JAKARTA- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengakui masih lekatnya pola pikir birokrat Indonesia yang masih menempatkan diri sebagai penguasa.
Oleh karena itu ia pun mengkritik hal tersebut, karena seharusnya birokratlah yang melayani masyarakat bukan sebaliknya.
“Pola pikir birokrat yang masih menempatkan diri sebagai penguasa bukan pelayan publik, sebagai orang yang minta dilayani tetapi tidak mau melayani,” kata Mahfud dalam acara Peningkatan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Hotel Bidakara, Jakarta Rabu (1/12).
Mahfud menilai pola pikir seperti demikian lantas memunculkan pelbagai patologi birokrasi seperti pelayanan yang lambat, prosedur berbelit-belit, dan hingga praktek korupsi-kolusi-nepotisme (KKN).
Pola pikir itu pula yang menjadi penghambat macetnya reformasi birokrasi. Padahal, sambungnya, reformasi birokrasi merupakan sesuatu penting dan menjadi urusan bersama untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, kata dia harus melakukan agenda strategis tersebut.
Namun, Ia tak memungkiri masih ada permasalahan yang menyebabkan implementasi reformasi birokrasi belum berjalan optimal. Di antaranya karena komitmen pimpinan. Sebab, perubahan selalu harus dimulai dari komitmen pemimpin.
Padahal, lanjut dia, pemimpin seharusnya dapat menjadi motor reformasi birokrasi seperti menetapkan sistem informasi, menyederhanakan prosedur yang rumit, dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat.
“Tanpa komitmen pemimpin dan pimpinan adalah mustahil terjadi perubahan. Pemimpin harus memiliki komitmen dalam melakukan modernisasi birokrasi,” kata mantan hakim konstitusi tersebut.
Melihat persoalan itu, Mahfud menyatakan pemerintah telah membentuk grand design reformasi birokrasi berdasarkan Perpres Nomor 81 tahun 2010. Regulasi yang telah berjalan kurang lebih 11 tahun sangat diapresiasi bagi pemerintah provinsi dan kabupaten kota yang telah mengimplementasikan reformasi birokrasi di daerahnya.
“Aturan itu sebagai upaya dalam mewujudkan pelayanan yang baik kepada masyarakat dan telah mencapai target yang telah ditetapkan dalam RPJMN dan bagi pemerintah provinsi Pemerintah Kabupaten maupun pemerintah kota yang belum melaksanakan reformasi Birokrasi dapat termotivasi dan berkomitmen untuk mengimplementasikan reformasi birokrasi sebagai upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan,” kata dia.
Diganti Robot
Pemerintah berencana menggunakan teknologi digital atau robot artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan layanan publik, sehingga jumlah PNS bisa digantikan teknologi. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Tjahjo Kumolo mengatakan, penerapan teknologi dilakukan untuk efektivitas kerja dan menghemat anggaran.
“Ujungnya efektivitas kerja, kolaborasi dan efisiensi anggaran dan fokus program kerja,” kata dia saat dihubungi, Selasa (30/11/2021).
Tjahjo menjelaskan, pemerintah saat ini sedang menyiapkan super apps sebagai bagian digitalisasi di pemerintahan.
“Sedang disusun konsep dan super apps (juga) Inovasi-inovasinya,” ujar dia.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Super Apps memungkinkan penggabungan berbagai aplikasi yang ada di pemerintahan. Super apps memungkinkan penyediaan beragam layanan dalam satu aplikasi.
“Ya benar (penggabungan aplikasi). Aplikasi yang cepat,” ucap Tjahjo.
Dia mengungkapkan, rekrutmen PNS nantinya tetap akan didasarkan pada kebutuhan. Namun dia memastikan, pemerintah akan memperbanyak super apps atau inovasi teknologi.
“Ke depan kebutuhan PNS sesuai kebutuhan dan memperbanyak super apps atau inovasi,” kata Tjahjo.
Penggunaan teknologi ini rencananya untuk menggantikan PNS yang sifatnya administratif, repetitif dan mempunyai operasional prosedur yang jelas. Adapun rencana mengganti sebagian PNS dengan teknologi atau robot AI sebelumnya disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Yang namanya eselon III dan IV sedang dikaji, dihitung untuk dipangkas. Mau diganti apa? Diganti yang sekarang sedang banyak dilakukan negara lain, juga baru memulai mereka. Diganti artificial intelligence, AI. Nanti dengan big data yang kita miliki, jaringan yang kita miliki memutuskan akan cepet sekali kalau kita pakai AI. Tidak bertele-tele, tidak muter-muter,” tutur Jokowi, beberapa waktu lalu. (Web Warouw)