JAKARTA- Untuk segera mengantisipasi penyakit menular bersumber binatang pada manusia, Prod Chairul Nidom meminta agar pemerintah segera membentuk Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan. Hal ini disampaikannya dari Surabaya kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (27/10) saat dikonfirmasi temuan varian flu burung pada manusia di China baru-baru ini.
“Agar ada fokus penanganan penyakit dari hewan ke manusia usul saya dari beberpa tahun lalu adalah segera bentuk Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan di Kemenkes. Agar hal-hal mengkhawatirkan tentang penyakit hewan menular pada manusia bisa di kendalikan sejak awal. Tidak saling menunggu,” tegasnya.
Sementara Direkturat Kesehatan Hewan di Kementrian Pertanian, dihapus saja.
“Toh cuma mengurus penyakit yang besaran gangguan produksi hanya 5%,” katanya.
Ia juga menyampaikan seorang mahasiswa S3 di Universitas Airlangga, Surabaya, Setyarina Indahsari, drh, M.Vet telah menemukan fenomena yang mengkhawatirkan terhadap flu burung di Indonesia.
“H9 itu virus yang jinak tapi ternyata punya potensi menular dan mengganggu reproduksi manusia. Sering kita abai terhadap penyakit dari hewan yang berpotensi menular ke manusia,” ujarnya.
Kasus Baru Di China
Lonjakan jumlah orang di China yang terinfeksi flu burung tahun ini meningkatkan kekhawatiran para ahli, yang mengatakan jenis virus yang beredar sebelumnya tampaknya telah berubah dan mungkin lebih menular ke manusia. Demikian kantor berita Reuters melaporkan, Selasa (26/10)
China telah melaporkan 21 infeksi manusia dengan subtipe H5N6 flu burung pada tahun 2021 ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dibandingkan lima tahun lalu,
Meskipun jumlahnya jauh lebih rendah daripada ratusan orang yang terinfeksi H7N9 pada tahun 2017, infeksinya serius, menyebabkan banyak orang sakit kritis, dan sedikitnya enam orang meninggal.
“Peningkatan kasus manusia di China tahun ini mengkhawatirkan. Ini adalah virus yang menyebabkan kematian tinggi,” kata Thijs Kuiken, profesor patologi komparatif di Erasmus University Medical Center di Rotterdam.
Sebagian besar kasus telah bersentuhan dengan unggas, dan tidak ada kasus penularan dari manusia ke manusia yang dikonfirmasi. Demikian WHO yang menyoroti peningkatan kasus dalam sebuah pernyataan pada 4 Oktober.
Dikatakan penyelidikan lebih lanjut segera diperlukan untuk memahami risiko dan peningkatan penularan ke manusia
Sejak itu, seorang wanita berusia 60 tahun di provinsi Hunan dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis dengan influenza H5N6 pada 13 Oktober, demikian pernyataan pemerintah Hong Kong.
Sementara kasus H5N6 pada manusia telah dilaporkan, tidak ada wabah H5N6 yang dilaporkan pada unggas di China sejak Februari 2020.
China adalah produsen unggas terbesar di dunia dan produsen bebek teratas, yang bertindak sebagai reservoir virus flu.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC) tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar tentang peningkatan kasus H5N6 pada manusia. Namun, sebuah penelitian yang diterbitkan di situs webnya bulan lalu mengatakan “peningkatan keragaman genetik dan distribusi geografis H5N6 menimbulkan ancaman serius bagi industri unggas dan kesehatan manusia”.
Virus flu burung terus-menerus beredar di unggas domestik dan liar, tetapi jarang menginfeksi manusia. Namun, evolusi virus, yang meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi unggas, menjadi perhatian utama karena mereka dapat berubah menjadi virus yang menyebar dengan mudah di antara manusia dan menyebabkan pandemi.
Jumlah terbesar infeksi H5N6 terjadi di provinsi barat daya Sichuan, meskipun kasus juga telah dilaporkan di negara tetangga Chongqing dan Guangxi, serta provinsi Guangdong, Anhui dan Hunan.
Setidaknya 10 kasus disebabkan oleh virus yang secara genetik sangat mirip dengan virus H5N8 yang merusak peternakan unggas di seluruh Eropa musim dingin lalu dan juga membunuh burung liar di China. Itu menunjukkan infeksi H5N6 terbaru di China mungkin merupakan varian baru.
“Bisa jadi varian ini sedikit lebih menular (ke manusia) … atau mungkin ada lebih banyak virus ini pada unggas saat ini dan itulah mengapa lebih banyak orang terinfeksi,” kata Kuiken.
Empat dari kasus Sichuan memelihara unggas di rumah dan telah melakukan kontak dengan unggas mati, kata laporan CDC China bulan September. Kasus lainnya setelah membeli bebek dari pasar unggas hidup seminggu sebelum menunjukkan gejala.
China memvaksinasi unggas terhadap flu burung tetapi vaksin yang digunakan tahun lalu mungkin hanya melindungi sebagian dari virus yang muncul, mencegah wabah besar tetapi membiarkan virus tetap beredar, kata Filip Claes, Koordinator Laboratorium Regional di Pusat Darurat untuk Penyakit Hewan Lintas Batas FAO (Food and Agriculture Organization).
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sementara itu Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan menolak berkomentar.
Peternakan di halaman belakang di China adalah hal biasa dan banyak orang masih lebih suka membeli ayam hidup di pasar.
Kota Guilin di wilayah Guangxi, yang memiliki dua kasus manusia pada Agustus lalu, dilaporkan bulan lalu telah menangguhkan perdagangan unggas hidup di 13 pasar perkotaan dan akan menghapus perdagangan dalam waktu satu tahun.
Kasus Indonesia
Arsip Bergelora.com melaporkan, pada tahun 2008 WHO sempat mendeklarasikan Indonesia sebagai pusat pandemi flu burung karena sempat menular dari manusia ke manusia (human to humam transmission). Namun pernyataan WHO dibatalkan karena Menteri Kesehatan, Siti Fadilah membuktikan tidak ada penularan dari manusia ke manusia.
Siti Fadilah mensinyalir bahwa flu burung yang sempat menyerang negara-negara asia terutama indonesia dan mengancam kesehatan adalah tidak alami dan bukti senjata biologi (biological weapon).
Pandemi Covid-19 di Indonesia sudah menurun drastis saat ini. Walau demikian dilaoorkan kenaikan tinggi di Singapura dan Malaysia. Kenaikan yang sigbifikan juga terjadi di eropa, khususnya inggris dan jerman.
Para pejabat WHO dan pemerintah Indonesia telah wanti-wanti serangan berikutnya pada bulan Desember 2021 akan datang.(Web Warouw)