Sabtu, 5 Juli 2025

BISA GAK…? Beragama Dengan Cita Rasa Indonesia: Saling Memahami dan Tepo Seliro

JAKARTA- Beragama di Indonesia harus dengan cita rasa Indonesia yaitu tenggang rasa, tepo seliro dan saling memahami. Demikian Staff Khusus Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo dalam Seminar ‘Moderasi Agama Budha Dalam Tindakan’ di Hotel Hariston Jakarta Utara yang diselenggarakan oleh GEMABUDHI, Sabtu (19/11)

“Kita harus menyadari bahwa yang Indonesia alami dan jalani lebih daripada sekedar melaksanakan toleransi namun persaudaraan sejati yang melewati batas-batas indentitas. Agama yang merupakan Inspirasi bathin harus menjadi dasar etis dan kesadaran manusia karena nilai ketuhanan yang maha esa bisa terlaksana dengan baik jika kita sebagai mahluk ciptaannya mampu berlaku adil dan menghargai sesama ciptaan Tuhan,” ujarnya.

Ia mengatakan moderasi adalah pemikiran, perkataan dan tindakan dengan tidak memaksakan kebenaran pada orang lain, tapi dengan terbuka mencoba memahami orang lain apapun latar belakangnya.

“Saudara yang berbeda agama adalah saudara dalam kemanusiaan karenanya kita sebagai umat beragama perlu menanamkan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari, dengan contoh paling kongkrit adalah mencintai Tuhan dengan mencintai sesama ciptaannya,” katanya.

Romo Benny mengatakan, sesungguhnya moderasi beragama dan toleransi telah lama ditanamkan dalam masyarakat Indonesia.

“Hal ini dibuktikan dengan catatan kitab Sutasoma tentang Candi Seribu yang mengakomodir kebutuhan lebih dari 1.000 aliran Hindu Budha di masa itu untuk dapat hidup berdampingan bersama-sama,” jelasnya.

Di era digital dan globalisasi ini menurutnya, informasi makin tidak terikat ruang dan waktu. Keterasingan terhadap nilai-nilai kemanusiaan justru makin meningkatkan manusia cenderung terjebak pada kebenarannya sendiri dan cenderung menjelekkan dan mengolok-olok kebenaran lain yang tidak cocok dengannya.

“Padahal kecepatan informasi ini diharapkan dapat membawa manusia makin menjadi cepat mengerti mengenai perkembangan informasi di sekitarnya hingga membuat ikatan empati dan kebersamaan sesama anggota masyarakat makin meningkat, bukan sebaliknya,” katanya.

Menjaga Keseimbangan

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Dirjen Bimas BudhaChaliadi, SH.,MH., sebagai Keynote Speaker menyampaikan Indonesia adalah bangsa besar dan majemuk. Moderasi agama menurutnya berkaitan langsung dengan kenyataan hidup berbangsa dan bernegara.

“Maka moderasi beragama harus jadi komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan hidup penting karena keanekaragaman adalah anugrah bagi bangsa,” ujarnya.

Hal ini menurutnya ditampilkan dalam Pancasila yang merupakan cermin dan citra selanjutnya dalam masyarakat.

“Urgensi moderasi beragama adalah menjaga, menghargai dan merayakan perbedaan, bukan mempertajam perbedaan dan mengagungkan kebenaran sendiri,” tegasnya.

Maka pemerintah menurutnya perlu mendukung adanya keadaban publik yang dibuktikan dengan peraturan yang tidak diskriminatif. Negara harus menyelenggarakan sebuah tata kelola yang bebas dikotomi mayoritas dan minoritas atau kalah menang.

“Karena hukum tertinggi adalah ketika kita bisa mencintai Tuhan dengan mencintai sesama ciptaannya dengan meninggalkan egoisme, eksklusifitas dan pengagungan identitas serta penistaan pihak lain,” katanya.

Umat beragama menurutnya dalam proses pergaulannya dalam masyarakat hendaknya meninggalkan pemikiran-pemikiran jahat menjadi alternatif pendekatan dalam beragama. Kekurangan literasi dan kebijakan dalam mentelaah konten menyebabkan manusia menjadi robot berdimensi satu yang tereduksi dari mahluk yang memiliki kehendak bebas.

“Kita tidak boleh hanya sekedar menjadi pengeshare namun menjadi umat beragama yang mengolah informasi yang didapatkannya dengan tepat dan Etis,” katanya.

Buddha Open Minded

Acara ini juga menghadirkan Bikhu Santacitto sebagai narasumber yang dalam paparannya menyatakan bahwa
Sang Buddha dalam ajarannya tidak pernah menghendaki bentrokan dengan budaya lain dan memilih untuk berusaha beradaptasi.

“Karena kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan harus bisa membuat segala mahluk berbahagia, berusaha dengan sikap inklusif untuk bermoderasi dengan alam semesta dibawah bimbingan Agama,” katanya.

Buddha menurutnya sangat open minded terhadap ajaran lain. Kebenaran adalah kebenaran dari siapapun ajarannya dan karenanya harus dapat menjadi corong kebenaran dan wajah kedamaian itulah kunci moderasi beragama.

Seminar yang merupakan bagian dari rangkaian acara Kongres Gemabudhi ini dihadiri oleh 60 orang. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru