JAKARTA- Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) meminta Kepolisian Ressort Kota Besar Surabaya, KODIM Surabaya dan Pemerintah bertanggungjawab atas pembiaran tindakan pengepungan dan perusakan dengan nada rasis dan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu. Hal ini ditegaskan oleh Humas PGI, Irma Riana Simanjuntak kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (19/8)
āIni merupakan persekusi dan melanggar Undang-Undang No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik,ā tegasnya.
PGI meminta seluruh masyarakat untuk menghentikan rasisme dan menghargai warga Papua sebagai sesama dan Ciptaan Tuhan. Karena setiap WNI, apapun latarbelakangnya, berhak mendapat perlakuan yang manusiawi sesuai dengan amanat konstitusi dan nilai-nilai Kristiani: āKasihilah sesama mu manusia seperti dirimu sendiriā.
Penyelesaian masalah Papua menurut PGI memerlukan pendekatan kultural bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga segenap masyarakat terutama di luar Papua. Hanya dengan demikian masyarakat Papua dapat merasakan bagian integral dari masyarakat Indonesia.
āSebaliknya, segala bentuk stigma, diskriminasi dan kekerasan terhadap masyarakat Papua akan melahirkan lingkaran kekerasan dan kebencian dan sudah pasti menciderai kemanusiaan,ā ujarnya.
PGI meminta kepada semua masyarakat untuk manahan diri dari segala bentuk provokasi yang hanya menimbulkan benturan, dan mengakibatkan korban sia-sia.
Ironi 17 Agustus
Pada saat memasuki perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ke-74, ironisnya sejumlah mahasiswa asal Papua mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan atas tuduhan merusak bendera merah putih dan membuangnya ke selokan pada 16 Agustus 2019 di Surabaya, Jawa Timur.
āKekerasan dalam bentuk verbal dan fisik pun dialami mahasiswa Papua saat terjadi pengepungan di Asrama Papua Surabaya oleh aparat dan massa. Pada tanggal 17 Agustus 2019, Polisi bersenjata lengkap masuk ke dalam asrama dan membawa 43 mahasiswa Papua ke Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Surabaya yang disertai suara tembakan dan tindakan kekerasan,ā ujarnya.
PGI memastikan, tindakan represif juga dialami oleh mahasiswa Papua di sejumlah daerah lain seperti Malang, Ternate, Ambon, dan Jayapura. Setidaknya 19 mahasiswa Papua terluka dalam kejadian tersebut, sementara lainnya ditangkap kepolisian.
āPGI menyesalkan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat dalam menangani masalah ini sehingga jatuhnya korban mahasiswa asal Papua,ā ujarnya. (Web Warouw)