Kamis, 3 Juli 2025

Mafia Berebutan Mega Proyek Di Kementerian Pekerjaan Umum

 

JAKARTA- Mafia infrastruktur sedang berebutan mega proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (PUPR). Projek pembangunan infrastruktur dijadikan bancakan yang diduga dilakukan oleh para calo pendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan memanfaatkan pengaruh dan kedekatannya dengan Presiden maupun kepada Menteri terkait. Hal ini disampaikan oleh Ketua Presidium Petisi 28, Haris Rusly kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (19/11).

 

Pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla telah mengguyur anggaran negara sangat besar dalam APBN 2016 untuk pembangunan projek infrastruktur. Untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 104 triliun, Kementerian Perhubungan dengan Rp 48 triliun, serta melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2015 sebesar Rp. 31 triliun.

“Namun, permainan tender projek untuk tujuan memperkaya diri yang melibatkan pejabat teras kementerian dan orang-orang di sekitaran Istana yang bertindak sebagai calo projek menyebabkan pelelangan dan proses tender berlangsung tidak sehat,” demikian Haris Rusly.

Ia memberikan contoh adalah Projek Pembanguna Teluk Kendari (MYC) sebesar Rp. 748.958.969.000 yang secara serampangan dibatalkan pemenang tendernya oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Projek tersebut diumumkan pelelangannya pada tanggal 10 Maret 2015, yang diikuti 109 peserta. Melalui uji kelayakan yang dilakukan oleh Pokja, maka yang memunuhi syarat administrasi dan teknis dan dilanjutkan evaluasi harga berdasarkan penilaian Pokja adalah konsorsium yang terdiri dari PT. Hutama Karya (BUMN), PT. Bumi Karsa (Swasta) dan PT. Multi Struktur (Swasta).

“Namun hasil penilaian Pokja tersebut dibatalkan secara sepihak oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tanpa alasan yang rasional dan jelas, melalui surat nomor KU 03.01.Mn/1007 tanggal 08 Oktober 2015,” ujarnya.

Menurutnya, diduga kuat langkah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadi Mulyono, untuk membatalkan pemenang tender projek karena “jagoan” para calo pendukung pemerintahan yang didukung sang Menteri yang diunggulkan sebagai pemenang kalah dalam evaluasi teknis.

Sebelumnya, Koordinator Infrastruktur Watch Haris Limbong dalam keterangan pers kepada Bergelora.com Kamis (19/11) menyampaikan bahwa gagalnya Penyertaan Modal Nasional (PMN) yang akan disalurkan ke dalam pengesahan Undang-undang APBN 2016 karena DPR membekukan suntikan modal sebesar Rp 40,4 triliun untuk sejumlah perusahaan pelat merah. Kesepakatan ini diketok setelah sebagian besar fraksi memberikan catatan atas pengajuan PMN tersebut.

Dana Pengamanan
Infrastruktur Watch mensinyalir, gagalnya PMN BUMN pada APBN 2015 membuat banyak petinggi oknum Direksi BUMN yang mengajukan PMN bingung karena sudah menyetor sejumlah dana pengamanan untuk bisa mendapatkan PMN dari pemerintah.

“Konon ada petinggi parpol initial WH, AK dan pengusaha Onsu yang dekat dengan Menteri BUMN yang mengumpulkan dan menerima dana pengamanan untuk disetujuinya PMN kepada sejumlah BUMN infrastruktur,” tulis Koordinator Infrastruktur Watch Haris Limbong.

Lebih lanjut Infrastuktur Watch mengungkapkan bahwa saat ini para oknum Direksi BUMN yang sudah meyetor dana tersebut menagih yang pengamanan tersebut kepada WH. Tadinya diharapkan PMN yang diajukan pada APBN 2016 akan digunakan untuk keikutsertaan BUMN dalam mendukung proyek infrastruktur. Atas dugaan ini, Infrastruktur Watch mendesak agar dilakukan audit terhadap Kementerian PUPR terkait Maraknya Mafia Infrstrutur. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru