Selasa, 7 Oktober 2025

KEREEEN….! Ananda Sukarlan: Indonesia Butuh Revolusi Pendidikan Seni

Musisi Ananda Sukarlan. (Ist)

PRAMBANAN – Indonesia butuh revolusi pendidikan seni karena selama ini diajarkan dengan cara yang sama dengan pendidikan ilmu pasti, kata pianis sekaligus komposer Ananda Sukarlan.

“Pelajaran seni diajarkan menggunakan pendekatan logika padahal harusnya tidak ada nilai angka untuk seni. Misalnya ada gambar yang dinilai guru delapan ada yang dinilai sembilan,” katanya saat ditemui di Kemah Budaya Kaum Muda di Kompleks Candi Prambanan, Yogyakarta, Selasa (23/7).

Menurut dia semua orang memiliki cara berpikir yang berbeda maka tidak dapat diseragamkan, harusnya imajinasi siswa dikembangkan secara bebas.

Untuk merevolusi pendidikan, maka dapat menggunakan prinsip Ki Hajar Dewantara.

“Kata-kata beliau mengenai ‘bimbinglah dari belakang’ harus diterapkan dalam pendidikan seni. Dalam prinsip Ki Hajar Dewantara pendidikan dasar itu dimulai dengan pendidikan seni,” kata dia.

Dia menilai negara-negara di Eropa bisa lebih maju dibandingkan dengan Indonesia karena mereka dapat menghargai individu. Setiap individu harus berkembang imajinasi dan kreatifitasnya.

Dengan mengembangkan imajinasi maka akan tahu tujuan ke depan, cara merealisasikan imajinasi tersebut dengan kreatifitas. Setelah itu ilmu pengetahuan akan datang seiring jalannya kedua hal tersebut, kata dia.

“Kekuatan bangsa itu ada di kekuatan individu. Kita harus lari sekarang karena kita sudah ketinggalan banyak, dan lari itu didapat dengan pendidikan kreatifitas dan pendidikan kreatifitas itu didapat dengan pendidikan seni,” kata dia.

Ruang Inkubator

Sebelumnya, Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menjelaskan bahwa Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) di Prambanan adalah menjadi ruang inkubator yang mendorong lahirnya, berbagai purwarupa (prototype) dan inisiatif sosial untuk memperkuat upaya pemajuan kebudayaan di berbagai daerah.

“Upaya pemajuan kebudayaan ini akan berbasis interaksi kreatif antar kaum muda sebagai garda-depan (avant-garde) dengan menggunakan pendekatan terpadu di bidang STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts dan Mathematics),” jelasnya di Candi Prambanan, Minggu (21/7) malam.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, para peserta diminta mencari inovasi dan solusi dari permasalahan yang ada di pokok pikiran kebudayaan daerah, dari situ bisa muncul beberapa ide yang mencerminkan pembacaan mereka terhadap pokok pikiran kebudayaan daerahnya.

“Misalnya saja isu di satu daerah adalah kesenian yang yang hampir punah. Nah, dari pokok pikiran kebudayaan daerah mereka temukan agar kesenian tersebut bertahan maka mereka menemukan solusi untuk menumbuhkan pegiat budayanya,” kata Hilmar.

Menurut Hilmar, ide-ide dari kelompok-kelompok yang mengikuti Kemah Budaya Kaum Muda adalah ide yang matang karena telah melalui seleksi dan pendampingan dari fasilitator.

Tim fasilitator KBKM bertugas untuk mendorong diskusi yang produktif dalam kelompok agar kelompok berhasil menyusun proposal kelompok, memberi inspirasi dan perspektif baru dalam upaya pemecahan tantangan pemajuan kebudayaan.

Melalui, bentuk-bentuk purwarupa atau aktivasi inisiatif sosial tertentu, menjalankan manajemen proyek dengan membantu kelompok membagi kerja, serta bekerja dalam tenggat waktu dengan capaian yang jelas.

“Harapan kami mereka mendapat ide yang sangat solid. Kemudian 12 yang terpilih akan difasilitasi untuk bertemu para pemangku kepentingan untuk mewujudkan ide-ide tersebut,” kata dia.

Hilmar Farid mengungkapkan Kemah Budaya Kaum Muda merupakan tindak lanjut Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) Tahun 2018.

“Kita lihat di dalam Kongres Kebudayaan itu minat dan keterlibatan anak muda sangat besar. Sayangnya, di kongres itu, anak muda yang berbicara masih terbatas,” kata Himar. (Winarti)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru