Selasa, 7 Oktober 2025

AYO PAK PRESIDEN….! Dr. Kurtubi: Mafia Migas Bisa Dihilangkan, Segera Akhiri Kekacauan Industri Migas Nasional

Dr. Kurtubi, pakar energi. (Ist)

JAKARTA- Industri migas memang kacau. Mafialah yang memang bermain mengusai kegiatan expor migas. Ini bagian dari masalah yang sudah lama terjadi. Harus ada solusi yang komprehensif. Hal ini ditegaskan Dr Kurtubi pakar energi alumnus Colorado School of Mines, Amerika Serikat dan Institut Francaise du Petrole, Perancis kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (17/12).

“Segera akhiri kekacauan industri migas nasional. Jangan biarkan terus berjalan dengan tidak efisien, berbelit-belit sekaligus melanggar konstitusi,” tegasnya menyambut pernyataan Presiden Jokowi tentang mafia migas, Senin (16/12).

Dengan Undang-Undang Migas No. 22/2001,– Kurtubi menjelaskan,–pengelolaan dan tanggung jawab industri migas nasional dari hulu hingga hilir telah dipindahkan dari tugas dan tanggung jawab PERTAMINA sebagai perusahaan negara, menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM.

“Hal ini terjadi karena kuasa pertambangan yang sebelum tahun 2001 dipegang oleh Pertamina berdasarkan UU No. 8/1971 kemudian dialihkan ke Menteri ESDM oleh Undang-Undang Migas No. 22/2001,” ujarnya. 

Akibatnya yang terjadi, di sektor hulu Pertamina tidak lagi harus mengundang dengan menyediakan karpet merah kepada investor. kemudian menandatangani kontrak PSC (Production Sharing Contract). Pertamina tidak lagi mengurus semua Kontraktor asing untuk untuk mencari cadangan minyak dan memproduksi migas.

“Pertamina sebagai PT Persero sebaliknya,– dipaksa untuk mengurus dirinya sendiri saja. Pertamina harus mengurus lapangan migasnya sendiri. PT Pertamina tidak lagi pusing mencari solusi mengapa investasi explorasi selama bertahun-tahun, pasca Undang-Undang Migas, malah anjlok dan terus turun setiap tahun. Karena bukan kewenangannya lagi,” paparnya.

Kurtubi mengatakan demikian halnya juga di sektor hilir. Pertamina tidak lagi bertugas dan bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan BBM seluruh Indonesia. Tanggungjawab pemenuhan kebutuhan BBM telah berpindah ke Menteri ESDM.

“Sehingga membangun kilang baru tidak lagi menjadi prioritas dan kewajiban Pertamina karena marginnya kecil. Sehingga Pertamina lebih memilih dan lebih senang mengimport BBM dan LPG yang banyak tersedia di pasar dengan berbagai pemain dan traders yang siap menerima pesanan dalam partai besar,” katanya.

Kelompok traders inilah menurut Kurtubi, yang kemudian menyediakan berbagai macam jenis dan spesifikasi crude oil yang cocok dengan kilang Pertamina. Juga siap menerima order/pembelian semua jenis BBM dan LPG berikut jumlah yang dibutuhkan dan jadwal shipmentnya.

“Dengan payung hukum Undang-Undang Migas No. 22/2001 seperti inilah industri migas nasional  diatur merusak industri migas kita. Dimana Kuasa Pertambangan dari Hulu sampai Hilir ada ditangan Menteri ESDM/Pemerintah. Kuasa Pertambangan tidak lagi ditangan Perusahaan Negara Pertamina. Tata kelola seperti ini jelas sangat merugikan negara,” ujarnya.

Kurtubi mengingatkan, Sumber Daya Alam (SDA) migas yang ada diperut bumi yang harus dikuasai dan dimiliki oleh Negara seharusnya dikelola oleh Perusahaan Negara  yang sengaja dibentuk oleh negara agar SDA tersebut.

“Tujuannya agar bisa dikelola secara maksimal untuk kemakmuran rakyat berupa penerimaan negara dalam APBN uang maksimal dan terpenuhinya kebutuhan BBM seluruh Indonesia, termasuk gas pipa dan LPG untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujarnya.

Sedangkan, mafia migas yang bermain dibidang importasi migas dan sudah berjalan sejak jaman Orde Baru bisa dihilangkan. Caranya, pertama, apabila dimungkinkan, perlu Kerjasama G to G antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah penghasil migas yang dibutuhkan Indonesia. Terutama dengan negara-negara OPEC dan Non-OPEC yang mempunyai  perusahaan negara dibidang migas

“Cara kedua, kontrak dagang untuk membeli langsung dari produsen migas yaitu antara Pertamina dengan perusahaan migas,” tegasnya.

Transformasi Ekonomi Mandeg

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan impor bahan bakar minyak dan gas yang besar menjadi salah satu penyebab transformasi ekonomi di Indonesia tidak berjalan atau mandek.

“Tidak bener ini, avtur masih impor, padahal CPO atau ‘crude palm oil’ itu bisa juga dipindah menjadi avtur. Kok kita senang impor avtur ya karena ada yang hobinya impor karena apa, untungnya gede. Sehingga transformasi ekonomi di negara kita ini mandek gara-gara hal-hal seperti ini,” kata Jokowi dalam sambutan pembukaan di acara Peresmian Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional RPJMN 2020-2024 di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/12)

Menurut dia, impor migas maupun petrokimia menyebabkan nilai impor yang besar sehingga menyebabkan defisit neraca berjalan.

Jokowi sendiri memerintahkan pengembangan sumber daya alam substitusi yang dapat diubah menjadi bahan bakar seperti CPO menjadi biodiesel, maupun batubara menjadi gas.

Pemerintah menegaskan agar tidak ada pihak yang menghalangi pengembangan produk substitusi gas dan BBM impor.

Dia menilai “mafia” migas telah “bermain” lama dan menghisap keuntungan dari impor BBM dan gas itu.

“Saya cari, sudah ketemu siapa yang senang impor dan saya mengerti. Hanya perlu saya ingatkan bolak-balik hati-hati kamu, hati-hati, saya ikuti kamu. Jangan menghalangi orang ingin membikin batu bara menjadi gas, gara-gara kamu senang impor gas. Kalau ini bisa dibikin ya sudah, nggak ada impor gas lagi,” kata Jokowi.

Presiden juga mengarahkan industri pertambangan tidak mengekspor barang tambang mentah, namun mengirim barang setengah jadi. Hal itu akan meningkatkan nilai tambah atas produk dan mendorong lapangan kerja. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru