adalah pemogokan buruh pertama di Jawa Barat saat Orde Baru masih memburu para aktivis, hasil pengorganisiran Jayadi. Beberapa mahasiswa terlibat dalam persiapan2 pemogokan. Selebaran yg digunakan sebagai media agitprop menggunakan bahasa sunda.

Aksi bakar2an dengan menutup jalan Bandung-Garut menyebabkan beberapa kontak buruh ditangkap. Aparat memblokir jalan dan menggiring buruh utk masuk pabrik kembali. Jayadi si raja mogok segera menyingkir dan pergi bersama Evi beberapa saat sebelum perkampungan buruh Kahatex diobrak abrik aparat. Aku segera ke Garut utk mencari Jayadi, dia pamit bersama isterinya kata Pak Tatat, petani yg rumahnya kami jadikan tempat persembunyian.

Sejak peristiwa itu sampai hari ini aku tidak pernah bertemu dg Jayadi, kawan Jay pergi sebelum memenuhi janjinya padaku utk membuat aksi yg lebih besar dg melibatkan buruh tani dan mahasiswa. Aku tdk pernah kecewa bung, tanggung jawab pada Evi dan keluargamu sudah selayaknya menjadi prioritas.

Dalam periode yang sama dan peristiwa yg berkaitan, tahun 1995 aku dengan beberapa kawan di Bandung sedang mempersiapkan acara untuk memperingati hari kemerdekaan dengan tema “50 tahun Indonesia Cemas”. Beberapa hari sebelum acara, Kelik Ismunanto datang ke Bandung. Orangtuaku tinggal di Yogya, tapi aku kuliah di UNS katanya. Banyak diskusi dengan Kelik dan wow! Dia membawa banyak sekali materi gerakan, semuanya kami diskusikan. Yang paling keren adalah saat dia menjelaskan asas organisasi SMID yaitu social demokrasi kerakyatan dengan watak progresif revolusioner.

Sebenarnya kawan2 gerakan di Bandung berhubungan langsung dengan kawan di Jawa dan Jakarta, mereka memiliki kontribusi dlm membangun gerakan secara nasional tapi entah karena alasan apa mereka menarik diri katanya menjelaskan.

Acara 50 tahun Indonesia Cemas aku tinggalkan, aku memilih untuk bersama Kelik keliling kampus di Bandung untuk menyelenggarakan diskusi tertutup. Beberapa kampus memang menerima kehadiran Kelik, tapi menolak semua program yang ditawarkannya karena dipandang radikal. Kita sedang konsolidasi, jangan sampai dipukul. Begitu alasan bagi yg menolak.

Saat rapat dalam mempersiapkan aksi bersama, Cabut 5 Paket UU Politik dan Cabut Dwi Fungsi Abri ditolak dan diganti dengan Revisi 5 Paket UU Politik dan Revisi Dwi Fungsi Abri. Ini aksi paling selebor yang pernah aku ikuti.

Kita tidak bisa mengikuti kesadaran massa, tapi kita harus terus memasok kesadaran agar menjadi maju dan berkualitas kata Kelik dalam sebuah diskusi. Beberapa kali Kelik datang ke Bandung dalam kapasitasnya sebagai DPO SMID untuk membangun struktur. Setelah struktur terbangun, Kelik tidak pernah lagi muncul di Bandung. Ya! Kelik Ismu adalah peletak dasar-dasar perjuangan gerakan kerakyatan di Bandung.

Dengan kesabaran revolusionernya dia yang secara organisatoris mengkonsolidasikan gerakan mahasiswa. Hari ini tidak akan pernah ada aksi buruh bersama mahasiswa di Bandung tanpa Jayadi Santoso dan Kelik Ismunanto! Sejarah mencatat itu?

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru