JAKARTA- Rencana pemisahan pendaki laki-laki dan wanita di Gunung Rinjani urung dilaksanakan. Pengelola menyebut ada pro dan kontra di masyarakat. Hal itu diungkapkan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Sudiyono dalam pesan singkat kepada Bergelora.com, Kamis (20/6).
Awal rilis resminya BTNGR selalu mendukung adanya program Wisata Halal yang dicanangkan Pemerintah Nusa Tenggara Barat.
Lalu, dilanjutkan bahwa BTNGR masih berfokus pada perbaikan manajemen pendakian. Di poin ketiga dijelaskan bahwa rencana pemisahan tenda pendaki laki-laki dan wanita akan dibatalkan.
Kepala BTNGR Sudiyono seraya meminta maaf atas polemik tersebut dan segera mengakhirinya. Berikut pernyatan lengkapnya:
Yth Rekan2 Media dan para pelaku pada umunya dan pemerhati wisata Rinjani.
Assalamu alaikum WW. dan Selamat malam.
Berkaitan dengan dimuatnya berita pernyataan bahwa TN G Rinjani seolah-olah akan segera menerapkan pemisahan antara tempat tenda camping laki-laki dan perempuan dengan hormat kami sampaikan bahwa:
1. Kami sangat mendukung adanya program Wisata halal dari Bp Gubernur NTB.
2. Pada saat ini kami sedang fokus pada perbaikan manajemen pendakian khususnya pada eTiketing, pengelolaan sampah dan perbaikan sarana prasarana jalur pendakian.
3. Berkaitan dengan adanya gagasan pemisahan antara tenda laki-laki dan perempuan di kawasan TN G Rinjani yang kemungkinan akan menjadikan pro dan kontra di masyarakat maka dapat kami sampaikan bahwa program tersebut tidak akan kami laksanakan karena bukan menjadi prioritas TNGR.
4. Kami mohon dengan hormat kepada semua pihak untuk segera mengakhiri pembicaraan/perdebatan tema tersebut karena bila diteruskan justru akan merugikan dunia pariwisata di Indonesia.
Demikian kami sampaikan, atas penyampaian yang kurang nyaman ini kami mohon maaf sebesar-besarnya. Atas perhatian dan kerjasama semua pihak diucapkan terima kasih.
Kepala Balai TN Gunung Rinjani.
Ttd
SUDIYONO.
Gunung Rinjani Ditutup Tiap Jumat
Sebelumnya diberitakan, Pengelola Gunung Rinjani tak hanya berencana memisahkan pendaki laki-laki dan perempuan. Jalurnya juga akan ditutup di hari Jumat.
Hal di atas diungkapkan oleh Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Sudiyono kepada pers, Rabu (19/6). Kata dia, penutupan di hari Jumat atas usulan masyarakat dan hanya di Jalur Sembalun.
“Kami memang belum pernah diajak diskusi oleh pemda. Tapi ada usulan yang mengarah ke situ, antara lain di Sembalun minta kalau hari Jumat itu pendakian ke Gunung Rinjani ditutup,” kata Sudiyono.
“Kita nggak memasalahkan hal itu. Kita anggap itu hal yang baik dan bentuk kepedulian terhadap Gunung Rinjani,” imbuh dia.
Lalu bagaimana cara penutupan di hari Jumat? Ia menjelaskan bahwa sistem e-ticketing mempermudah pelaksanaannya.
“Lalu kita menggunakan tiket online, jadi cukup membuat nol di hari Jumat. Seolah-seolah penuh atau tidak menjual tiket di hari tersebut jadi kan pendaki itu nggak bisa naik,” jelas Sudiyono.
Jika ditilik dari sisi pariwisata, pemisahan pendaki ini memang tak jauh dari konsep wisata halal yang dianut Pemda NTB. Itu digaungkan pemerintah dalam memasarkan potensi wisatanya agar berbeda dengan daerah di sebelahnya, Bali.
Memisahkan Laki-laki dan Perempuan
Tadinya, Gunung Rinjani akan menerapkan aturan baru yang lebih syariah. Pendaki adam dan hawa akan dipisah. Bagaimana cara melakukannya?
“Kan area kemping itu bisa saja di tengah-tengah itu ada jalan masuk, kemudian yang sebelah kiri itu laki-laki dan kanan perempuan, yang tengah itu buat petugas atau (porter) apa gitu,” urai Sudiyono.
Ide memisahkan pendaki laki-laki dan perempuan diinisiasi oleh BTNGR sendiri. Itu sebagai implementasi wisata halal yang ada di Lombok, yakni jika pendaki yang berpasangan tidak diperboleh untuk tidur bareng.
“Itu ide hasil diskusi kami di TNGR. Bagaimana kita menyambut wisata halal, tandanya seperti apa kita belum mendapat informasi yang fix. Kita ingin terus menggali halal sesuai ajaran agama. Antara lain kalau malam laki-laki dan perempuan itu terpisah kalau belum ada kaitan langsung secara agama,” urai Sudiyono.
Kepada pers Sudiyono, Rabu (19/6) mengatakan, ada dugaan penyimpangan yang dilakukan wisatawan. Awal mulanya saat mereka mendaki ke bukit di sekitar Sembalun, seperti Bukit Pergasingan.
“Konsep kita bahwa kita nggak tahu pendaki ini yang berpasang-pasangan itu sudah resmi atau belum. Kemudian yang kedua adanya dugaan wisatawan ke destinasi di sekitar Rinjani itu kurang baguslah,” imbuh dia.
Jika ditilik dari sisi pariwisata, pemisahan pendaki ini memang tak jauh dari pemahaman wisata halal. Itu digaungkan Pemerintah NTB dalam memasarkan potensi wisatanya agar berbeda dengan Bali.
Dilihat dari sisi yang lain, Sudiyono mengaku adanya penyimpangan wisatawan laki-laki dan perempuan yang mendaki bukit-bukit di sekitar Sembalun. Namun jika mendaki ke Gunung Rinjani akan lebih kecil potensi terjadi penyimpangan.
“Iya ada penyimpangan. Tapi saya kira pendakian ke Gunung Rinjani akan berbeda. Karena mendaki Gunung Rinjani ini cukup memakan energi,” jelas Sudiyono.
“Berbeda dengan ke bukit di sekitar Sembalun. Sehingga ke Gunung Rinjani dan berbuat macam-macam ya kecil. Secara logika begitu,” tambah dia.
Wacana memisahkan pendaki laki-laki dan perempuan di Gunung Rinjani digagas oleh BTNGR sendiri. Nantinya, pemisahan tersebut hanya sebatas saat akan tidur
“Tetapi kita menghormati usulan-usulan yang masuk itu ke depan. Kita akan membedakan tenda di tempat camp itu antara laki-laki dan perempuan,” tegas dia. (Web Warouw)