Anjuran Menteri Agama RI, Fachrul Razi agar umat Islam membacakan doa di masjid dengan bahasa Indonesia, sangat masuk akal dan berdasar atas kajian yang sangat ilmiah. Nurbaiti, S.Pd , guru Bahasa Indonesia, SMPN 2, Trimurjo, Lampung Tengah menuliskannya kepada pembaca Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Nurbaiti, S.Pd
BAHASA Indonesia adalah bahasa nasional bagi rakyat Indonesia sebagai alat komunikasi dan mempersatukan masyarakat Indonesia yang beragam suku bangsa dan bahasa. Dengan bahasa Indonesia semua Warga Indonesia mengerti dan dapat saling memahami dan berkomunikasi dengan baik, sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang universal.
Berdoa merupakan komunikasi manusia pada Tuhan. Berdoa dapat dilakukan oleh siapa pun dan dapat menggunakan bahasa apapun sesuai dengan tempat, tata cara dan bahasa yang berlaku di masyarakat yang berada di wilayah bahasa tertentu.
Di Indonesia, semua orang yang menganut agamanya bisa berdoa dengan bahasa Indonesia. Demikian pula dengan umat Islam. Justru berdoa dengan mengunakan bahasa Indonesia merupakan suatu kebutuhan karena bahasa Indonesia sangat mudah dimengerti dan dipahami oleh jamaah Majelis Ta’lim yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Dengan demikian semua jamaah bisa lebih khusuk dengan doa yang dibacakan oleh ustad, imam atau kyai di masjid.
Bahkan berdoa dapat diucapkan dalam bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Misalnya masyarakat suku Jawa, biasa mengucapkan doa dengan bahasa sehari-hari seperti yang sering kita dengar,– “Duh Gusti Allah kulo nyuwun pangapunten kelepatan kulo…. Kulo nyuwun diparingi sehat, lan rejeki katah engkang halal, Aamiin Ya Allah… “
Sementara itu, masyarakat suku Lampung berucap doa dengan bahasa Lampung,–” Ya Allah Ya Robbi…. Juk ikam sihat waras selamat dan rejekei sai nayah mangei ughik kiwah di lambung deniyo, ughik dapek jamak jomo sai ghamik… Aamiin Ya Robbal Alamin”
Di Arab, tentu doa diucapkan dengan bahasa Arab. Demikian pula di Inggris, umat Islam akan berdoa sesuai dengan bahasa Inggris, sebagai bahasa nasional di Inggris.
Oleh karenanya, anjuran Menteri agama RI Fachrul Razi agar umat Islam membacakan doa di masjid dengan bahasa Indonesia, sangat masuk akal dan berdasar atas kajian yang sangat ilmiah. Sudah seharusnya anjuran itu memperoleh dukungan dari seluruh lapisa masyarakat, baik pemerintah daerah, praktisi pendidikan, praktisi hukum dan semua kalangan baik ulama, ustad dan tokoh masyarakat. Agar umat islam bisa lebih mengerti isi setiap doa bahkan bisa diamini oleh umat beragama yang lain. Sehingga Islam sebagai Rahmat Semesta Alam bisa dinikmati oleh semua umat manusia. Hal ini yang akan mempererat masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika, gemah ripah loh jinawi, adil makmur sentosa.
Akhir-akhir ini ada penolakan atas pembacaan doa dengan bahasa Indonesia, karena belum adanya persepsi yang sama tentang kajian ajaran Islam dan budaya arab. Dari sudut pandang ilmu kebahasaan, bahasa tidak terlepas dari budaya, adat istiadat, yang berlaku dalam lingkup masyarakat tertentu. Pada kesimpulannya dapat dibedakan secara tegas antara Budaya Arab dengan ajaran Al-Qur’an sebagai Kitab Suci Agama Islam yang rahmatan lil alamin sebagai pedoman umat Islam dalam melaksanakan ibadah. Tentu ini merupakan dua hal yang sangat berbeda.
Al-Quran yang terdiri dari 30 Jus, 114 surat dan 6666 ayat, merupakan Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah, melalui malaikat Jibril sebagai penyampai wahyu, dengan Hadist dan para sahabatnya.
Muhammad SAW menjadi panutan ummat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia memerintahkan shalat 5 waktu. Hal ini tentunya sudah menjadi pedoman umat Islam di seluruh dunia. Al-Qur’an di Indonesia diartikan ke dalam bahasa Indonesia agar umat Islam dapat dengan mudah memahami firman Allah SWT, demikian pula dengan hadist Rasul.
Adapun perintah shalat, yang diturunkan dengan rukun shalat dilakukan dengan bacaan shalat sesuai dengan surat-surat dalam Al-Qur’an dalam bahasa Arab sesuai dengan ketentuan rukun shalat. Sedangkan budaya Arab merupakan hal yang berada jauh di luar Al-Quran sebagai Kitab.
Budaya Arab sudah ada jauh sebelum Al-Quran diturunkan. Budaya Arab setara dengan budaya yang ada pada negeri-negeri lain termasuk Indonesia, India, Inggris, Amerika dan sebagainya. Budaya merupakan identitas suatu bangsa yang dihasilkan dari peradaban sejarah masyarakat suatu bangsa. Tentunya masing-masing negara memiliki budayanya dengan segenap ciri sebagai identitas kebangsaan.
Kepentingan Ekonomi-Politik
Haruskah kita bangsa Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bangsa, adat istiadat, bahasa yang terangkum dalam budaya Indonesia yang beragam tergerus dengan ulah adopsi budaya dari luar, baik budaya Arab maupun budaya Barat. Padahal sebagian besar adopsi budaya luar memiliki tujuan penguasaan ekonomi politik terhadap Indonesia,– berlindung dibalik ajaran agama yang dimanipulasi demi pencapaian tujuan kekuasaan atas negara. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin tidak mengajarkan pemaksaan keyakinan maupun pemerintahan Islam. Al-Quran-Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
Perbedaan antara Ajaran Islam dan Budaya Arab yang dimanipulasi oleh kepentingan ekonomi politik inilah bahaya besar yang mengancam keragaman dan kelestarian budaya sebagai identitas dan aset kekayaan budaya bangsa Indonesia. Ancaman manipulator agama ini sudah sangat merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, Indonesia. Terbukti dengan proses intoleransi yang terus terjadi ditengah kehidupan masyarakat Indonesia.
Ancaman manipulator agama ini harus sudah mulai disadari oleh seluruh komponen bangsa, dan perlu segera dilakukan pembenahan cara pandang yang ilmiah dan rasional. Tentu cara pandang tersebut harus berangkat dari keputusan dan kebijakan yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD’ 1945 yang menjadi pijakan bersama berdirinya Republik Indonesia ini.