Rabu, 8 Oktober 2025

CABUUUT…..! Setelah Bekasi dan Lahat, DPRD Kota Mojokerto Dorong Pemkot Tinggalkan BPJS Kesehatan

Kartu BPJS Kesehatan. (Ist)

MOJOKERTO – Setelah Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Kota Lahat menyatakan keluar dari BPJS Kesehatan, kali ini DPRD Kota Mojokerto mendorong pemerintah setempat segera meninggalkan lembaga asuransi berkedok jaminan sosial tersebut. DPRD Kota Mojokerto menilai jaminan kesehatan bagi masyarakat melalui BPJS Kesehatan tidak efektif dan efisien. Oleh sebab itu, dewan menyarankan Pemkot Mojokerto kembali ke program lama, yaitu Jamkesda atau program total coverage.

Anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto Moeljadi mengatakan program Jamkesda atau total coverage lebih efektif dan efisien daripada menggunakan jasa BPJS Kesehatan. Program total coverage yang didanai APBD pernah dijalankan Pemkot Mojokerto mulai 2014 sampai 2017.

Saat itu, setiap warga Kota Mojokerto bisa berobat gratis ke puskesmas maupun rumah sakit cukup dengan hanya membawa KTP. Selanjutnya pihak puskesmas dan rumah sakit yang mengklaim biaya perawatan ke Pemkot Mojokerto.

“Kalau menurut kami lebih efektif dan efisien yang dulu (total coverage). Kalau bicara Universal Health Coverage, kami sudah total coverage waktu ada Jamkesda dulu. Kalau ngomong efektif, kami lebih sepakat dengan pola-pola yang dulu. Cuman BPJS Kesehatan ini kan kebijakan nasional,” kata Moeljadi kepada pers, Rabu (8/1).

Moel menilai program total coverage lebih efektif dan efisien dibandingkan BPJS Kesehatan karena beberapa alasan. Jika menggunakan program ini, setiap warga Kota Mojokerto bisa berobat tanpa terbelit urusan administrasi karena cukup membawa KTP. Selain itu, anggaran APBD yang dikeluarkan Pemkot Mojokerto juga lebih efisien karena cukup membayar biaya pengobatan warganya yang benar-benar sakit.

“Karena selama ini di satu sisi keluhan terkait BPJS Kesehatan juga ada, belum lagi masalah administrasi,” cetus Moeljadi.

Oleh sebab itu, Moeljadi akan mendorong Pemkot Mojokerto agar berani meninggalkan BPJS Kesehatan untuk kembali ke program total coverage.

“Masyarakat akan sangat diuntungkan karena tidak ribet administrasinya. Pemkot Mojokerto juga diuntungkan lebih efisien anggarannya karena tidak membayar premi tiap bulan,” tegasnya.

Jika Pemkot Mojokerto tidak kembali ke program total coverage, Moeljadi meminta proses administrasi di BPJS Kesehatan dipermudah. Dia berharap, setiap warga Kota Onde-onde cukup membawa KTP atau KK saat berobat ke puskesmas maupun rumah sakit.

“Misalnya khusus warga kota cukup pakai KTP dan KK untuk berobat. Sehingga tidak perlu ribet dengan administrasi. Administrasinya ya biar diurus Pemkot ke BPJS Kesehatan,” jelasnya.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, sejak 2018 hingga awal tahun ini, Pemkot Mojokerto menjalankan program Universal Health Coverage (UHC). Dengan program ini, Pemkot mengklaim 98,7% dari 127.279 jiwa penduduknya telah tercover jaminan kesehatan. Dari jumlah itu, 53.000 jiwa didaftarkan menjadi penerima bantuan iuran daerah (PBID).

Iuran BPJS Kesehatan kelas 3 bagi puluhan ribu PBID itu ditanggung sepenuhnya oleh Pemkot Mojokerto. Sehingga 2020 ini, Pemkot harus menyiapkan anggaran Rp 26.712.000.000 untuk membayar premi. Karena iuran BPJS Kesehatan naik mulai awal tahun ini dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa.

Namun, Pemkot Mojokerto sempat kelimpungan untuk memenuhi kebutuhan anggaran iuran BPJS Kesehatan tersebut. Besaran iuran yang naik hampir dua kali lipat membuat Pemkot kekurangan anggaran. Pasalnya, alokasi APBD 2020 untuk membayar premi hanya Rp 14.026.482.100. Tak tanggung-tanggung, kekurangan anggaran mencapai Rp 12.685.517.900.

Setelah membahasnya dengan DPRD Kota Mojokerto dan BPJS Kesehatan, Pemkot Mojokerto mengklaim telah mengatasi kekurangan anggaran tersebut. Salah satunya menggunakan penerimaan pajak rokok Rp 3.301.820.195. Sedangkan sisanya Rp 9.383.697.705 diatasi dengan melalukan sejumlah efisiensi di APBD 2020. (Ardiansyah Mahari)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru