JAKARTA – Greenpeace Indonesia terlibat polemik dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK setelah Greenpeace Indonesia menyampaikan kritik terkait kenaikan angka deforestasi di Indonesia selama 2002-2019.
KLHK menuding Greenpeace Indonesia bekerja sama dengan sejumlah perusahaan sawit hingga kertas yang terlibat dalam penebangan hutan atau deforestasi dalam rentang waktu 2011-2018.
“Greenpeace tentu menyadari laju deforestasi Indonesia dari tahun ke tahun pada periode tersebut; karena di antaranya Greenpeace turut ambil bagian dalam kerja sama yang dilakukannya dengan sejumlah perusahaan sawit dan kehutanan di Indonesia, dalam kurun waktu tahun 2011 hingga 2018,” kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 17 November 2021.
Kerjasama Dengan Sinar Mas
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Greenpeace Indonesia buka suara terkait tudingan KLHK tersebut. Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas mengakui bahwa pihaknya pernah bekerja sama dengan anak perusahaan Sinar Mas yaitu Asia Pulp & Paper (APP) pada 2013-2018. Namun, ia menyebut tujuan kerja sama itu justru untuk menghentikan deforestasi.
“Ada desakan konsumen untuk menghilangkan praktik deforestasi dari perusahaan besar seperti Sinar Mas. Dari tekanan itu mereka meminta solusi apa yang harus dilakukan Greenpeace. Sehingga Greenpeace memberikan engagement atau solusi yang harus dilakukan oleh Sinar Mas,” kata Arie kepada pers, Rabu, 17 November 2021.
Ia menegaskan, pihak Greenpeace tak pernah mengambil untung dari kerja sama tersebut. Ia mengaku, pihaknya murni hanya memberikan masukan dan solusi.
“Catatan penting bahwa Greenpeace tidak menerima dana sama sekali dalam proses engagement, justru kami memberikan masukan berdasarkan keahlian Greenpeace untuk perbaikan kebijakan ke Sinar Mas,” kata dia.
Babat Hutan Diam-diam
Arie mengatakan kerja sama dengan Sinar Mas disetop pada 2018. Pasalnya, Greenpeace menemukan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Pihaknya mendapati Sinar Mas masih melakukan deforestasi secara diam-diam. Berdasarkan penelusuran Greenpeace Internasional melalui analisis pemetaan terbaru, hampir 8.000 hektare hutan dan lahan gambut ditebangi di dua konsesi yang terkait dengan APP dan perusahaan induknya Sinar Mas sejak 2013.
“Komitmen itu tidak berjalan karena Sinar Mas masih melakukan praktik-praktik deforestasi, meskipun mereka menyembunyikan keterhubungan itu. Itu yang membuat Greenpeace berhenti memberikan engagement,” jelasnya.
“Kerja sama kami dengan APP dan Sinar Mas sudah berakhir sejak 2018. Kami juga mengumumkan hal ini kepada publik melalui siaran pers di web kami,” tambahnya.
Terkait tudingan yang dirilis oleh KLHK, Greenpeace mengaku kecewa. Sebab, KLHK lebih memilih membahas hal yang menurutnya tidak substantif.
Arie berpendapat, KLHK seharusnya fokus pada permasalahan terkait deforestasi dan cara-cara untuk mengatasinya. Apalagi, kata Arie, dampak deforestasi itu semakin terasa.
“Mari kita jangan menutup mata dengan apa yang saat ini terjadi di depan mata kita. Dampak deforestasi di Kalimantan akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan atau pertambangan telah nyata terasa,” jelasnya.
Ia juga berkata, pemerintah sebaiknya segera membuka dan menjelaskan data terkait klaim-klaim keberhasilan menurunkan deforestasi.
“Kami mau menunggu pemerintah untuk membuka data terkait klaim klaim pemerintah itu itu lebih substantif yang harus dihadapi,” ujarnya menambahkan.
Lolos Sanksi
Terkait izin usaha, Greenpeace mengatakan kewenangan ada di tangan KLHK. Sehingga, ia menyerahkan hal tersebut kepada KLHK.
Namun, Arie membantah tudingan bahwa pihaknya membiarkan begitu saja pelanggaran yang dilakukan oleh Sinarmas. Ia mengaku, saat itu pihkanya juga mendesak agar diberikan sanksi terhadap Sinar Mas.
“Yang dilakukan adalah penegakan hukum oleh KLHK dan kita mendorong perusahaan ini juga patut terhadap hukum,” kata dia.
Arie mengungkapkan saat Greenpeace mendesak pemberian sanksi, justru pihak KLHK yang diwakili oleh Bambang Hendroyono menentang dengan dalih ekonomi Indonesia.
“Justru dia melawan Greenpeace waktu itu dia masih Dirjen dan dia justru bilang kampanye Greenpeace ini akan mengancam ekonomi Indonesia,” ucapnya.
Chief Sustainability Officer Asia Pulp & Paper (APP) Elim Sritaba mengaku Greenpeace Indonesia merupakan salah satu key stakeholder dalam proses penyusunan dan pengawasan pengimplementasian kebijakan Forest Conservation Policy APP Sinar Mas.
“Namun pada tahun 2018, Greenpeace Indonesia memutuskan untuk tidak lagi menjadi salah satu key stakeholder kami,” kata Elim kepada pers. (Calvin G. Eben-Haezer)