Masih banyak orang yang mengira, Amerika Serikat masih berkuasa dan akan menangkan Trade War yang digalang Presiden Donald Trump terhadap Republik Rakyat China (RRC). Apalagi di Indonesia, negeri yang pernah dikuasai penuh oleh Amerika sejak kudeta militer 1965 atas Presiden Soekarno, masih menyisakan kaki tangan pemuja yang merindukan kejayaan Amerika Serikat di Indonesia. Mereka belum bisa menerima dunia yang sudah berubah, dan masih berharap Trump akan memenangkan perang dagang belakangan ini. Ivan Sharon, seorang Indonesia, pengamat perang dagang AS-China, di Washington DC, Amerika Serikat mengirim tulisannya khusus untuk pembaca Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh : Ivan Sharon
PERANG Dagang antara Amerika Serikat versus Republik Rakayt China semakin merusak ekonomi Amerika Serikat sendiri. Produk-produk pertanian Amerika saat ini tidak terjual karena perang dagang Trump melawan China. Dia juga tidak mengerti cara mengatasinya Ide Trump sendiri adalah pemerintah membeli hasil-hasil pertanian Amerika dan dibagi-bagi ke tempat kelaparan di seluruh dunia. Tapi dunia sendiri saat ini sudah tidak kelaparan. Afrika saat ini sudah membaik, karena China sudah masuk dan membangun ekonomi Afrika. Yang lapar justru negara-negara yang terkena sanksi ekonomi Amerika.
Apa yang akan terjadi jika perang dagang yang dilakukan Trump terus menerus tanpa berkesudahan? Bagaimana hasilnya nanti? Mari kita lihat apa yang terjadi di Amerika saat ini. Pemerintah menarik bea masuk dari barang impor. Tentu saja yang bayar adalah perusahaan pengimpor asal Amerika dong. Trump berbohong kalau mengatakan yang bayar adalah si pengekspor.
Bea masuk menaikkan biaya pembelian barang. Berarti harga pokok barang impor naik menjadi lebih tinggi. Dengan demikian pasti akhirnya yang terbebani adalah pembeli, karena harga-harga jadi mahal. Maka sebenarnya, bea masuk itu menjadi pajak konsumsi bagi rakyat.
Lalu Trump menggunakan pajak yang dibayar rakyat Amerika untuk membeli produk pertanian Amerika, yang katanya mau dibagi-bagi gratis ke negara-negara miskin. Berarti, rakyak Amerika dikenai pajak yang digunakan untuk dibagi-bagikan ke seluruh dunia. Weleh, bagus sekali nih. Sekalian karena gratis, habis tuh pertanian di negar-negara lain. Ini menarik banget.
Jadi gimana? Indonesia gak lapar, tapi kalau dikasih kedelai gratis mungkin Indonesia bersedia. Ayo minta kedelai gratis dari Trump, dan seluruh perkebunan kedelai gak perlu tanam lagi karena kedelai gratis dari Amerika. Produk kedelai seperti tahu dan tempe juga jadi murah. Kita lihat ya, Trump serius gak ya?
Trump ingin mengubah hukum dan aturan di China supaya ikutin aturan Amerika. Kalo China bandel, Trump ingin bisa menghukum China dan dia minta China jangan balas kalau dihukum.
Untungnya yang nego dengan Amerika itu si Liu He yang senyum-senyum aja menghadapi Trump. Coba aja kalau Putin,–pasti sudah dijotos tuh Trump yang seperti itu.
Apakah cara Trump itu fair? Ini pertanyaan salah! Fairness bukan fitur dari hubungan internasional. Amerika sudah lama melakukan seperti ini dengan banyak negara-negara lain, termasuk pada Jepang dan Korea Selatan,–mereka duduk manis dan menurut apa maunya Amerika. Jadi dalam urusan ini, negara yang kuat itulah yang bisa menekan negara lain supaya nurut.
Kalau perang dagang hanya untuk mengurangi defisit perdagangan, negosiasi China Amerika ini pasti sudah lama beres. Karena China sudah berjanji membeli produk Amerika dalam jumlah besar.
Permasalahannya adalah, Amerika menunutu perubahan struktural kebijakan di China. Tentu saja di tolak oleh China karena melanggar kedaulatan negara Republik Rakyat China. Negara-negara seperti Singapura malah kuat sekali mengatur kehidupan rakyatnya. Sampai perumahan rakyat disediakan oleh negara. Namun itu gak masalah bagi Amerika Serikat, karena Singapura bukan saingan Amerika Serikat.
Jadi tujuan sebenarnya adalah Amerika Serikat ingin menjegal China yang dianggap saingan berat saja. Sejatinya,–terlepas bagus atau tidaknya reformasi struktural sebuah negara, itu seharusnya diputuskan oleh negara yang bersangkutan,–bukan dipaksakan dari luar. Pengadaan listrik di Amerika dikuasai swasta, tapi di negara-negara lain, dikelola negara, itu urusan negara masing masing kan…!
Sudah dapat dipastikan China tegas menolak untuk di-Jepang-kan oleh Amerika Serikat. Kemajuan ekonomi Jepang terhenti mandek gegara dipaksa reformasi oleh Amerika Serika ketika dirasakan Jepang terlalu kuat.
Tantangan China pada Amerika Serikat itu bagus buat dunia. Jika China bertindak seperti Jepang, maka sudahlah,– dunia ini semua dibawah kekuasaan satu superpower doang yang mendikte semua negara-negara lain. Kalau gak nurut akan dihukum kena sanksi,–atau dibomb kayak Iraq. Jadi sebenarnya untung ada beberapa negara yang masih mbalelo terhadap Amerika Serikat.
Negosiator dan penasehat ekonomi Trump, Larry Kudlow, tidak bisa bohong mentah-mentah, bahwa yang bayar tarif itu China,–karena sebenarnya rakyat Amerika sendiri yang harus bayar semua bea tarif itu. Sebagai ekonom ternama, malu dong kalau dia ngomong seperti Trump,–yang cuma nipu rakyat yang lugu doang.
Perang dagang sesungguhnya merugikan kedua negara. Mereka rugi karena produk mereka sukar untuk diperdagangkan antara kedua negara. Bukan berarti salah satu membayar tarif untuk memasukkan barangnya ke negara lain. Sebelum Trump, banyak yang berpikir warga Amrik pinter, ternyata kagak juga.
Beberapa jam lalu, Trump ngetwit mengancam agar China tidak membalas tarif extra yang dikenakan pada produk China. Ternyata China membalas, mengenakan tarif lebih tinggi pada produk-produk pertanian Amerika,–saham-saham di bursa Amerikas langsung anjlok semua. Lah iya lah…!
Jika semua amunisi sudah dikeluarkan Trump, maka tinggal China yang pegang senjata dengan banyak amunisi. Seperti penghentian turisme ke Amerika Serikat barusan,– menghentikan produk jasa di Amerika secara nasional. Padahal Amerika surplus dalam neraca jasa. Yang terakhir pinjaman Amerika pada China dalam bentuk $1.4 triliun, T-Bond yang ada ditangan China.
Kalau Trump membalas lagi dengan mengenakan tarif pada seluruh import dari China, maka itu akan benar-benar mengacaukan pasar Amerika Serikat. Produk seperti iPhone itu diproduksi di China. Kalau China membalas,– maka tidak ada lagi buffer yang dijadikan Trump sebagai ancaman, karena semua senjata sudah dikeluarkan.
Saat ini devisa dollar Amerika yang dipegang China sebesar $3.3 triliun, luar biasa besarnya. Jika Treasury Bill dilepas sedikit, bisa mengakibatkan naiknya suku bunga dengan cepat di Amerika. Banyak yang kuatir terjadi resesi seketika. Tapi kalau dilakukan,– China juga kena.
Kita harapkan jangan sampai option lepas T-Bond itu dilakukan oleh China. Itu bisa mengirimkan shock ke seluruh dunia. Yang pegang dollar Amerika bisa bermasalah besar dan yang paling rugi selain Amerika,– ya China yang pegang dollar Amerika dalam jumlah besar sekali itu. Jangan sampai deh ke titik itu!
Kita tahu trade war ini mengakibatkan banyak perusahaan China membuat investasi keluar China, sehingga tetap bisa mengekspor ke Amerika dari negara lain. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan Amerika yang mengekspor ke China, berpikir pindah ke Canada atau Mexico, sehingga bisa bisa expor dari sana.
Kapal-kapal nelayan Amerika bisa berlabuh di Canada, menurunkan lobster dan lainnya, lalu diexport dari Canada ke China. Tapi bagaimana dengan produk-produk pertanian dalam volume besar? Kan gak mungkin dilakukan! Produk-produk itu akan membusuk, karena gak ada tempat penyimpanannya.
Yah… untuk lobster dan lainnya sih aman bisa dilakukan, karena seafood termasuk duty free dalam NAFTA. Ikan-ikan bisa keluar masuk bea cukai kedua negara tanpa bea masuk.
Sudah banyak tuh perusahaan-perusahaan yang mikir macem-macem untuk keluar dari kemelut pelik ini. Tapi semua itu berarti biaya tambahan berbisnis. Untuk menenangkan petani, beberapa hari lalu Trump ngetwit,–‘Presidenmu yang paling populer sepanjang masa capek menunggu China supaya datang membantu membeli produk-produk petani kita yang terbaik di seluruh dunia’.
Trump memperlakukan masa depan negaranya kayak main-main. Pernyataan di publik, belum tentu dipercaya oleh kepala seseorang. Sekarang umumnya Partai Demokrat yang seharusnya anti-Trump, terlihat malah pro-Trump dalam kegilaan perang dagang ini. Mereka malah mendorong-mendorong Trump bersikap lebih ekstrim lagi. Tujuannya? Ya supaya trade deal gagal, danTrump tidak bisa pakai itu dalam pemilihan presiden mendatang.
Ketika trade deal terlihat dekat bulan silam, justru Partai Demokrat yang mulai bilang, kalau trade deal tidak mencakup perubahan struktural kebijakan dalam negeri China, maka tidak dianggap sukses. Itu membuat Trump susah mundur dari bacot gedenya tahun-tahun silam.
Justru saat ini yang lebih berpikiran normal, adalah Partai Republikan konservatif ala Reagan atau Bush. Mereka geleng-geleng kepala melihat cara Trump membawa perang dagang ini ke arah yang saling menghancurkan.
Arsitek utama kebijakan ekonomi era Reagan, John Rutledge, berpendapat bahwa Amerika sedang disetir oleh neocon baru, dan bahwa memaksa China untuk merubah hukum dan kebijakan arah industri itu gila… bener-bener gila katanya!
Senator Rand Paul, dari Republican pendukung Trump juga, minta Trump janga terlalu gila. Hehehe.. biarin ajalah Trump gila, mau lihat ntar endgame-nya gimana.

