Presiden Joko Widodo telah memutuskan pemindahkan Ibukota Indonesia. Kalimantan Tengah merupakan calon kuat sebagai Ibukota. Untuk itu, kami melakukan percakapan dengan mantan Gubernur Kalimantan Tengah dua periode, Dr. Agustin Teras Narang, SH di Jakarta, akhir pekan lalu. Sebelum menjadi Gubernur Kalteng, pernah menjadi Ketua Komisi II DPR RI dan kini terpilih menjadi anggota DPD RI periode 2019-2024. Dibawah ini wawancara Daniel D. Tagukawi dari Sinar Harapan dan Web Warouw dari Bergelora.com di Jakarta. (Redaksi)
Presiden Joko Widodo mau memindahkan ibukota. Kalimantan Tengah menjadi calon kuat. Bagaimana menurut Anda ?
Sebenarnya, kalau kita melihat di berbagai negara, pemindahan ibukota itu merupakan hal biasa. Itu pernah dilakukan Brazil dari Rio de Jenairo ke Brazilia, begitu juga Jepang dari Kyoto ke Tokyo dan Malaysia juga. Masih ada beberapa lagi yang memindahkan ibukota. Kita juga punya pengalaman untuk memindahkan Ibukota, seperti ke Yogyakarta, Bukit Tinggi dan Aceh. Jadi, sebenarnya pemindahan ibukota itu hal yang biasa untuk menyesuaikan dengan kebutuhan.
Palangkaraya dianggap Bung Karno paling cocok sebagai Ibukota. Mengapa?
Begini, Jakarta didirikan Belanda sebagai ibukota mereka ketika itu. Tapi, semakin ke sini, kemajuan Jakarta otomatis membawa berbagai dampak, termasuk penambahan penduduk. Ya, seperti dimana ada gula di situ ada semut. Yang penting, kembali kepada The Founding Father, pada 17 Juli 1957, Presiden memiliki pandangan luas dan beliau juga sebagai arsitek memandang Palangkaraya sangat cocok sebagai ibukota Indonesia di masa mendatang. Untuk itu, ketika saya menjadi gubernur, kami bersama teman-teman memiliki persiapan awal, bukan blueprint, tapi pointers apa saja yang harus disiapkan.
Apa yang Anda pikirkan ketika itu?
Saya berpandangan, kita bikin kota baru. Jangan ganggu Palangkaraya, karena itu menjadi kota kenangan, tidak menggusur, dan tetap lestari. Kita bikin kota baru, yang moderen, yang smart province, green province. Kami siapkan perencanaan awal. Itu hanya pointer apa yang harus dilakukan dari awal dan sosialisasi karena pasti ada penolakan, tapi itu bisa diselesaikan kalau ada komunikasi yang baik.
Ada pihak yang mempersoalkan air, lahan gambut dan lingkungan hidup?
Kalimantan Tengah itu tidak semuanya gambut. Kita ini ada tiga yang siap, Palangkaraya, Gunung Mas dan Katingan. Tiga-tiganya siap semua. Tapi, ada juga yang bilang, Kalteng nggak ada pelabuhan. Mengapa harus pikir kota pelabuhan. Biarkan saja itu di Jawa, Sulawesi, Sumatera dan sebagainya. Jangan pikir Kalteng harus kota pelabuhan. Di Kalteng ada tujuh kabupaten mengarah ke Laut Jawa. Orang lupa, hanya tahu Palangkaraya yang memang ada di tengah.
Lingkungan hidup? Apa yang tidak bisa diatur, dari awal sudah diatur sebagai green province, mana penghijauan, infrastruktur, dan mana pemukiman. Saya berharap tidak perlu ada voorijders. Menteri bisa jalan kaki, naik sepeda. Kita ciptakan suasana yang Pancasilais lah. Yang moderen. Dari satu titik ke titik lain, tinggal jalan kaki. Semuanya jaringan listrik dan sebagainya di bawah tanah. Begitu juga soal air, dengan teknologi sekarang, apapun bisa dilakukan air kotor bisa menjadi bersih.
Bagaimana dengan tantangan pembiayaan, karena pasti sangat besar?
Ada pikiran untuk melibatkan swasta dan pasti banyak yang mau. Saya selalu berpandangan, jangan gedung bertingkat. Seperti Bali saja. Ya ngapain gedung tinggi, tanah kan luas. Penghematan juga. Kalau pemindahan terjadi, itu karya luar biasa dari Bangsa Indonesia. Kita bisa persatukan suku, agama di sana. Saya bilang saudara saya di sana. Di kota mereka mau hidup, perlu nasi, ikan, ayam, dan sebagainya. Kita di kabupaten yang memenuhi kebutuhan. Jangan lihat Jakarta, karena Batavia dibuat Belanda untuk ibukota mereka.
Penolakan karena khawatir terpinggirkan?
Tentu ada pikiran ini memang. Yang paling penting sejauh mana persiapan berkenaan dengan proses pembangunan. Yang paling penting masyarakatnya. Kita tidak mungkin batasi orang. Pasti ada orang dari Sabang sampai Merauke. Yang paling utama, masterplan, yang mana utama harus dibangun, pasti kan infrastruktur, listrik, telekomunikasi. Siapkan dimana istana, dimana kementerian, pemukiman, pusat perdagangan. Kita tidak harus mall, sesuai kebutuhan saja. Pasar tradisional yang lebih moderen. Masyarakat bisa nikmati keberadaan ibukota.
Kalimantan Tengah bisa dianggap sangat siap?
Saya tidak mempengaruhi keputusan presiden dan DPR. Apa yang saya rasakan dan alami, memang Kalimantan Tengah paing pas. Dengan tanpa mempengaruhi keputusan presiden. Sekarang jalan terus, mereka perdalam lagi. Pendekatan terfokus, pada satu tujuan, agar terjadi pemindahan. Kalau kita lihat fakta yang terjadi di Jakarta. Luar biasa, penduduk, kemacetan luar biasa. Dari satu titik ke titik lain luar biasa. Kita membuang uang bangun ini dan itu. Kita butuh yang lebih komprehensif dan berkelanjutan (sustainable).
Apa yang paling penting saat ini?
Kalau sekarang saatnya action lah. Lima tahun ini bisa jadi target. Kalau kita lihat peta, di menoleh ke kanan melihat Aceh, menoleh ke kiri lihat Sulawesi, Maluku dan Papua. Ke bawah, kita lihat Pulau Jawa. Peta Indonesia ini seperti kapal. Kalau badan kapal itu Pulau Jawa dan Sumatera, kita lihat Kalimantan seperti layar. Kalau layar tidak mengembang, tidak jalan ini kapal. Kalau tidak mengembang, layar hanya kuncup terus, kita tidak akan jalan.
Apa upaya untuk mempercepat realisasi pemindahan ibukota?
Menurut saya, pemerintah perlu satu badan, dalam rangka perencanaan pembangunan kota baru. Badan itu berada di bawah presiden. Jadi, tidak tergantung Bappenas dan Kementerian lain. Kalau sekarang secara makro sudah tepat dilakukan Bappenas. Badan itu bertugas untuk merencanakan dan melakukan, di situ ada semua unsur. Ini akan memudahkan pengendalian dan. Kalau dibawah kementerian, kita khawatir bisa terhambat kalau ada ego sektoral. Kalau satu badan, semua ada di situ. Satu atap di bawah Presiden. Harus ada masterplan yang disetujui semua pihak. Anggaran juga harus jelas, dimana swasta dan dimana dana APBN. Jadi ada sesuatu yang bisa diukur. Sekarang masih di Bappenas. Itu bagus. Tapi, saat pelaksanaan yang konkret butuh badan sendiri. Itu agar bisa dicek day by day. Harus ada timetable.

