Selasa, 7 Oktober 2025

MANGKANYE….! Serikat Buruh: Tidak Layak Pemerintah Naikan Iuran BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan. (Ist)

JAKARTA- Koordinator Forum Buruh Kawasan (FBK) Pulogadung, Hilman Firmansyah menegaskan menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan dilakukan oleh pemerintah.Hilman menilai, di tengah rendahnya daya beli masyarakat dan kenaikan upah yang dinilai belum mencukupi kebutuhan pekerja sehari-hari, maka kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini menjadi beban tambahan bagi buruh dan masyarakat Indonesia.

“Karena di tengah menurunnya daya beli masyarakat, maka kenaikan iuran tersebut akan memberatkan masyarakat,” ujar Hilman kepada Pers di Jakarta, Senin (5/8).

Selain itu, lanjutnya, kenaikan iuran ini dinilai tidak tepat lantaran pelaksanaan program BPJS Kesehatan masih menemui sejumlah masalah. Ia mencontohkan masih adanya penolakan peserta BPJS Kesehatan yang akan berobat di rumah sakit.

Tak hanya itu, pelayanan BPJS Kesehatan juga dinilai belum optimal seperti masih ada orang sakit ditolak rumah sakit, antrian panjang, pemberian obat terbatas yang mengakibatkan masyarakat menambah biaya obat. Selain itu, provider rumah sakit dan klinik swasta yang terbatas, dan belum jelasnya penerapan Coordination of Benefit (CoB).

ā€œPemerintah tidak layak iuran BPJS Kesehatan dinaikan,” tegasnya.

Dalam berbagai kesempatan pemerintah menyampaikan akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk mengatasi defisit yang tahun ini diperkirakan mencapai 28 Triliun.

“Kita ketahui bersama sejak tahun 2014, BPJS Kesehatan dijalankan persoalan defisit selalu menghantui. Tambal sulam yang dilakukan pemerintah masih belum juga mampu menutupi defisit anggaran BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun,” ungkap Hilman.

Berdasarkan Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Per 31 Desember 2018, BPJS Kesehatan dari tahun 2014 sampai dengan 2018 mengalami defisit anggaran. Tahun 2014 Sebesar Rp 3,3 Triliun, 2015 Sebesar Rp 5 Triliun, 2016 Sebesar Rp 9,7 Triliun, 2017 sebesar Rp 9,8 Triliun, 2018 Sebesar Rp 9,1 Triliun.

“Kami meminta BPJS Kesehatan harus mempertimbangkan aspek ekonomi, keadilan dan manfaat bagi peserta BPJS Kesehatan dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang akan diterima oleh masyarakat. Setiap Warga negara Indonesia dijamin haknya untuk mendapatkan akses dan pelayanan kesehatan yang tertuang dalam Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehataan,” tutupnya.

Kenaikan Iuran

Kepada Bergelora.com dilaporkan sebelumnya, Kementerian Keuangan memilih untuk mengoptimalkan penggunaan dana kapitasi yang dialokasikan kepada pemerintah daerah sebagai solusi mengatasi defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan, dibandingkan dengan langsung menaikkan premi bulanan seperti arahan Wapres Jusuf Kalla.

“Nanti kita lihat dulu policy making-nya (kenaikan premi) seperti apa. Dana kapitasi kan masih banyak. Arahan Pak Wapres kan bagaimana DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) itu harus tidak hanya di pusat, tapi juga dengan pemda,” kata Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 31 Juli 2019.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016, dana kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar di muka kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Menurut Mardiasmo, upaya pertama yang harus dilakukan adalah dengan mendorong pemerintah daerah untuk menghitung kembali dana kapitasi di setiap daerah. Penggunaan dana kapitasi di setiap daerah pasti tidak sama, karena pemda tentu tidak menginginkan semua masyarakatnya sakit.

Mardiasmo menjelaskan, berdasarkan aturan, BPJS Kesehatan memberikan dana kapitasi kepada puskesmas atau faskes.

“Tapi ada satu daerah misalnya sudah dibayarkan oleh pemdanya karena mereka ingin jangan sampai masyarakatnya ada yang sakit. Berarti tidak perlu lagi dana kapitasi kan?” katanya.

Oleh karena itu, pendekatan oleh Pemerintah pusat kepada masing-masing pemda harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut. Apabila ada pemda yang dana kapitasinya dibebankan ke APBD, maka BPJS Kesehatan tidak perlu lagi membayarkan biaya layanan kesehatan masyarakat daerah tersebut.

“Kalau Pemda misalnya membayar 50 persennya untuk dana kapitasi, berarti kan yang dibayarkan BPJS tinggal sisanya. Jadi tergantung Pemda masing-masing. Different Pemda, Different Treatment’,” ucap Mardiasmo.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menyetujui rencana kenaikan premi bulanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Wapres JK juga menegaskan kenaikan tersebut harus dilakukan karena kondisi anggaran BPJS Kesehatan semakin memburuk.

Pemerintah, kata JK, setuju untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

“Berapa naiknya itu akan dibahas oleh tim teknis. Masyarakat seharusnya menyadari bahwa iurannya itu (sekarang) rendah, sekitar Rp 23 ribu itu tidak sanggup sistem kita,” kata JK di Kantor Wapres Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru