Jumat, 4 Juli 2025

Mempertanyakan Urgensi Pembelian Jet Tempur Canggih Baru

Menhan Prabowo Subianto. (Ist)

Kementerian Pertahanan Indonesia harus memikirkan ulang urgensi mereka untuk membeli jet tempur canggih baru. Membeli jet tempur canggih yang baru hanya mendorong negara lain di regional untuk melakukan hal yang sama dan mentrigger arms race yang sengit sehingga menyebabkan regional tidak stabil. Widitusha Winduhiswara, yang sedang studi di RUDN University, Moscow menuliskannya pada pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Widitusha Winduhiswara

PADA tahun ini, ada setidaknya 3 institut survey yang menyebutkan bahwa Menteri Pertahanan Prabowo Subianto merupakan “Menteri Terbaik pada tahun 2020”. Responden-responden pada survey tersebut mengatakan bahwa mereka puas terhadap kinerja Prabowo Subianto. Mereka menilai bahwa Prabowo terlihat bekerja karena kerap melakukan kunjungan kerja kebeberapa negara seperti Amerika Serikat, Russia dan Austria. Dalam kunjungan kerja ini dirumorkan bahwa intensi Prabowo adalah untuk membeli pesawat Jet Tempur baru.

Spekulasi atas rumor ini bermula ketika beberapa kecelakaan aviasi yang melibatkan TNI AU. Kejadian terakhir adalaha ketika helikopter Mi 17 jatuh di Kendal. Kejadian tersebut membunuh 4 orang dan 5 orang lainnya terluka. Beberapa kritikus menyebutkan bahwa kejadian ini harus dijadikan momentum untuk dilakukannya peremajaan baik pesawat maupun helipkopter oleh TNI. Hal ini juga diperkuat dengan cita-cita TNI untuk memenuhi kuota minimum essential forces-nya yang dimana hal tersebut dilakukan sejak awal tahun 2010 silam.

Namun pertanyaannya adalah, apakah perlu untuk Indonesia memaksakan membeli jet tempur canggih yang baru ? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat apa yang paling penting untuk Indonesia dalam kerangka pertahanannya.

Sampai saat ini, Indonesia telah menjadi nomor 1 di Asia tenggara dalam hal kekuatan militernya. Ini dapat diartikan bahwa Indonesia tidak memilki ancaman yang serius di regional. Indonesia juga memiliki banyak teman di dunia. Setelah merdeka pada tahun 1945, Indonesia memutuskan untuk memegang teguh netralitas. Indonesia juga memliki banyak kerjasama dalam bidang militer dengan banyak negara seperti Amerika Serikat, Australia dan Russia. Melihat poin-poin diatas, dapat kita sebut bahwa postur militer Indonesia adalah powerful but non-threatening.

Benarlah TNI harus melakukan peremajaan terhadap barang-barang pertahanannya untuk melindungi negara, namun keputusan untuk memaksa membeli beberapa jet tempur canggih seperti F-35 atau Su-35 tidak akan memecahkan permasalah tersebut. Indonesia masih sangat kurang dalam kemampuannya untuk melakukan transport massal baik untuk kargo maupun personil. Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang dimana kebanyakan penduduknya hidup di pulau Jawa. Kita dapat beranggapan bahwa di pulau Jawa inilah personil-personil TNI kita banyak ditugaskan. Disinilah yang dapat menjadi masalah apabila Indonesia terlibat perang tradisional dengan negara lain.

Dalam skenario dimana Indonesia terlibat perang tradisional dengan negara lain, Indonesia akan menghadapi kesulitan untuk memobilisasi pasukannya dari satu tempat ketempat lainnya. Kondisi jalanan di Indonesia khususnya di pulau Jawa terlalu padat untuk TNI bereaksi dengan cepat. Tidak lupa juga kurangnya Infrastruktur dibeberapa area terpencil juga akan menjadi hambatan bagi TNI. Untuk mengangkut tentara dari satu tempat ke tempat lainnya akan memakan banyak waktu, apalagi  jika mereka merencanakan untuk memindahkan personil-personilnya dalam skala besar. Dari waktu ke waktu, TNI sangat mengandalkan truk dan juga kapal untuk mengangkut tentara-tentara kita. Hal ini sangatlah tidak efektif.

Indonesia tidak dapat serta merta mengandalkan transportasi darat ataupun laut saja untuk melakukan trasport massal dan logistik. Dalam skenario ini, Transportasi udara juga sangat penting. Cepat dan sangat dapat diandalkan. Namun Indonesia juga memiliki kekurangan dalam bidang ini. Banyak dari pesawat maupun helikopter angkut kita harus diperbaharui. Ketersediaan transport udara Indonesia juga kurang dalam jumlah. Dengan melihat peta, kita dapat melihat bahwa banyak area di Indonesia yang kurang memadai infrastrukturnya. Masih banyak area yang terpencil dan susah untuk di akses.

Alangkah lebih baik apabila Kementerian Pertahanan Indonesia memutuskan untuk melakukan peremajaan Transportnya daripada membeli jet tempur canggih. Seperti contoh, memperbaruhi C-130 Hercules ke C-17 Globemaster / KC-390, atau mungkin memperbaruhi Bell 204/205 ke CH-47f Chinook / UH-60 Blackhawk. Banyak variant transport udara yang dapat dibeli dan dimaintain dengan harga murah. Dengan meningkatkan kapabilitas transportnya, TNI dapat melakukan lebih dari sekedar mencegah ancaman. Pada waktu perang, TNI dapat memindahkan personelnya dari satu titik ketitik lainnya dengan mudah tanpa hambatan. Untuk mentrasport kebutuhan logistik perang juga menjadi mudah apabila kita memiliki transportasi udara yang dapat diandalkan. Dan juga, biaya untuk memelihara/menjaga satu skuadron transport udara juga lebih murah daripada memlihara satu skuadron jet tempur.

Ketika Indonesia dilanda bencana alam, transport udara juga sangat berguna bagi pemerintah untuk mengirimkan bantuan humaniter ke titik bencana ataupun untuk mengevakuasi masyarakat sipil dari area tersebut. Banyak benefit yang didapatkan dari memiliki transportasi udara daripada jet tempur untuk kondisi Indonesia untuk masa sekarang. Betul, dengan memilki jet tempur canggih yang baru dapat meningkatkan pertahanan Indonesia, namun impact yang dirasakan tidak akan lebih signifikan. Kementerian Pertahanan Indonesia harus memikirkan ulang urgensi mereka untuk membeli jet tempur canggih baru. Membeli jet tempur canggih yang baru hanya mendorong negara lain di regional untuk melakukan hal yang sama dan mentrigger arms race yang sengit sehingga menyebabkan regional tidak stabil.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru