Rabu, 8 Oktober 2025

PASTIKAN…! STN Desak Presiden Jokowi Pimpin Penyelesaian Konflik Agraria

Aksi Serikat Tani Nasional (STN). (Ist)

PALEMBANG- Terkait ribuan konflik agraria yang belum terselesaikan, sampai periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Serikat Tani Nasional (STN) mendesak agar Presiden memimpin langsung penyelesaian masalah tersebut, sehingga tidak adalagi kasus penguasaan lahan warga oleh perusahaan baik swasta maupun milik pemerintah.

“Kami mendesak, agar Presiden memimpin langsung penyelesaian konflik agraria karena hingga kini ribuan konflik masih terjadi dan rakyat yang menjadi korbannya tidak bisa hidup tenang akibat dirundung kemiskinan,” kata Sekretaris Jenderal Serikat Tani Nasional (STN) Yoris Sindu Sumarjan, di Palembang saat menjadi pembicara pada Simposium Reforma Agraria Sumatera Selatan dengan Tema Tanah untuk Rakyat, Senin (9/12).

Komitmen Presiden, menurut dia dalam menyelesaikan masalah agraria tentu sangat diharapkan rakyat. Sebab sejak berdirinya negara ini sampai kini hampir semua wilayah Indonesia mengalami konflik agraria.

Diterbitkannya, Peraturan Presiden (PP) Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria menjadi harapan baru dalam penyelesaian konflik lahan di negeri ini. Namun sampai kini belum bisa berjalan optimal.

“Penyelesaian sengketa lahan cenderung belum menjadi prioritas badan dan lembaga terkait yang telah tunjuk untuk mengimplementasikan regulasi tersebut,” tambah dia.

Yoris mencontohkan, sengketa lahan warga Desa Campang Tiga OKU Timur menjadi salah satu bukti lambannya institusi terkait menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan hidup matinya petani.

“Kami sudah berulang kali, mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) untuk meminta penyelesaian sengketa lahan warga yang terjadi sejak puluhan tahun lalu. Tapi belum selesai sampai kini,” ujarnya.

Dia mendesak agar Presiden Jokowi memimpin langsung penyelesaian konflik agraria yang hasilnya ditargetkan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat.

STN menurutnya memuji Jokowi yang pada periode 5 tahun lalu aktif melaksanakan program yang berkaitan dengan kepentingan kepemilikan lahan, seperti pembagian sertifikat gratis.

“Walaupun masih minim menyasar kawasan atau wilayah yang terjadi sengketa lahan,” ujarnya.

Sementara itu anggota KSP 2014 – 2019 Beathor Suryadi mengakui selama lima tahun lalu sedikitnya, KSP menerima 6.000 laporan konflik lahan dari seluruh daerah di nusantra.

“Dari ribuan laporan tersebut, sebanyak 160 kasus dinilai menjadi prioritas penyelesaian. Namun memang belum berhasil diselesaikan sampai masa kerja KSP harus berganti,” katanya.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, Simposium Reforma Agraria tersebut, juga dihadiri Eva Bande aktivis agraria dari Sulawesi Tengah, Ahmad Yakup dari Serika Petani Indonesia (SPI), Jimmy Z. Ginting dari Gerakan Indonesia Kita (GITA) dan Feri Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

Simposium diselenggarakan Komite Reformasi Agraria Sumatera Selatan (KRASS) yang merupakan gabungan organisasi petani di daerah tersebut. Kegiatan berlangsung 8-10 Desember dengan diisi pentas seni petani dan bedah PP 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria.(Nachung)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru