Pembakaran hutan dan lahan memukul langsung kesehatan rakyat. Terdampak langsung pada sistim pernafasan. Himawan Sutanto, aktivis 1980 menuliskannya pada pembaca Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Himawan Sutanto
DALAM beberapa pekan ini muncul foto Jokowi diberbagai media masa yang menunjukan Jokowi berjalan tanpa masker dan foto sepatunya kotor. Foto itu sekilas menunjukakan bahwa Jokowi begitu peduli dengan kebakaran hutan di daerah Pekanbaru sampai media menunjukkan sepatunya yang kotor. Sementara media tidak memberikan berita berimbang dengan nasib warga yang menderita akibat kebakaran hutan tersebut, sampai paru-parunya kotor dengan istilah medis ISPA. Maupun satwa mati, seperti ular pithon, orang hutan yang mati dengan anaknya saat menyusui dan lain-lain.
Sementara itu para pejabat dengan celometan mengatakan bahwa kebakaran itu adalah masalah politik, sementara Moeldoko, ikut memberikan statement mengenai keprihatinannya atas kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan. Lewat Twitter, beliau mengimbau kepada masyarakan yang sedang terpapar asap akibat kebakaran hutan agar (((bersabar))) dan menerima apa yang terjadi sebagai cobaan dari Allah SWT. Padahal kebakaran hutan itu akibat dari pembakaran oleh korporasi yang memiliki HPH disana, Jadi sangat aneh jika banyak pejabat banyak mengeluarkan pernyataan tapi tak lebih dari pencitraan belaka.
Kita kembali ke persoalan diatas, bahwa sangat menyakitkan jika hanya seorang presiden kemudian datang dan media memberitakan dengan foto sepatu presiden yang kotor. “Ya, iyalah pasti kotor, namanya juga dihutan yang bekas terbakar” kata seorang ibu di twitternya.
Pernyataan ibu itu justru menunjukan sikap sebernarnya, bahwa media tak memiliki sense of krisis terhadap masalah sesungguhnya. Media hanya akan memnjadi “anjing penjaga” yang siap memberikan berita yang baik-baik saja.
Bak seorang super hero, presiden datang kebakaran tidak terjadi. Hal itu nyata seperti saat debat pilpres 2018 yang lalu. Dimana Jokowi telah klaim bahwa selama tiga tahun tidak terjadi kebakaran dan itu dibantah secara tegas oleh Greenpeace Indonesia, bahkan GI mengungkapkan fakta bahwa di bulan Februari 2018, kebaran hutan kembali terjadi di Riau.
Greenpeace juga menambahkan bukti pernyataannya dan mencantumkan link sebuah artikel portal berita yang menyebutkan 497,7 hektare lahan di Riau dilahap api. Bahkan bulan ini saja kebakaran hutan di Riau kembali terjadi lagi. Akibatnya? Kota-kota di Riau terselimuti kabut asap kebakaran hutan dan lahan
Dari hal diatas jelas terlihat bahwa media lebih mengutamakan kepentingan pejabat saja, tidak peduli dengan kesehatan rakyat. Justru lebih sadis semua media membuat berita sama dengan foto sepatu Jokowi yang kotor. Sangat ironis memang di era media sudah menjadi kacung dari penguasa dan itu seperti di era orde baru ketika memimpin negeri ini selama 32 tahaun. Dimana media harus menjadi corong kekuasaan dan mengabaikan etika jurnalis yang independen dan kredibel.
Kenapa beberapa waktu terakhir banyak yang menulis dan posting tentang kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, karena ini adalah kejahatan yang berdampak luar biasa pada lingkungan, ekonomi, kesehatan, yang secara langsung berdampak pada kehidupan masyarakat dan bangsa. Karena itu saya mengusulkan untuk menggolongkan kejahatan ini sebagai kejahatan luar biasa dengan hukuman maksimal, hukuman mati dan siapa saja yang melakukan pembiaran dan berkomplot, seharusnya juga digolongkan melakukan kejahatan ini.
Penderita ISPA
Bahkan dari dampak kebakaran hutan tersebut tercatat Data Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes menyebut, sudah ada lebih dari 100.000 orang yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat kabut asap. Di Riau, penderita ISPA pada 1-15 September 2019 mencapai 15.346 orang. Sementara di Jambi selama bulan Juli-Agustus ada terinfeksi ISPA 15.047 orang.
Di Sumatera Selatan dari Maret-September sejumlah 76.236 orang, dengan penderita terbanyak berasal dari kota Palembang. Untuk Kalimantan Barat, data terakhir yang tersedia pada bulan Juli menyebut 15.468 orang terinfeksi ISPA. Sementara di Kalimantan Tengah dari Mei–September sejumlah 11.758 orang, dengan terbanyak ada di Palangka Raya. Untuk Kalimantan Selatan, per Juni-Agustus sebanyak 10.364 orang terinfeksi ISPA, dengan angka tertinggi di Banjarbaru.
Sementara pos kesehatan telah disediakan di masing-masing wilayah. Untuk sementara jumlah pos kesehatan yang diterima Kemenkes di antaranya 15 pos di Palangkaraya, 39 pos di Jambi dan menyiagakan 168 Puskesmas. Di Kalimantan Selatan ada 16 pos kesehatan, sementara di Riau, seluruh RS diimbau mendirikan pos kesehatan, dan seluruh Puskesmas disiagakan. Kemenkes pun telah mendistribusikan logistik kesehatan ke Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Jambi, dan Kalimantan Tengah.
Pos kesehatan telah disediakan di mana-mana, segera datangi pos kesehatan kalau merasa ada yang tidak beres dengan pernapasan. Begitupun dengan gejala penyakit lain segera konsultasikan ke pos kesehatan, Puskesmas, dan rumah sakit.
Dari data diatas jelas bahwa korban yang terkena penyakit ISPA sangatlah tinggi dibanding sepatu Jokowi yang kotor. Akankan rakyat terlindungi dengan foto Jokowi yang sepatunya kotor, dibanding dengan paru-paru warga yang kotor karena pembakaran hutan secara terencana dilakukan oleh korporasi. Bahkan pemerintah RI sepertinya itu tak mau dipersalahkan atas kelalaian mereka yang mengakibatkan karhutla dan bencana asap. Dan mereka mencoba membuat pencitraan seolah-olah langit sudah biru.
Mereka menyebut kabut asap di Riau tidak parah seperti yang diberitakan media massa. Bahkan yang terjadi didaerah Jambi lebih parah karena sudah berwarna merah laginya dan daya pandang Cuma 40 meter dan itu terjadi sejak hari Jum’at kemarin, Alangkah ironi negeri ini, dimana media sudah menjadikan penderitaan rakyat dengan paru-paru yang kotor sudah tidak menarik dibanding sepatu presiden yang kotor. Bahkan habitat satwa yang terlindungi sekalipun.