JAKARTA- India boleh jadi akan bisa menyalip Indonesia untuk membangun PLTN berbasis Thorium, jika Keputusan Politik untuk Kebijakan “GO Nuke” terlambat atau Diabaikan. Demikian pakar energi, Dr. Kurtubi kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (11/10)
Padahal menurutnya, Teknologi PLTN Molten Salt Reactor (MSR) berbasis Thorium sangat aman dan efisien karena listrik yang dihasilkan lebih murah dari listrik PLTU Batubara. Selain PLTN listriknya sangat bersih, bebas emisi karbon dan pollutant NOx, SOx. Serta listriknya tidak intermitten, karena listrik yang dihasilkan stabil 24 jam.
“Listrik EBT yang bersifat intermitten, tidak bisa dipaksa untuk menghasilkan listrik 24 jam, seperti listrik dari tenaga surya yang tidak bisa menghasilkan listrik dimalam hari dan pada saat hujan/mendung,” jelasnya.
Kurtubi juga menjelaskan hal yang sama pada listrik tenaga bayu, kipas/kincir anginnya momot cemo (diam tidak bergerak-red) jika anginnya tidak ada. Rata-rata efisiensinya sekitar 30% karena anginnya bertiup sekitar 30% dalam 24 jam. Listrik dari Energi Intermitten butuh media storage atau aki penyimpan listrik.
“Namun listrik dari EBT yang secara alamiah bersifat intermitten ini tetap kita butuhkan karena energinya bersih, tentu sambil terus didorong untuk menjadi lebih murah,” ujarnya.
Idealnya menurut Kurtubi, pemenuhan kebutuhan listrik kedepan harus mampu mendukung industrialisasi secara massif di seluruh tanah air untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi pasca pandemi.
“Tanpa Ekonomi tumbuh tinggi diatas 7% hingga double digit, jangan bermimpi Indonesia bisa menjadi Negara Industri Maju ditahun 2045,” ujarnya.
Kurtubi menjelaskan, Indonesia memerlukan perencanaan yang terintegrasi antara Sektor Penyedia Energi (ESDM, PLN), Sektor Pemakai Energi (Perindustrian. Transportasi, Wisata, Pertanian, Kelautan) dan Pelaku Usaha/Investor/IPP serta BAPPENAS. Perencanaan diarahkan untuk dapat lahirnya Industri Terintegrasi Hulu- Hilir Berbasis Tambang dan Berbasis Sumber Daya Alam Lokal lsinnya.
“Industrialisasi akan bisa dikembangkan secara optimal dengan penentuan lokasi dan kapasitas Listrik yang dibutuhkan secara tepat,” ujarnya.
Jangan sampai menurutnya, Indonesia mengulangi kesalahan yang ada selama ini dimana lokasi dan jenis pembangkit yang dibangun tidak sepenuhnya nge-match dengan kebutuhan untuk melahirkan Industri Terintegrasi Hulu-Hilir sebagai Pusat Pertumbuhan ekonomi baru sekaligus untuk memperkecil kesenjangan antar daerah.
“Selain untuk memenuhi Paris Agreement sesuai UU No.6/2016, Listrik bersih dari EBT bisa memperpanjang Usia Harapan Hidup (life expectancy) generasi muda bangsa jauh kedepan. Kita harap RUU EBT bisa segera ketok palu di DPR RI,” ujarnya. (Web Warouw).