Sabtu, 23 Agustus 2025

JANGAN GEGABAH…! Connie Rahakundini: Satelit Kemhan Adalah Kepentingan Nasional, Negara Harus Segera Fokus Pada Mitigasi Masalah

JAKARTA- Negara harus segera fokus mencari mitigasi masalah jika TNI KEMHAN, BAIS, BIN dan lainnya tidak menggunakan Band L sebagai komunikasi tertutupnya. Karena isunya ada pada Band L bukan pada band KA, KU dan C nya (band komersial).  Hal ini disampaikan pengamat intelejen dan pertahanan, Dr. Connie Rahakundini Bakrie kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (19/1) menanggapi kekosongan slot orbit yang seharusnya dipakai Satelit Komunikasi Pertahanan RI.

“Tetapkanlah segera orbit dan satelit ini adalah proyek infrastruktur nasional strategis karena menyangkut bukan saja visi tol langit Presiden tapi terkait kepentingan nasional,” ujarnya menanggapi polemik Satelit Komunikasi Pertahanan belakngan ini.

Ia juga mengingatkan agar Indonesia segera menyiapkan mitigasi kemungkinan masalah abitrase yang akan bermunculan dari vendor lainnya, dengan mengirimkan tim negosiasi.

“Bereskan segera urusan Abitrase karena berpeluang semakin besar dengan pinalti sekitar 2.300 USD per hari dan berpeluang biaya konsultan berjumlah besar disidang-sidang tersebut. Jika tidak dibayarkan maka aset Indonesia di luar negeri bisa disita atas perintah pengadilan setempat,” ujarnya.

Ia mengingatkan, Kementerian Kominfo tahun depan harus hadir sidang ORM dan posisinya tidak boleh lemah karena orbit tidak diisi satelit.

“Tugas urgentnya justru bantu Kominfo mempertahankan orbit tersebut karena jika tidak secara internasional Indonesia akan tercoreng namanya dimata ITU karena memiliki tata kelola filling slot yang lemah,” katanya.

Jika itu terjadi menurutnya dimasa depan Indonesia akan susah mendapatkan slot yang diperlukan misalnya dengan rencana pesawat ulang alik Ellon Musk di ibukota negara yang disampaikan Menteri Bappenas.

Ia juga meminta agar pemerintah segera menggeser dana IKN untuk menyelamatkan orbit strategis ini sekaligus wajah dan kehormatan Indonesia di dunia internasional. Lebih urgent case ini dibanding IKN kan?

“Berhenti mencari kambing hitam. Jika ada unsur korupsi silahkan diproses unsur korupsinya tetapi tidak boleh melupakan masalah terbesar nya : yaitu penyelamatan orbit ini,” tegasnya.

*Musti Tahu Sejarahnya*

Sebelumnya Connie menyayangkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal proyek satelit pada Kementrian Pertahanan (Kemhan) tahun 2015-2016 sangat disayangkan lantaran tidak mengetahui persis sejarah perjalanannya dan terkesan menyalahkan pejabat Kemhan pada saat itu.

Menurut Connie, proyek satelit Kemhan ini merupakan bagian dari proyek strategis nasional lantaran menyangkut kepentingan nasional. Connie mengungkapkan, pada tahun 2015 ketika Jokowi baru menjalani satu tahun pemerintahannya memang mewacanakan untuk membuat tol langit usai mewacanakan Indonesia menjadi poros maritim.

Lalu Connie kemudian mengulas soal perjalanan proyek satelit ini hingga akhirnya Kemhan memilih kontrak dengan Avanti Communications Grup dan Navayo.

“Disini ada dua hal, ada satelit sewa, ada satelit beli. Pertanyaannya, kenapa musti sewa dari Avanti, karena itu slot tersebut tidak boleh kosong lama-lama. Kemudian, membeli atau membuat satelit baru itu memakan waktu 36 bulan. Maka masuklah Avanti, untuk mengisi orbit itu sementara. Karena Menhan diperintahkan Presiden dalam sidang kabinet untuk menyelamatkan slot tersebut,” jelas Connie.

Namun karena terjadi self bloking anggaran, terjadi kekosongan anggaran sehingga kontrak tersebut bermasalah dan digugat pada pengadilan arbitrase. Pada pengadilan Arbitrase di Inggris diputuskan Kemhan harus membayar uang senilai Rp515 Miliar kepada Avanti. Sedangkan, pada Mei 22 Mei 2022 pengadilan Arbitrase Singapura mengabulkan gugatan Navayo. Di mana Indonesia diwajibkan membayar uang sebesar USD20,9 juta atau setara Rp314 miliar..

Connie mengurai, jika negara telah dibawa ke mahkamah Internasional atau diarbitrase-kan, maka dapat dipastikan bakal memakan biaya. Mulai dari menyewa konsultan canggih guna menghadapi lawyer-lawyer internasional yang menjadi lawan Indonesia.

“Negara kalau sampai dibawa ke mahkamah internasional atau diarbitrase-kan, malunya setengah mati. Jika tidak dilakukan (bayar denda) akan mempermalukan Indonesia di mata dunia internasional selain kelak diragukan oleh ITU (International Telecommunication Union),” beber Connie.

Terkait hal ini, menurut dia, pejabat negara Indonesia selalu melihat suatu masalah hanya dari kacamata administrasi anggaran. Namun mengabaikan aspek yang bisa menjadi pemicu. Karena menurut Connie, korupsi harus dipandang sebagai suatu “tindakan untuk memperkaya diri atau orang lain”.

“Apakah kasus satelit dengan cerita panjang perjuangannya ini bisa dikategorikan seperti itu? Ini yang menjadi perdebatan dan perlu pembuktian dan bukan itu harusnya urgensi konsentrasi negara saat ini,” pungkas Connie. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru