Selasa, 7 Oktober 2025

WAAAH…! 8.311 Permen, Mendagri Tjahjo Tegaskan Regulasi Harus Permudah Hajat Hidup Masyarakat

Mendagri Tjahjo Kumolo. (Ist)

JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menekankan pentingnya Pemerintah yang Responsif sebagai wujud hadirnya negara dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Hal itu diungkapkannya dalam Pertemuan Koordinasi Pembahasan Upaya Peningkatan Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik terhadap Tindak Lanjut Laporan Masyarakat yang di tangani Ombudsman RI, di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa (30/7).

“Intinya bahwa masyarakat itu menginginkan Pemerintah yang responsif yang tetap merespon keluhan-keluhan yang disampaikan dimana elemen Pemerintah harus ada perbaikan secara terus-menerus, sehingga masyarakat merasakan bahwa negara hadir dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada, itu prinsipnya,” kata Tjahjo.

Kemendagri selalu berupaya mengatur dan mengeluarkan regulasi yang dapat mempermudah hajat hidup masyarakat dan tidak menimbulkan keluhan di tengah masyarakat.

“Kemendagri melahirkan aturan-aturan dan melakukan pembinaan dalam pembuatan Peraturan Daerah (Perda) sehingga Perdanya itu bermanfaat bagi masyarakat di daerah,” ungkapnya.

Sebagai bentuk respon terhadap keluhan masyarakat di daerah, Tjahjo menyebut hingga saat ini Kementerian Dalam Negeri masih memonitoring hasil Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) agar sesuai dengan Musyawarah Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) maupun Musyawarah Rencana Pembangunan Jangka Menengah.

“Hasil Musrenbang kami di daerah masih berjalan dan masih berfokus menyelesaikan persoalan di daerah, namun tetap mengacu pada RPJMN maupun RPJMD sebagai sinkronisasi di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah,” imbuhnya.

8.311 Permen Hambat Investasi

Kepada Bergelora.com dilaporkan, sementara itu sebelumnya, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia mencatat dalam masa pemerintahan Jokowi hingga Oktober 2018, berbagai kementerian sudah mengeluarkan 7.621 permen. Jumlah ini tentu tidak wajar untuk satu periode pemerintahan. Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan, dari tahun 2000 hingga 2015, hanya terbit 8.311 permen. Hal ini disampaikan Agil Oktaryal, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK) kepada SHNet dan dimuat kembali Bergelora.com di Jakarta, Selasa (30/7)

“Sekian banyak peraturan ini memiliki potensi tumpang tindih, menghambat akses layanan publik, memberi ketidakpastian hukum, dan menghambat kemudahan berusaha. Muaranya tentu menghambat program-program pemerintah.

Ia menegaskan, banyak peraturan ini juga tidak sesuai dengan perencanaan pembangunan negara atau sesuai perencanaan tapi tidak efektif dalam pelaksanaan. Bahkan tidak sedikit yang ketika diimplementasikan, bertabrakan dengan peraturan lain baik secara vertikal maupun horizontal.

Regulasi untuk memulai usaha di Indonesia, misalnya. Untuk proses pra pendaftaran saja diatur oleh 9 UU, 2 PP, 4 perpres, dan 20 permen. Sementara peraturan untuk proses pasca pendaftaran ada 1 UU, 5 PP, 1 perpres, dan 8 permen. Alhasil, untuk memulai usaha di Indonesia membutuhkan banyak biaya, waktu, dan prosedur yang harus dilalui.

“Dengan mengubah Undang-Undang dan membentuk Badan Regulasi Nasional, pemerintahan Jokowi bisa memaksa kementerian untuk mengikuti proses harmonisasi dan sinkronisasi layaknya UU, PP, dan perpres,” ujarnya.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru