PALU- Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulawesi Tengah, Muhammad Masykur sayangkan PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) hingga kini belum memiliki konsep pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Sampai saat ini limbah B3, slag, yang dihasilkan belum dapat diatasi. Padahal tidak tanggung-tanggung setiap tahun sebanyak 10 ton limbah slag dihasilkan dari hasil olahan pemurnian ore nikel di PT. IMIP. Bisa dibayangkan limbah sebanyak itu seperti gunung baru di kawasan raksasa nikel tersebut, kata Masykur.
“Hal tersebut sangat kita sayangkan. Kok bisa-bisanya raksasa nikel sekelas PT. IMIP sejak diresmikan oleh Presiden, belum punya konsep secara komprehensif terkait pengolahan dan pemanfaatan sampah industri yang mereka hasilkan. Apalagi limbah slag dikategorikan sebagai B3,” katanya.
Lebih lanjut Masykur mensinyalir ada yang tidak normal dalam pengelolaan industri nikel di sana. Hasrat mengejar target produksi tanpa konsep pengelolaan sampah. Oleh karena itu, Masykur mendesak pihak PT IMIP segera menuntaskan permasalahan mendasar ini. Jika tidak maka cepat atau lambat akan jadi masalah hukum dikemudian hari
“Kita tidak ingin raksasa nikel PT. IMIP yang beroperasi di atas kawasan berikat khusus yang diberi keistimewaan oleh negara, rusak reputasinya hanya karena gagal dalam mengelola limbah B3, slag,” tutup Masykur.
PT. Indonesia Mineral Industrial Park (IMIP) adalah salah satu raksasa berbasis olahan nikel beserta produk industri turunannya. Namun, dibalik itu salah satu soal yang belum dituntaskan adalah dampak yang bakal timbul akibat limbah slag yang dihasilkan. Diperkirakan setiap tahun sebanyak 10 juta ton limbah slag dihasilkan dari hasil pembakaran pemurnian ore nikel.
Menurut Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Muhammad Masykur, 10 juta limbah slag tersebut bukan barang sedikit. Dan jika tidak ada upaya solutif yang disegerakan maka kelak limbah slag akan jadi persoalan besar di Kabupaten Morowali.
Kekuatiran tersebut disampaikan oleh Muhammad Masykur terkait belum adanya solusi kongkrit terkait persoalan tersebut. Seperti diketahui setiap tahun PT. IMIP memproduk sekurang-kurangnya 10 juta ton limbah slag. Limbah slag merupakan hasil residu pembakaran ore dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Bisa dibayangkan jika sampai beberapa tahun ke depan belum ada solusi kongkrit dari PT. IMIP. Sementara disaat yang sama target produksi digenjot dalam skala masif, kata Masykur.
Terkait hal tersebut, Masykur mendesak pihak PT. IMIP segera menuntaskan masalah limbah slag. Tidak hanya sekedar kejar target produksi tetapi soal limbah slag diabaikan. Sebab jadi ironis, tanah gunung habis dikerok, limbah slag jadi menggunung. (Lia Somba)