JAKARTA- Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang tantangan global kedepan patut dihargai dan mendapatkan perhatian semua pihak mengingat substansinya sangat penting bagi Indonesia dan dunia. Untuk itu Indonesia harus ikut dalam membentuk tatanan global yang sangat concern dengan fakta adanya perubahan iklim yang dampak ekonomi keuangannya bisa lebih dahsyat dari dampak akibat pandemi covid-19 yang melanda semua negara didunia saat ini. Hal ini disampaikan pakar energi, Dr. Kurtubi dari Houston, Amerika Serikat kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (30/7).
“Untuk itu Indonesia harus sungguh-sungguh menetapkan dan melaksanakan Kebijakan Penggunaan Energi Bersih dari EBT wabilkhusus Energi Nuklir. Disertai upaya untuk bangkitnya industri nuklir di tanah air secepatnya,” tegasnya.
Hal ini sangat strategis karena menurut Kurtubi agar bisa secara optimal Indonesia berkiprah dan berkontribusi dalam upaya dunia menuju zero emisi gas rumah kaca dengan membangun, memproduksikan dan mengekspor teknologi dan desain PLTN Generasi ke IV yang merupakan inovasi dari para ahli energi nuklir dunia.
“PLTN Generasi ke IV ini jauh Lebih murah dan lebih aman dari PLTN yang sudah ada selama ini,– jauh lebih bersih dan lebih murah dari PLTU batubara yang ada selama ini; serta jauh lebih stabil dan lebih reliable dari ET PLTS dan PLTB yang karena secara alamiah bersifat Intermitten, dimana waktunya dalam sehari semalam lebih banyak habis untuk “momot meco” tidak produktif menghasilkan energi listrik,” jelasnya.
Kurtubi mengingatkan, sudah sangat tidak rational untuk tetap mempertahakan Narasi Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang memposisikan Energi Nuklir sebagai Opsi Terakhir.
“Justru PLTN yang non-intermitten dengan capacity factor mendekati 100%, dengan mudah bisa membantu listrik bersih dari Energi Terbarukan (ET) PLTSurya dan PLTBayu untuk bisa masuk dalam Sisyem Grid Transmisi PLN,” katanya.
“PLTN generasi terbaru yang akan lahir di Indonesia ini merupakan jawaban tepat bagi bangsa besar ini untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi sekaligus merupakan kontribusi nyata dalam tatanan global dunia untuk masa jauh kedepan,” tegasnya.
Nuklir Menjadi Opsi
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah mempertimbangkan untuk tidak lagi menjadikan energi nuklir sebagai opsi sumber energi terakhir di negeri ini. Seperti diketahui, dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), nuklir masih menjadi opsi terakhir sumber energi nasional.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan, di dalam keadaan mendesak, energi nuklir bisa menjadi opsi untuk dikembangkan.
“Kalau kita lihat ini perkembangannya, ini KEN memang ada opsi terakhir, tapi orang lupa di penjelasannya disebutkan jika kondisi mendesak bisa jadi opsi yang memungkinkan,” paparnya dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Kamis (29/7).
Dia mengatakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan pemanfaatan energi nuklir pada 2035. Satya menyampaikan, kebijakan energi nasional saat ini masih dievaluasi, termasuk Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), di mana kala itu menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi 7%-8%. Akan tetapi, dengan adanya pandemi, pertumbuhan ekonomi makin jauh dari target.
Dia mengatakan, Presiden menginstruksikan agar Indonesia segera punya Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) di mana dalam GSEN muncul nuklir menjadi salah satu opsi.
“Muncul PLTN salah satu opsi meski GSEN berupa strategi kajian belum masuk Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Saat RUEN direvisi, baru bisa memasukkan nuklir ini,” jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, GSEN sudah dipresentasikan oleh DEN kepada Presiden dan menurutnya Presiden mendukung semua, termasuk PLTN.
“GSEN oleh DEN sudah dipresentasikan, dan Presiden dukung semua termasuk PLTN secara komersial,” ujarnya.
Berdasarkan laporan International Atomic Energy Agency (IAEA), dari 19 persyaratan membangun PLTN, tinggal tiga syarat lagi yang harus dipenuhi Indonesia. Satya menyampaikan jika aturan dari IAEA sifatnya bisa diikuti dan bisa tidak.
“Begitu standing position negara butuhkan ya bangun saja. Indonesia dalam hal ini karena hati-hati semua requirement IAEA di comply tinggal 3 item ini akan melengkapi aturan IAEA,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menyampaikan jika pemanfaatan nuklir memang kontroversial, tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia. Kontroversi ini menyangkut pada investasi dan penguasaan teknologi.
“Teknologi terus berkembang, opsi jadi utama karena kalau lebih ke keekonomian batu bara paling ekonomis, namun malah segera di-phasing out (dihapus secara bertahap), segala opsi harus dibuka seluasnya,” tuturnya. (Web Warouw)