Jumat, 29 Agustus 2025

Blok Rokan dan Sistim Perminyakan Yang Tidak Efisien

Presiden Jokowi perlu segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar peningkatan investasi di Blok Rokan bisa segera dilakukan dengan cara menyederhanakan sistim dan proses Investasi.
Dr. Kurtubi, pakar energi alumnus Colorado School of Mines, Amerika Serikat dan Institut Francaise du Petrole, Prancis dan Universitas Indonesia,–menulis dari Houston, Amerika Serikat untuk pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Kurtubi

SEHARUSNYA, dengan Undang-Undang No.8/1971, blok-blok migas yang selesai kontrak otomatis kembali ke Pertamina sebagai pihak yang menandatangani Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC) dengan Caltex Pacific Indonesia (CPI). Karena, Pertamina berdasarkan Undang-Undang No. 8/1971, sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.

Maka pengambil alihan Blok Rokan yang selesai kontrak, pasti berjalan dengan efisien tidak perlu lewat perantara pihak ketiga BP Migas atau SKK Migas. Sehingga Pertamina tidak perlu bayar Signature Bonus yang sangat besar, yang menyebabkan Pertamina harus mengeluarkan International Bond senilai US$700 juta di Singapura.

Selain itu Pertamina bahkan bisa masuk aktif ke lapangan CPI sebelum berakhir kontrak sebagai persiapan pengalihan, agar bisa mempersiapkan secara pasti dana yang dibutuhkan untuk mempertahankan.atau meningkatkan produksi pasca berakhirnya kontrak, termasuk mengimplementasikan
Enhanced Oil Recovery (EOR) Surfactant yang sudah berhasil dilakukan pada level pilot project.

Bahkan Pertamina akan lebih leluasa untuk melakukan studi atau pilot project untuk menggunakan gas CO2 yang sangat besar di Natuna Utara untuk dialirkan ke Blok Rokan. Teknologi EOR dengan memakai CO2 sudah banyak berhasil dinegara-negara lain.

Tidak Efisien

Tapi karena proses pengambil alihan Blok Rokan yang selesai kontraknya ini menggunakan
Undang-Undang Migas No.22/2001, dimana Kuasa Pertambangan diambil dari Pertamina dan dioper ke Kementerian ESDM kemudian membentuk BP Migas,–setelah terbukti melanggar Konstitusi dan dibubarkan oleh MK, kemudian berganti nama menjadi SKK Migas,– karena sebenarnya pemerintah itu tidak eligible untuk memegang Kuasa Pertambangan.

Akibatnya blok-blok migas yang selesai Kontrak PSC nya tidak bisa dikerjakan langsung kegiatan usaha di Blok Rokan oleh Pemegang Kuasa Pertambangan.

Maka muncullah ide mekanisme Blok Rokan ‘dijual lewat tender’ oleh Kementerian ESDM dan yang ‘menang’ Pertamina. Tidak jelas benar apa alasannya, mengapa orang-orang di Kementerian ESDM tiba-tiba sudah mempersiapkan Kepmen ESDM untuk ‘memaksa’ Pertamina mencari patner lewat Divestasi Saham Blok Rokan 51% ?

Apakah untuk kebutuhan dana dari divestasi untuk membiayai investasi guna menaikkan produksi? Sudah tahu kalau Pertamina pasti butuh dana besar untuk investasi di blok yang selesai kontrak, mengapa pula Pertamina diwajibkan membayar Signature Bonus sampai meminjam dari Singapura? Lah wong Pertamina itu 100% milik negara!

Ini bukti yang paling anyar, betapa ribet-ruwet dan tidak efisiennya Sistem Perminyakan Nasional dibawah Undang-Undang Migas No. 22/2001.

Selain ribet-ruwetnya proses investasi di sektor hulu yang berakibat anjloknya kegiatan investasi explorasi, kegiatan seismic, kegiatan wildcat drilling, sampai anjloknya penelitian dan paper yang biasanya ditulis oleh mahasiswa-mahasiswa Tehnik Perminyakan ITB dan lainnya. Ini semua berujung anjloknya produksi minyak nasional selama dua dekade sejak Kuasa Pertambangan di tangan Kementerian ESDM.

Presiden Jokowi ingin meningkatkan investasi dengan cara menyederhanakan sistim dan proses Investasi. Di Sektor Migas jawabannya sangat jelas,– yaitu sistemnya simpel dan sesuai dengan Pasal 33 UUD45,– kembalikan Kuasa Pertambangan ke perusahaan minyak yang 100% milik negara melalui Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Migas No. 22/2001 yang sekarang sedang dibahas di DPR-RI.

Jika lewat cara ini gagal,– karena sudah dua kali DPR-RI gagal membuat UU Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Migas No. 22/2001,– maka kami menyarankan agar Presiden segera menerbitkan PERPPU !

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru