Jumat, 22 Agustus 2025

BISA GAAAK…! Guru Ipat Patria: Pak Nadiem Perlu Segera Ganti Kurikulum

Guru honorer Ipat Patria, S.Pd mengajar 13 tahun di SDN I Pelabuan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. (Ist)

PELABUAN RATU- Kurikulum sekolah menyulitkan guru untuk kreatif dan berinovasi. Untuk itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim diminta bisa merubah kurikulum pendidikan yang dipakai saat ini. Hal ini disampaikan oleh Guru Ipat Patria, S.Pd kepada Bergelora.com di Pelabuan Ratu, Rabu (27/11)

“Mas Nadiem perlu segera mengganti kurikulum pendidikan yang dipakai saat ini. Karena terlalu rumit untuk dicerna peserta didik maupun guru,” ujar Guru SDN I Pelabuan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat ini. Sebagai guru kelas, Ipat Patria harus mengajar berbagai macam pelajaran. Dirinya telah mengajar selama 13 tahun sejak tahun 2006 dan masih sebagai guru honorer.

Guru Ipat Patria mengeluhkan betapa sulitnya guru dan apalagi murid menjalankan kurikulum belajar mengajar di sekolah saat ini.

“Materinya terlalu banyak sehingga sulit dicerna peserta didik. Selain itu untuk instrumen penilaian terllu banyak karakteristiknya. Ini jelas menghambat proses pendidikan itu sendirii,” ujarnya.

Saat ini menurutnya, para guru disibukkan dengan masalah administrasi kelas sehingga hampir tidak mungkin melaksanakan seperti yang inginkan Menteri Nadiem Makarim.

“Seruan Pak Nadiem sih oke, tapi kami terikat dengan kurikulum, kesibukan adminstrasi kelas, sarana dan prasarana tidak memadai. Semua kelas gemuk (penuh). Gimana dong,” ujarnya.

Namun dirinya setuju terhadap seruan Menteri Nadiem agar setiap sekolah ada guru penggerak sehingga mendorong kreativitas dan inovasi dalam proses pendidikan.

“Saya dukung terobosan pak Nadiem. Tinggal pelaksanaannya. Semoga bisa terlaksana secepatnya,” ujarnya.

Namun Ipat Patria juga mengingatkan pentingnya Ujian Nasional yang direncanakan untuk dihapus.

“Saya tidak setuju Ujian Nasional dihapus. Kalau tidak ada Ujian Nasional bagaimana kita mengukur hasiel pendidikan kita? Bagaimana kita tahu akan tahu tingkat kecerdasan generasi anak bangsa,” ujarnya.

Menurutnya anak didik tetap perlu dilihat tingkat IQ nya selain brebagai bakat yang dimilikinya.

“Anak didik tetap harus dilihat tingkat IQ nya untuk bisa bersaing secara internasional. Selain bakat lain, penunjangnya tetap IQ yang harus  dikedepankan,” ujarnya.

Nasib Guru Honorer

Ipat Patria juga menyampaikan sulitnya guru-guru honorer seperti dirinya yang sudah mengajar belasan tahun tapi tidak pernah bisa jadi pegawai negeri sipil (PNS)/ Aparat Sipil Negara (ASN).

“Kebanyakan tenaga pendidik yang mengajar di kelas-kelas bukan PNS, kami semua guru honor yang upahnya menunggu dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang datangnya 3 bulan sekali,” ujar Ipat Patria yang hanya dibayar Rp 630 ribu/bulan.

Selama ini guru-guru honorer menurutnya hanya bisa menunggu pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

“Itupun penggajiannya bukan dari pemerintah daerah. Adapun penggajian dari pemerintah daerah 3 bulan sekali itupun hanya mendapat Rp 630 ribu/bulan. Padahal, beban mengajar guru honor sama dengan guru PNS. Akan tetapi untuk upahnya seperti itu,” ujarnya pasrah.

Sementara itu menurutnya guru-guru PNS banyak yang mengambil pensiun sehingga yang mengajar dikelas kebanyakan guru honor yang usia diatas 35 tahun. Sementara batasan peraturan untuk menjadi PNS adalah diatas 35 tahun.

“Terus bagaimana buat kami yang sudah mengajar belasan tahun, tapi tidak punya kesempatan lagi menjadi PNS. Padahal kami mengabdi buat kepentingan bangsa dan negara. Buat kepentingan anak-anak yang kita cintai,” ujarnya. (Martinus Ursia)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru