Jumat, 4 Juli 2025

Munas Golkar Dilema Bagi Jokowi

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. (Ist)

Partai Golkar akan segera menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas). Berbagai pengamat mentengarai penempatan kader di kabinet Jokowi-Maa’ruf akan menjadi penentu maju tidaknya Munas Golkar ini. Himawan Sutanto, aktivis 1989 menyorotinya untuk pembaca Bergelora.com (Redaksi)

Oleh : Himawan Sutanto

PADA akhir Desember 2019 Munas Partai Golkar disepakati digelar. Yang menarik kubu Bamsoet (Bambang Soesatyo) mengusulkan lebih baik munas dipercepat. Sebab hal itu perlu karena pada bulan Oktober 2019 Presiden dilantik dan kemudian disusunlah kabinet kerja. Jadi sangatlah beralasan jika Bamsoet sebagai kandidat ketua memberikan alasan dimajukannya munas tersebut.

Wajar jika para politisi Partai Golkar yang menginginkan munas dimajukan. Sebab sebagai ketua DPR Bamsoet mencurigai akan terjadi perubahan susunan kepemimpinan. Dimana PDIP sebagai pemenang plileg 2019 akan dipastikan menjadi Ketua DPR sesuai dengan aturan mengenai penentuan pimpinan DPR periode 2019-2024 ini diatur pada ayat 1 Pasal 427D dalam Undang-Undang MD3.

Politik Kepentingan

Sebagai partai terbesar kedua, Partai Golkar menjadi diminati oleh berbagai kepentingan di dalam eksekutif maupun legislatif. Dimana Jokowi sebagai Presiden terpilih merasa nyaman jika Partai Golkar  memiliki ketua umum yang bisa dikendalikan. Hal itu nampak dari posisi Airlangga Hartanto yang menjadi ketumnya sekarang.

Dari informasi yang berkembang Airlangga adalah orangnya LBP jadi Jokowi sangat menjadi nyaman jika terus melanjutkan kepemimpinannya. Sementara pidato Megawati di Kongres PDIP Bali kemarin jelas dan gamblang ketika menyampaikan pidatonya untuk memberikan sikapnya pada pemerintahan pertama Jokowi menjadi Presiden. Dimana sebagai partai pengusung dan partai pemenang pemilu 2014 PDIP hanya memiliki sedikit jumlah kursi menterinya. Hingga dalam pidato kongres di Bali 2019, Megawati minta jatah lebih banyak.

Kedatangan Prabowo di Teuku Umar maupun di Kongres Bali memberikan pesan bahwa konstelasi sedang berubah. Sebab tidak mungkin jamuan nasi goreng di Teuku Umar hanya sebatas perut dan kelangenan.

Prabowo sendiri hampir dipastikan memecah kosentrasi kubu LBP, Hendropriono dan Surya Paloh. Sebab selama ini mereka dianggap mendapatkan keuntungan besar dari Jokowi. Sehingga Surya Paloh melakukan manuver dengan mengundang Anies Baswedan ke Gondangdia.

Politik memang penuh kepentingan demi kekuasaan, hal itulah yang dilakukan para elit kita dalam mengelola negara. Pertemuan Prabowo-Jokowi adalah awal deal politik yang berawal di MRT, dimana Prabowo mau menemui Jokowi karena negara dalam kondisi tidak memiliki cadangan dana dan salah satu yang berkembang dalam rumor adalah para pemberi pinjaman akan memberi pinjaman jika Prabowo mau bertemu Jokowi. Disitulah awal deal politik yang kita baca adalah Jokowi agar menjauh dari LBP, Hendro dan Surya Paloh.

Tapi itu semua hanya analisis liar dan subyektif, sebab kalau itu benar terjadi Jokowi harus memilih mereka bertiga atau Megawati. Sebagai petugas partai Jokowi mengalami dilema politik yang sulit untuk memutuskan.

Dari hal diatas kita bisa melihat bahwa munas Partai Golkar adalah sangat memiliki urgensi tinggi terhadap kepentingan diatas. Sebab ada keinginan berkoalisi antara Golkar, PDIP, PKB dan Gerindra dengan “mengisolir” Nasdem yang menjadikan alat LBP dan Hendro. Jokowi sedang dalam persimpangan politik kepentingan dan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali memilih yang menguntungkan dan rela di tinggal partai penyokong utamanya.

Itulah pentingnya Munas Partai Golkar minta dipercepat dan sebelum bulan Oktober 2019. Karena ada agenda penting yaitu pembentukan kabinet baru. Semoga kita selalu berharap yang terbaik buat rakyat Indonesia. Semoga keputusan elit politik tersebut diatas, kita selalu berharap yang terbaik buat rakyat Indonesia.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru