Sabtu, 5 Juli 2025

Mengapa Taliban Bisa Merebut Afganistan?

Penyelesaian politik di Afganistan sangat tergantung pembagian konsesi antar TNC (Trans National Coorporation) masing masing negara besar. Pengamat politik ekonomi, Erizeli Bandaro menyorotinya di akun facebooknya dan dimuat kembali oleh Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Erizeli Bandaro

UPAYA perdamaian di Afganistan itu terjadi melalui proses panjang sejak tahun 2013. Berawal dari niat Qatar. kemudian OKI menunjuk Indonesia untuk menjadi jembatan antara Taliban dan pemerintah Afganistan. Setelah jalur diplomasi yang dilakukan oleh JK kepada petinggi Taliban di Qatar lewat perundingan berkali kali( empat kali), akhirnya Taliban setuju dengan format perdamaian. Menlu kita sebagai wakil OKi menyampaikan formula damai kepada OKi.

Tahun 2018 Pak Jokowi melakukan lawatan diplomasi ke Afganistan bertemu dengan Ashraf Ghani, presiden Afganistan. Ini lawatan yang berisiko, yang tak bisa diwakilkan oleh menteri. Pada awalnya pihak barat dan AS meragukan keberanian Jokowi datang ke Afganistan. Jokowi tidak ragu. Ini amanah UUD 45 yang ada pada mukadimah, bahwa Indonesia harus terlibat aktif dalam perdamaian dunia. Ternyata Ashraf Ghani. tetap tidak mempercayai Taliban. Konsep damai yang kita usulkan ditolak. Maklum Ashraf Ghani boneka AS. Tapi dengan amannya Jokowi selama kunjungan itu membuktikan Taliban serius untuk rekonsiliasi.

Kekuatan Taliban itu sebagian besar berasal dari Gerakan Islam Turkestan Timur, namun diorganisir oleh AL Qaeda. Sejak kekuatan AL Qaeda melemah, karena dihabisi oleh AS, kekuatan Taliban percis melemah. Apalagi China berhasil memotong mata rantai Gerakan Islam Turkestan Timur, praktis suplai senjata dan pasukan Taliban semakin melemah. Yang menghambat proses perdamaian adalah sikap keras kepalanya Ashraf Ghani, yang setuju rekonsiliasi tapi tidak memberikan hak Taliban terlibat dalam politik domestik. Taliban menolak.

Setelah negosiasi antara Taliban dan Amerika Serikat di Doha tersendat pada September 2019, China mencoba mengisi kekosongan dengan mengundang Baradar untuk berpartisipasi dalam konferensi intra-Afghanistan dua hari di Beijing. Awalnya dijadwalkan pada 29 dan 30 Oktober tahunn2019. Itu ditunda setidaknya dua kali, pada bulan Oktober dan November, sebelum China dan akhirnya dunia jatuh ke dalam krisis COVID-19. Pertemuan itu tidak pernah terjadi. Dilanjutkan tahun 2021. Kalau akhirnya China mendukung Taliban, itu diluar perhitungan JK. Tentu JK sangat menyesalkan keterlibatan China. Padahal diam diam Taliban sudah menjalin hubungan dengan china sejak tahun 2016

Tahun 2019 dalam email ABA ke NSA, meminta kepada presiden AS agar keluar dari Afganistan. Sebelum membuat keputusan itu, Trump melakukan pembicaraan rahasia dengan top level Taliban. Akhirnja pertemuan itu dibantah oleh Trumps. Namun Februari 2020, AS dan Taliban telah menandatangani “perjanjian untuk membawa perdamaian” ke Afghanistan setelah lebih dari 18 tahun konflik. Berdasarkan perjanjian tersebut, para militan juga setuju untuk tidak mengizinkan al-Qaeda atau kelompok ekstremis lainnya beroperasi di wilayah yang mereka kuasai.

Setelah itu Pihak AS membiarkan saja Taliban melakukan serangan ke beberapa distrik yang sehingga sebagian besar kota di Afganistan berhasil direbut, sampai akhirnja ibukota, Kabul jatuh ke Taliban. Presiden Ashraf Ghani melarikan diri dari ibukota. Selanjutnya masa depan Afganistan sudah didesign oleh Beijing dan kepala kantor politik Taliban di Qatar, Baradar. Tentu ada juga keterlibatan. Jepang, Qatar Inggris, Rusia, Israel dalam proyek jalur pipa dan logistik untuk memanfaatkan kawasan Asia tengah yang kaya minyak dan gas serta Rere Earth.

Kedepan penyelesaian politik di Afganistan sangat tergantung pembagian konsesi antar TNC masing masing negara besar. Kalau pembagian smooth maka semua akan baik baik saja. Pemerintahan Taliban akan menerapkan Islam moderat, karaoke dan bar, panti pijat boleh buka seperti di Dubai. Jadi para petinggi Taliban tidak perlu ke Dubai untuk dugem. Nah kalau ingin tahun politik Afganistan setelah rekonsiliasi ya liatlah Myanmar sekarang. Kira kira seperti itu. Rezim yang berdiri berkat kartel bisnis. Jadi Taliban sekarang sangat berbeda dengan 20 tahun lalu.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru