“Empati saya, hati saya enggak bisa ketika pensiun itu uangnya dirampok, dan saya mendapat tekanan yang luar biasa, tetapi ya kembali ketika saya laporan ke Presiden (Joko Widodo), Bapak Presiden bilang, ‘Jalankan’,” kata Erick dalam sesi wawancara di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, dikutip Selasa (23/11/2021).
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, dia menuturkan, masih ada 17 tuntutan yang diajukan sejumlah pihak ke Mahkamah Agung (MA) terkait kasus megakorupsi kedua BUMN di sektor perasuransian tersebut. Salah satu pernyataan dalam tuntutan itu menyatakan, aset-aset Jiwasraya diklaim sudah berpindah tangan.
Namun, tuntutan tersebut diragukan Jaksa Agung. Pasalnya, ada bukti transaksi yang dilakukan sejumlah oknum yang memanfaatkan aset perseroan untuk kepentingan pribadi.
“Ya banyak pihak (tekanan). Oh ya, Pak Jaksa Agung di MA saja masih ada 17 tuntutan di MA, di mana mereka bilang aset-aset di Jiwasraya itu sudah pindah tangan, tapi Pak Jaksa Agung bilang, ‘Pindah tangan ke mana? Saya melihat ini ada transaksinya, di belakang siapa’ Sekarang ini eranya sudah terbuka ada PPATK, semua mengawasi,” tutur Erick.
Saat ini, Jaksa Agung St Burhanuddin tengah mengkaji hukuman mati bagi para terdakwa kasus megakorupsi Asabri dan Jiwasraya. Itu didasarkan atas kerugian negara dalam kasus tersebut yang mencapai triliunan rupiah.
Burhanuddin melalui keterangan yang disampaikan Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengaku sangat prihatin atas kerugian akibat korupsi kasus Jiwasraya yang mencapai Rp16,8 triliun dan Asabri sebesar Rp22,78 triliun.
“Hal itu sangat berdampak luas pada masyarakat dan para prajurit. Perkara Jiwasraya menyangkut hak-hak orang banyak dan hak-hak pegawai dalam jaminan sosial, demikian pula perkara korupsi di Asabri terkait dengan hak-hak seluruh prajurit, di mana ada harapan besar untuk masa pensiun dan untuk masa depan keluarga mereka di hari tua,” ujarnya.
Atas kasus tersebut, Burhanuddin mengatakan akan mengkaji ulang kemungkinan penerapan hukuman mati kepada para terdakwa kasus korupsi. Dia menilai, itu sebagai upaya memberikan efek jera kepada para koruptor. (Calvin G. Eben-Haezer)