JAKARTA- Solusi komprehensif atas keterpurukan industri migas nasional dan menyebabkan sektor migas menjadi penyebab utama terjadinya defisit perdagangan adalah dengan jalan Presiden Jokowi segera mengeluarkan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) menggantikan dan mencabut Undang-Undang Migas No. 22/2001. Solusi yang sama juga untuk sektor minerba yaitu dengan merevisi Undang-Undang Minerba No. 4/2009. Hal ini ditegaskan Dr Kurtubi pakar energi alumnus Colorado School of Mines, Amerika Serikat dan Institut Francaise du Petrole, Perancis kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (17/12).
“DPR-RI harus mendukung pemerintah jika Presiden mengeluarkan PERPPU mengganti dan mencabut Undang-Undang Migas No 22/2001 agar bisa menata kembali industri migas nasional yang sudah bertahun-tahun dibiarkan melanggar konstitusi,” tegasnya.
Kurtubi menjelaskan, karena Undang-Undang Migas No 22/2001 lah yang menjadi penyebab utama kemunduran industri migas nasional, sehingga migas menjadi penyebab utama terjadinya defisit neraca perdagangan selama bertahun-tahun.
“Dengan Undang-Undang Migas No 22/2001, produksi minyak anjlok karena proses investasi yang diciptakan oleh Undang Undang Migas No 22/2001 sangat berbelit-belit sehingga kapasitas kilang BBM stagnant (mandeg-red),” ujarnya.
Hal ini katanya, disebabkan Undang-Undang Migas No 22/2001 Pertamina tidak lagi memberikan kewenangan dan tanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan BBM di dalam negeri negeri.
“Tanggung jawab itu pindahkan ke ESDM yang bukan perusahaan minyak. Sehingga Pertamina enggan membangun kilang karena marginnya kecil,” katanya.
Sementara DPR sudah dua kali gagal melahirkan RUU Perubahan atau revisi atas Undang-Undang Migas yang 16 pasalnya sudah melanggar Konstitusi karena dicabut Mahkamah Konstitusi.
“Intinya, industri migas sudah darurat. DPR dan Pemerintah harus segera bisa merevisi UU Minerba No. 4/2009 agar sesuai dengan Konstitusi dan bisa menjadi payung hukum atas Sumber Daya Alam (SDA) Minerba. Sehingga bisa mendorong segera pertumbuhan ekonomi dengan menciptaksn pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dengan memberikan payung hukum untuk terbangunnya industrialisasi berbasis pertambangan,” ujarnya.
Tentang industrialisasi pertambangan Kurtubi mengingatkan, –adalah mengintegrasikan sektor hulu tambang dengan smelter dan industri hilir yang membutuhkan output smelter sebagai bahan baku industri hilir.
“Kalau Presiden sudah mengeluarkan PERPPU, otomatis semua masalah dibawahnya bisa diselesaikan dan industrialisasi pertambangan akan mendorong cepat pertumbuhan pusat-pusat ekonomi baru, seperti yang diinginkan kita semua,” ujarnya.
Mafia Senang Impor
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku sudah mengetahui pihak-pihak yang suka ‘bermain’ dalam impor gas dan minyak selama ini.
Hal itu Jokowi sampaikan saat sambutan Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024, di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/12).
“Saya ingatkan bolak-balik kamu hati-hati, saya ikuti kamu, jangan halangi orang ingin membikin batu bara jadi gas. Gara-gara kamu senang impor gas,” kata Jokowi.
Jokowi mengklaim ‘pemain’ itu sudah mengeluh walaupun Indonesia masih berencana memproduksi gas sendiri. Pasalnya, kata Jokowi, gas bisa diproduksi sendiri karena Indonesia memiliki banyak batu bara.
“Kalau ini bisa dibikin udah enggak ada impor gas lagi. Saya kerja apa pak? Ya terserah kamu. Kamu sudah lama menikmati ini,” ujarnya.
Jokowi menyebut masalah yang sama juga terjadi pada komoditi minyak. Menurutnya, selama ini impor minyak Indonesia mencapai sekitar 700 sampai 800 ribu barel per hari. Padahal, kata Jokowi, Indonesia memiliki banyak sumur minyak.
“Kenapa enggak genjot produksi? Karena ada yang masih senang impor minyak. Udah saya pelajari enggak benar kita ini,” tuturnya.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu juga menyinggung soal impor avtur. Ia heran mengapa masih ada yang senang melakukan impor avtur.
“Karena ada yang hobinya impor, karena untung gede, sehingga tranformasi ekonomi kita mandeg karena hal-hal ini,” ujarnya.
Jokowi pun memerintahkan agar sumber daya alam seperti nikel, bauksit, hingga batu bara yang diekspor tidak dalam bentuk bahan mentah. Ia meminta agar komoditi itu diubah ke bahan jadi atau setengah jadi.
“Kalau bisa dilakukan target tiga tahun rampung, daerah saya minta ini dibantu, untuk perizinan, sehingga transformasi ekonomi terjadi. Enggak ada defisit transaksi berjalan lagi,” katanya. (Web Warouw)